LAPORAN TUTORIAL BLOK 7 MODUL VI
PERKEMBANGAN PSIKOLOGI/MENTAL BAYI-REMAJA
Tutor : dr. Yuniar Lestari
Kelompok : 7A
Ketua : Miftah Adityagama (0810313223)
Sekretaris : Micelia Amalia Sari ( 0810312135)
Thesa Aryanti (0810312096)
Anggota : Wulan Aryanti Putri ( 0810312084)
Miftahul Khairat Musmar Elbama ( 0810312073)
Triana Yessisca (0810313174)
Sharah Ananta ( 0810313184)
Teo Yen E (0810314161)
Yeap Chen Pan ( 0810314161)
Verdian Lasmana ( 0810312031)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2009
MODUL VI
PERKEMBANGAN PSIKOLOGI/MENTAL BAYI-REMAJA
SKENARIO 6 : AKIBAT AYAH BERSELINGKUH
Antisari, remaja perempuan berumur 15 tahun, anak seorang pejabat terkenal terpaksa dibawa ibunya ke rumah sakit karena seminggu ini tidak mau makan, berkurung diri di dalam kamar dan sejak tadi pagi terlihat lemas, wajahnya pucat berkeringat dingin. Antisari biasanya adalah anak yang periang, luwes dan manja, walaupun ia anak pejabat tetapi ia tetap baik, berbeda dengan kakaknya, laki-laki, tampan juga walaupun mukanya banyak jerawatan, suka kebut-kebutan, rambut gondrong, suka bolos sekolah dan memakai anting di telinga kirinya.
Dari anamnesis diketahui bahwa Antisari merasa malu karena Ayah yang sangat disayangi dan dibanggakannya ketahuan berselingkuh dan korupsi, dan sudah ditahan oleh polisi. Disamping itu ia juga cemas dengan kesehatan ayahnya, apakah ayahnya disakiti dalam tahanan. Kekalutan Antisari bertamambah karena kakaknya tidak pulang sejak ayahnya ditahan. Antisari khawatir kalau kakaknya sampai menggunakan narkotika, seperti teman-temannya yang sudah kecanduan, kemudian mengalami overdosis.
Setelah dilakuakan pemeriksaan fisik dan diberi pengobatan kemudian dokter merencanakan untuk dirujuk ke psikiater dan psikolog.
Sebagai dokter bagaiman Anda menjelaskan kelainan pada Antisari?
I. Klarifikasi terminology
Overdosis : kelebihan dosis, deposit toxic di dalam tubuh yang dapat menyebabkan kekurangan kesadaran
Narkotika :berasal dari bahasa yunani ; narkon, yang berarti membuat lumpuh atau mati rasa, merupakan suatu zat yang menyebabkan insensibilitas atau stupor , digunakan secara khusus untuk opioid , digunakan pada obat alami atau sintetik maupun yang memiliki khasiat mirip morfin
Kecanduan : sikap yang tidak bisa lepas dari sesuatu
Psikiater : dokter yang memilki keahlian dalam kejiwaan ( Sp. KJ)
Psikolog : seorang yang memiliki syarat dalam psikologi, lulusan program studi ilmu psikologi
Jerawat : benjolan, biasanya kulit wajah disebabkan kelebihan minyak, disebabkan karena tingginya sex steroid hormone
II. Identifikasi Masalah
1. Mekanisme pada tubuh Antisari yang menyebabkan dia berkeringat dingin, apakah sama dengan keringat ketika tubuh merasa gerah?
2. Kenapa Antisari dan abangnya memiliki perilaku yang berbeda dan factor apa yang mempengaruhinya?
3. Kenapa Antisari yang luwes, periang dan manja bisa jadi lemas, wajah pucat, berkerinagt dingin dan mengurung diri?
4. Kenapa remaja bisa terpengaruh jerat narkotika?
5. Bagaimana perilaku yang normal pada usia remaja?
6. Bagaimmana efek pada perkembangan Antisari dan abangnya terkait masalah ayahnya?
7. Apa saja yang termasuk narkotika dan bagaimana pengaruhnya terhadap perkembangan psikologi remaja?
8. Bagaimana psikolog dan psikiater bisa membantu menghadapi masalah Antisari?
9. Kenapa seseorang bisa kecanduan? Bagaimana ciri-cirinya? Jika sakaw, bagaimana pertolongan pertamanya?
10. Apakah kecanduan itu bisa dihentikan ? bagaimana caranya? Dan di[erlukan peran siapa saja untuk hal itu?
III. Analisa Masalah
1. Proses berkeringat itu fisiologis didalam tubuh, ketika kita melakukan aktivitas yang banyak menguras energy maka tubuh akan melepaskan panas tubuh, kelenjar keringat mengeluarkan keringat untuk menjaga suhu tubuh agar tetap normal, ketika kita stress metabolism di tubuh turut meningkat karena hormone adrenalin, kortisol dan tiroid, panas tubuh pun akan dilepaskan tapi tidak senyata ketika tubuh berkeringat ketika gerah beraktivitas
2. Hal yang menyebabkan perilaku Antisari dan abangnya berbeda
Factor lingkungan sangat mempengaruhi perilaku seseorang, apalagi dengan teman-teman sebaya.
Factor gender, laki-laki cenderung berperilaku ingin bebas, tidak terkunkung keinginannya, sedangkan wanita rasa interpersonalnya lebih kuat tapi cenderung memendam keinginannya sendiri.
Factor tekanan, mereka berdua mendapat tekanan bathin dari masalah yang menimpa ayahnya , abang Antisari memilih untuk mengekspresikan tekanan itu dengan pemberontakan, menjadi anak yang ugal-ugalan, sedangkan Antisari sendiri memilih untuk murung dan menarik dirinya
Factor usia, pada masa remaja itu gejolak emosi belum stabil, jika terjadi trauma sedikit saja, akan merubah perilaku seseorang secara drastic
Factor kedekatan anak dengan orang tua, ketika Antisari telah merasa terlalu dekat, ia mudah kecewa dengan hal yang tidak diharapkannya, dan ia sulit untuk menerimanya sehingga berperilaku yang tidak seperti biasa untuk menunjukkan kekecewaannya itu, abangnya malah menunjukkan perilaku buruk untuk itu.
3. Antisari bersikap seperti itu karena dia sangat kehilangan sosok ayah yang disayangi dan dibanggakannya, maka ia mengalami depresi
4. Remaja rentan terjerat pengaruh untuk menggunakan narkotika karena ;
a. Dari remajanya sendiri yang penuh rasa ingin tahu, ingin mencoba segala hal, walaupun itu terlarang
b. Terlalu dekat bergaul dengan teman yang berperilaku menyimpang
c. Orang tua yang acuh, protektif, atau pun otoriter
d. Sekolah terlalu disiplin atau malah tidak disiplin sama sekali
e. Depresi, ingin melampiaskan rasa tidak nyamannya itu dengan cara instan, kenikmatan sesaat
f. Dopping, ingin menimbulkan energy yang besar sesaat untuk melakukan hal besar yang diinginkannya
5. Perilaku yang normal pada masa remaja ini adalah ketika mereka mulai berinteraksi lebih intens dengan orang-orang disekitar, termasuk juga lawan jenis, tapi ini butuh pengawasan dari orang tua agar tidak terjadi penyimpangan. Menginjak masa akhir remaja mereka akan lebih memikirkan matang-matang tentang masa depan mereka. Masa remaja ini, masa yang diisi dengan kreativitas, karena mereka selalu ingin mencoba segalanya dan penuh dengan ide-ide yang sebaiknya disalurkan dengan jalan yang baik.
6. Efek bagi Antisari depresi menarik diri dari pergaulan karena menanggung malu, menjadi pribadi yang introvert, prestasi akan menurun karena kehilangan minat pada hal-hal yang biasanya dilakukannya
Efek bagi abangnya jika dia melarikan dirinya pada jeratan narkotika, ia akan kecanduan, tidak bisa lepas dan mungkin bahkan bisa meninggal karena overdosis, selain itu interaksisosial juga akan terganggu karena dia sudah menyandang status sebagai pecandu, yang jelas-jelas tidak baik.
7. Jenis –jenis narkotika dan zat adiktif lainnya ;
Kokain : zat adiktif yang paling kuat pengaruhnya,dari dedaunan semak belukar di Amerika selatan, bisa mengakibatkan seseorang berhalusinasi, efek buruknya bisa menurunkan aliran darah ke serebral, anxietas, tidak konsentrasi, tentunya ini akan menggangu aktivitas karena psikologis dan fisiologis terganggu
Alcohol : perilaku tidak terkontrol karena kurang sensitifnya reseptor GABA
Ekstasi : sejenis pil yang menyebabkan libido tinggi, hingga bisa mendorong remaja unutk melakukan hal-hal terlarang
Dikarenakan harga barang-barang tersebut mahal, siapapun yang sudah kecanduan akan melakukan apa pun untuk mendapatkannya, walau pun itu mencuri atau merampok.
Efek psikisnya akan menyebabkan seseorang lamban bekerja, apatis, pengkhayal, brutal, ceroboh, cenderung menyakiti diri sendiri ketika sakaw (putus dengan zat aadiktif tersebut).
8. Psikiater menangani terapi pengobatannya, dengan kondisi Antisari yang tidak mau makan, berkurung diri di kamar, terlihat cemas dan pucat bisa didiagnosis sebagai depresi, dan selain terapi mental mungkin psikiater akan memberikan terapi medikamentosa dengan antidepresan.
Psikolog dapat membatu Antisari dengan terapi mental, berbicara face to face dengannya untuk mendengarkan keluh kesahnya dan nantinya akan terungkap kenapa dia merasa sangat malu dan cemas akibat masalahnya itu.
9. Mekanisme kecanduan
Zat-zat adiktif tersebut bersifat dopaminnergik dan habitual, dosisnya akan sensitive di reseptornya dengan peningkatan dosis, jadi ketika dosis kecil sudah tidak menimbulkan kenikmatan di reseptor Dopamin 2 (D2) maka system reward mesolimbik itu pun memerlukan supply terus menerus zat tersebut, hingga pengguna tidak bisa menghentikan konsumsinya, jika ia hentikan maka ia akan selalu terbayang-bayang zat tersebut dan terjadilah sakaw. Ciri-cirinya orang yang sedang sakaw itu ;
- Merintih karena seluruh badannya terasa sakit, karena kebutuhannya tidak terpenuhi
- Takut terkena sinar matahari
- Berhalusinasi
- Flu dan demam jika mengkonsumsi secara inhalasi
Pertolongan yang pertama kita dapat lakukan pada orang yang sakaw , sebaiknya diasingkan ke tempat yang aman kalau –kalau dia memberontak dan menjadi brutal, jika perlu di ikat dan diberi obat penenang yang bersifat agonis dopaminergik
10. Kecanduan itu bisa dihentikan, jika pengguna memang bertekad kuat untuk membersihkan dirinya dari hal itu, biasanya dia dibawa ke pusat rehabilitasi, di sana ada penangangan dengan pengurangan dosis secara perlahan-lahan, hingga habis sama sekali, setelah tidak ketergantungan lagi, pasien harus dikembalikan ke lingkungan yang bersih dari pengaruh buruk itu. Banyak pihak yang bisa berperan, dari orang-orang terdekat, seperti orang tua, keluarga terdekat, teman-teman akrab, masyarakat sekitar, para medis, pembimbing ruhiyahnya seperti ustadz , dll
IV. Sistematika Masalah
V. Learning objective
1. Perkembangan psikologi bayi-remaja
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologi bayi-remaja
3. Gangguan perkembangan psikologi bayi-remaja (penyimpangan seksual, kenakalan remaja, gangguan vegetative bayi-remaja)
4. Jenis NAPZA, factor yang mempengaruhi penggunaanya serta efek psikologinya terhadap anak-remaja
5. Penanganan pada pengguna NAPZA
VI. Gathering information
LO I : Perkembangan psikologi bayi-remaja
Masa bayi . Usia 2 minggu – 2 tahun
- Sudah bisa mengendalikan dirinya dan lingkungannya, dikarenakan dia sudah mulai bisa berbicara dan mengungkapkan keinginan-keinginannya
- Kepribadian dasar mulai dibentuk
Masa anak awal 2 tahun- 6 tahun
- Masuk sekolah formal
- Adanya interaksi dengan lingkungan tetapi masih ada kecendrungan untuk bermain sendiri
Masa anak akhir 6 tahun-10 tahun
- Mempersiapkan diri untuk berbagai banyak aturan
- Bermain dengan teman (peer group) sesama jenis
- Control dari orang tua sangat diperlukan karena dia sudah bisa menerima berbagai efek dari lingkungannya
- Sudah mulai mengenal mana yang baik dan buruk
Masa remaja 10 tahun – 18 tahun
- Sudah mencari dan mencapai jati dirinya sendiri
- Akan banyak konflik dengan keluarga dan lingkungannya
- Sudah mulai diberikan kebebasan yang bertanggungjawab
- Lebih suka bergaul dengan kelompoknya
Perkembangan masa bayi - remaja menurut Sigmund Freud dengan teorinya adanya suatu dorongan hidup (libido) yang mempengaruhi perkembangan psikologis seseorang
Fase oral : anak mendapat kenikmatan dan kepuasan dari berbagai pengalaman di sekitar mulutnya. Bisa mengalami gangguan persoalan makan dan menyapih (fiksasi oral)
Fase anal : ( 1 tahun - 3 tahun) masih marsistik dan egoistic, di sini dia mulai mengenal tubuhnya sendiri dan mendapat kepuasan dari pengalaman autoerotiknya pada ‘latihan toilet’ , anak mengalami perasaan nikmat pada saat menahan atau mengeluarkan tinjanya , dengan sifat egosentriknya yang merasa bisa mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya. Jika orang tua terlalu keras mendisiplinkan untuk latihan toilet itu dengan kemarahan dan hukuman maka anak bisa sengaja meretensi fesenya (obstipasi psikogenik) atau malah membuangnya sembarangan ( enkopresis). Pada fase ini juga berkembang kemampuan wicara dan bahasa, hubungan interpersonal anak masih sangat terbatas dan sering main sendiri
Fase oedipal : ( 3 tahun – 6 tahun) pengenalan anak akan bagian tubuhnya sendiri pada umur 3 tahun, juga bisa mengindetntifikasi seksual ( sexual identity ) dan berteman dengan lawan jenis, dia lebih dekat dengan orang tua lawan jenisnya
Fase laten : ( 7 tahun - 12 tahun ) anak harus berhdapan dengan berbagai tuntutan social seperti hubungan kelompok, pelajaran sekolah, konsep moral, etik dan hubungan dengan dunia orang dewasa
Fase genital : menghadapi problem complex dan ia diharapkan untuk bisa bereaksi sebgaimana orang dewasa, sedangkan ia sebenarnya masih dalam masa transisi adolescent
Perkembanga masa bayi – remaja menurut Erik Erikson ;
Masa bayi : kepercayaan vs ketidakpercayaan ditimbulkan dari interaksi yang erat ibu – anak, jika dia diberikan orang yang asing baginya maka ia akan berontak. Berbeda dengan anak penderita schizophrenia , mereka tidak memiliki kepercayaan ini
Masa balita : kemandirian vs keragu – raguan dan malas ia seharusnya sudah bisa mengendalikan diri tanpa harus kehilangan harga dirinya (egosentrisnya) maka akan timbul rasa bangga dan percaya diri dan akan bisa melakukan hal yang lebih baik lagi jika diberi stimulus, penyimpangan perkembangan ini, anak akan menjadi obsesif komplusif, selalu tidak puas dengan apa yang telah dilakukannya dan mengulanginya lagi.
Masa bermain ; inisiatif vs rasa bersalah si anak sudah mulai bermain dengan teman – temannya, dari sanalah mereka belajar memecahkan masalah, mereka juga mengembangkan kemampuan untuk bermasyarakat, salah satu konflik pada saat ini ; si anak membenci orang tua yang telah melarangnya melakukan sesuatu malah melakukannya
Masa sekolah : berkarya vs rasa rendah diri ia belajar menyelesaikan tugas – tugas yang diberikan kepadanya, rasa tanggung jawab juga mulai tumbuh dan mulai senang untuk bekerjasama, di sini ia sangat senang mendapatkan reward sehingganya ia mudah distimulasi untuk berkarya.
Masa remaja : identitas vs kebingungan dengan peran diri, peran orang tua sengai figure sudah mulai luntur dan remaja mulai mencari figure identifikasi lain, untuk diteladani, tetapi kebingungan atas peran diri akan menyebabkan berbagai macam kelainan tingkah laku.
Psikologi perkembangan remaja dapat di pisahkan dengan pengkategorian melalui kesulitan kesulitan yang sering dialami oleh remaja,tuntutan psikologi untuk remaja serta periode pada saat kita remaja. Penjabarannya sebagai berikut :
1. sejumlah kesulitan yang dialami kaum remaja merupakan bagian yang normal dari perkembangan ini. Beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum remaja, antara lain :
• Variasi kondisi kejiwaan, suatu saat mungkin ia terlihat pendiam, cemberut, dan mengasingkan diri tetapi pada saat yang lain ia terlihat sebaliknya periang dan berseri-seri dan yakin.
• Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba, hal ini normal dan sehat.
• Membolos
• Perilaku anti social, seperti suka menganggu, berbohong, kejam, dan agresif
• Penyalahgunaan obat bius
• Psikosis
2. Tuntutan psikologis masa remaja
• Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkanya secara efektif
• Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orang lain
• Remaja mampu bergaul lebih matang dengann kedua jenis kelamin
• Mengetahu dan menerima kemampuan diri sendiri
• Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
3. Periodisasi perkembangan masa remaja
Pada umumnya masa remaja dapat dibagi dalam dua periode yaitu :
1. Periode masa puber usia 12-18 tahun
a) Masa pra pubertas = peralihan dari masa kanak-kanak kemasa awal pubertas.
Cirinya :
• Anak mulai bersikap kritis
• Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
2. Masa pubertas usia 14-16 tahun = masa remaja awal
Cirinya :
• Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
• Memperhatikan penampilan
• Sikapnya tidak menentu/plin plan
• Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
• Mulai adanya mimpi basah
3. Masa akhir pubertas usia 17-18 tahun + peralihan dari masa pubertas kemasa adolesen.
Cirinya :
• Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
• Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
4. Periode remaja adolesen usia 19-21 tahun (Merupakan masa akhir remaja)
Beberapa sifat penting pada masa ini adalah :
• Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
• Mulai menyadari akan realita
• Sikapnya mulai jelas tentang hidup
• Mulai nampak bakat dan minatnya
LO II : Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologi bayi-remaja
Faktor keluarga :merupakan factor psikobiologik, jika ada predosposisi kelainan genetis seperti autism, schizophrenia, dan sindrom-sindrom yang mengakibatkan terganggunya perkembangan seorang anak.
Asuhan orang tua sangat berperan, jika mereka mendidik dengan otoriter, anak menjadi tidak percaya dengan kemampuan dirinya sendiri, karena selalu dituntut dalam segala hal untuk menuruti keinginan orang tua, jika dengan kasih saying maka pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mentalnya akan normal dan anak tumbuh menjadi anak yang mandiri.
Tingkat kerilligiusan keluarga juga berpengaruh pada perkembangan anak agar tidak menyimpang dari norma-norma agama.
Kelengkapan orang tua terkadang bisa berpengaruh, bisa juga tidak, pada anak yang orang tuanya berpisah baik oleh perceraian maupun kematian memang akan lebih rentan untuk memperburuk perkembangan mentalnya, tetapi jika orang tua nya yang tetap bersamanya bisa mengatasi permasalahan ini bersama dengan anaknya maka hal ini pun tak banyak berpengaruh
Factor traumatic : Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka (Cerney, dalam Pickett, 1998). Kata trauma digunakan untuk menggambarkan kejadian atau situasi yang dialami oleh korban. Kejadian atau pengalaman traumatik akan dihayati secara berbeda-beda antara individu yang satu dengan lainnya, sehingga setiap orang akan memiliki reaksi yang berbeda pula pada saat menghadapi kejadian yang traumatik. Pengalaman traumatik adalah suatu kejadian yang dialami atau disaksikan oleh individu, yang mengancam keselamatan dirinya (Lonergan, 1999). Oleh sebab itu, merupakan suatu hal yang wajar ketika seseorang mengalami shock baik secara fisik maupun emosional sebagai suatu reaksi stres atas kejadian traumatik tersebut. Kadangkala efek aftershock ini baru terjadi setelah beberapa jam, hari, atau bahkan berminggu-minggu. Respon individual yang terjadi umumnya adalah perasaan takut, tidak berdaya, atau merasa ngeri. Gejala dan simtom yang muncul tergantung pada seberapa parah kejadian tersebut. Demikian pula cara individu menghadapi krisis tersebut akan tergantung pula pada pengalaman dan sejarah masa lalu mereka. Menurut Stamm (1999), stres traumatik merupakan suatu reaksi yang alamiah terhadap peristiwa yang mengandung kekerasan (seperti kekerasan kelompok, pemerkosaan, kecelakaan, dan bencana alam) atau kondisi dalam kehidupan yang mengerikan (seperti kemiskinan, deprivasi, dll). Kondisi tersebut disebut juga dengan stres pasca traumatik (atau Post Traumatic Stress Disorder/ PTSD). Menurut Pickett (1998), ada dua bentuk simtom yang dialami oleh individu yaitu : (1) adanya ingatan terus menerus tentang kejadian atau peristiwa tersebut, dan (2) mengalami mati rasa atau berkurangnya respon individu terhadap lingkungannya. Kondisi tersebut selanjutnya akan mempengaruhi tumbuh kembangnya hingga fungsi adaptif individu dengan lingkungannya. Seringkali, peristiwa yang traumatik akan sangat menyakitkan sehingga bantuan dari para ahli akan diperlukan dalam mengatasi trauma yang dialami. Pada anak –anak dan remaja, paling sering trauma disebabkan oleh pelecehan seksual dan perceraian orangtua yang mengguncang jiwanya.
Factor gender : ada perbedaan perkembangan mental antara laki-laki dan perempuan,perkembangan kognitifnya laki-aki lebih kuat logika dan pengasahan skill nya, sedangkan perempuan cendrung kuat pada intuisi dan perasaan.
Factor jasmani menginjak pubertas banyak terjadi perubahan drastic pada fisik yang membuat mental juga labil dengan perubahan.
Factor lingkungan: Faktor lingkungan sangat berperan untuk melakukan perubahan, dalam artian memaksimalkan potensi yang dimiliki anak, dan hal-hal yang kurang berkembang. Juga untuk meminimalkan hal-hal yang negatif pada diri anak (temperamen “sulitâ€, gangguan perkembangan/hendaya yang diidap oleh anak). Peran lingkungan adalah mengoptimalkan dimensi perkembangan mencakup faktor biologis (fisik, motorik), kognitif (bahasa, berpikir, daya nalar, daya ingat, dll), psikososial ( kemandirian, bagaimana anak bersikap, berperilaku, kesadaran akan diri, harga diri, percaya diri, dll). Sebagai contoh, anak akan belajar bagaimana mencintai orang lain kalau mereka dicintai oleh (terutama) orangtuanya.
Konteks dimana anak dibesarkan sangat besar pengaruhnya, kalau anak dibesarkan dalam konteks kekerasan, maka perilaku kekerasan akan menjadi bagian dari dirinya. Sebaliknya kalau anak dibesarkan dalam konteks yang positif, dimana hubungan antar anggota keluarga harmonis, memberikan contoh perilaku yang positif, memfokuskan pada tiga dimensi pengembangan anak secara seimbang, peka terhadap hal yang terjadi di lingkungannya, maka anak akan berkembang lebih positif. Aktivitas anak disesuaikan dengan tahapan usia, kemampuan, dan keunikan anak. Fokus utama dalam aspek psikososial adalah menumbuhkan keyakinan diri sebagai anak yagn mampu berbuat sesuatu terhadap lingkungannya sehingga anak merasa percaya diri. Yang melandasi hal ini adalah perlakuan orang tua sejak dia bayi. Anak merasa ada orang yang bisa dia andalkan untuk memenuhi semua kebutuhannya, lekat dengan ibu-ayahnya (sebisa mungkin orangtua). Kalau anak merasa dirinya lekat secara aman dengan prangtuanya, hal ini akan berdampak jangka panjang, misalnya keinginan untuk meraih prestasi yang baik, memilih pasangan hidup, dst.
LO III : Gangguan perkembangan psikologi bayi-remaja (penyimpangan seksual, kenakalan remaja, gangguan vegetative bayi-remaja)
Penyimpangan seksual
Voyeurisme
Voyeurisme itu sendiri adalah kondisi dimana seseorang memiliki preferensi tinggi untuk mendapatkan kepuasaan seksual dengan melihat orang lain yang sedang tanpa busana atau sedang melakukan hubungan seksual. Tindakan melihat atau sering kali disebut dengan mengintip ini mendorong individu untuk mengalami gairah seksual dan terkadang menjadi hal yang penting agar dapat mengalami gairah seksual. Orgasme seorang voyeur dicapai dengan cara masturbasi, baik sewaktu sedang mengintip atau setelahnya sambil mengingat apa yang dilihatnya. Terkadang voyeur berfantasi melakukan hubungan seksual dengan orang yang diintipnya dan hal itu akan tetap menjadi fantasinya. Umumnya jarang terjadi kontak antara orang yang mengintip dan yang diintip. Voyeurisme umumnya berawal terjadi pada masa remaja. Ada tanggapan bahwa voyeur merasa takut untuk melakukan hubungan seksual secara langsung dengan orang lain. Tindakan mengintip yang mereka lakukan berfungsi sebagai pemuasan pengganti karena tidak dapat melakukan hubungan seksual dengan orang yang diintipnya.
Menurut Sigmund Freud pada tahap perkembangan yang dikemukakannya pada masa genital ( 12 th keatas), anak yang telah memasuki masa ini, akan mengalami kematangan fisiologis, khususnya mulai berfungsinya kelenjar-kelenjar kelamin dan alat kelamin sebagai sumber kepuasan dan kenikmatan. Pada masa genital ini juga terjadi perkembangan pada arah cinta, yang awalnya cinta yang searah yaitu terpusat pada diri sendiri dan sekarang menjadi dua arah. Hal ini merupakan berkembangnya kemampuan menyesuaikan diri yang baik dalam hubungan sosialnya. Namun akan timbul kesulitan karena adanya perbedaan norma, norma sosial budaya, norma moral yang berkembang dimasyarakat. Dengan adanya norma tersebut dapat menimbulkan ketegangan .
Pada remaja. Remaja cendrung kan merasakan dorongan seksual yang begitu besar yang akan dapat disalurkannya dengan cara berhubungan seksual dengan lawan jenisnya. Namun, karena adanya norma-norma sosial yang berkembang di masyarakat yang melarang atau menekan remaja untuk tidak menyalurkannya sebagaimana mestinya, sehingga membuat remaja tidak dapat menyalurkan rasa kepuasan dan kenikmatan yang sedang ia rasakan. Dengan begitu, remaja dapat bertindak sesukanya misalnya mengintip lawan jenis tanpa busana dengan cara sembunyi-sembunyi untuk sekedar memberi kepuasan dan kenikmatan terhadap dorongan seks yang dirasakannya atau melakukan fantasi-fantasi mengenai hubungan seksual dengan orang yang diintipnya.
Frotteurisme
Biasanya pada seorang laki-laki yang sangat pasif dan terisolasi, pada tempat yang ramai dan berdesak-desakkan dia sering meraba lawan jenis tanpa diketahui untuk mencapai orgasme
Pedofilia
Dorongan seksual yang kuat kepada atau terangsang pada anak yang kurang dari 13 tahun dan dia besar dari 16 tahun, penganiayaannya melibatkan pemegangan genital dan sex oral
Masukisme seksual
Mendapatkan kesenangan seksual karena disiksa atau didominasi oleh wanita, dimungkinkan pernah mengalami pengalaman masa anak-anak yang mengesankan rasa sakit diperlukan untuk kenikmatan seksual
Sadisme seksual
Berhubungan dengan pemerkosaan dan pembunuhan setelah itu, mereka memilki gangguan identitas disosiatif, riwayat penyiksaan seks, malfungsi hormonal, adanya gangguan mental lain.
Nekrofilia
Obsesi untuk mendapatkan kepuasan seksual dari mayat
Ekshibisionieme
Memamerkan hal yang tidak senonoh (menunjukkan genitalia atau bermasturbasi
Hyperseks
Melakukan masturbasi secara terus menerus, kontak seksual pada setiap kesempatan, seksualitas menyerang yang kompulsif.
Gangguan Identitas Gender
Orang yang mengalami Gangguan Identitas Gender biasanya yang disebut dengan Transeksualisme, sejak masa kanak-kanak, merasa bahwa dirinya adalah orang yang berjenis kelamin yang berbeda dengan dirinya saat ini. Mereka tidak menyukai pakaian dan aktivitas yang sesuai dengan jenis kelamn mereka. Gangguan ini berawal ketika masa kanak-kanak (2 - 4 tahun), hal ini dihubungkan dengan perilaku lintas gender, seperti berpakaian seperti layaknya lawan jenis, lebih suka bermain dengan teman-teman lawan jenis, melakukan permainan yang secara umum dianggap sebagai permainan lawan jenis.
Menurut Tahapan perkembangan yang dikemukakan oleh Robert R. Sears, yaitu pada tahap I yaitu Masa tingkah laku rudimeter, dimana tingkah laku bersumber pada kebutuhan dasar dan proses belajar pada masa bayi. Bayi akan mendapatkan kebutuhan dasar dan pengalaman-pengalaman mengenai lingkungannya dari ibu yang selalu mengasuhnya.
Kemudian pada Tahap II yaitu Masa system motivasi sekunder : Belajar terpusat di dalam keluarga. Hal yang penting menuut Sears terjadi pada masa ini adalah proses identifikasi. Identifikasi dimulai pada anak sekitar berusia 3 tahun. Bentuk hubungan anak dengan ibu sangat mempengaruhi proses identifikasi. Kemudian pada umur 4 tahun, anak yang lai-laki akan memndahkan identifikasinya dari tokoh iu ke tokoh ayahnya, sementara anak perempuan akan meneruskan identifikasi ke tokoh ibunya. Anak akan mulai menyadari perbedaan jenis kelamin, mengadakan sosialisasi melalui permainan-permainan.
Dalam hal ini, akan terjadi gangguan apabila anak laki-laki tidak memindahkan identifikasinya kepada tokoh ayah dan malah meneruskan identifikasi ke tokoh ibunya, maka kemungkinan anak akan mengalami gangguan identitas gender dengan merasa menjadi lawan jenisnya. Kemudian anak akan berperilaku seperti ibunya, seperti bermain boneka, memakai pakaian ibunya, dan sebagainya. Begitu juga dengan anak perempuan yang tidak meneruskan identifikasinya kepada tokoh si ibu, tetapi malah tertarik dengan mengidentifikasi tokoh ayahnya karena ada keungkinan sejak awal anak lebih memiliki kedekatan dengan okoh ayah. Anak pun akan berusaha menjadi seperti tokoh ayahnya, mulai dari cara berpakaian, berperilaku, dan sebagainya.
Tahap III, yatu Masa system motivasi sekunder : Belajar terjadi di luar lingkungan rumah atau keluarga. Pada masa ini, identifikasi terhadap tokoh semakin menjadi jelas. Dengan semakin luasnya hubungan sosial, identifikasi terhadap tokoh-tokoh lain dan teman-teman sebaya dapat memperkuat proses identifikasinya yang telah terjadi pada tahap sebelumnya.
Gangguan vegetative
Anoreksia
Anoreksia ialah keadaan nafsu makan kurang atau sama sekali tidak ada. Merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh banyak orang tua mengenai anaknya. Anoreksia disebabkan oleh berbagai faktor, berupa penyakit organis, psikologis atau pengaturan makanan yang kurang baik. Kelainan anoreksia tanpa penyakit organis yang nyata lebih sering ditemukan pada anak tunggal, anak yang umurnya banyak berbeda dengan kakaknya dan pada anak yang orang tuanya telah berusia lanjut. Anoreksia yang menyertai penyakit organis akan menghilang bila anak telah sembuh dari penyakit primernya.
Berbagai penyakit infeksi baik yang mendadak maupun yang menahun, kelainan bawaan misalnya pada jantung dan saluran pencernaan serta mungkin pula karena defisiensi gizi sendiri, misalnya defisiensi besi seringkali menjadi penyebab anoreksia pada anak. Gangguan psikologis terdapat pada anak dari keluarga yang sedang mengalami kesulitan rumah tangga, suasana makan yang kurang menyenangkan, tidak pernah makan bersama orang tua, dipaksakan makan makanan yang tidak disukai. Anoreksia perlu segera mendapat perhatian karena mungkin merupakan gejala sesuatu penyakit yang harus segera diobati. Anoreksia mungkin hanya bersifat sementara, sebagai variasi normal dalam nafsu makan sehari-hari. Anoreksia mungkin tidak bersifat sesungguhnya, yaitu bila anak sebenarnya masih menyukai makanan yang baru, lebih-lebih pola makanan yang baru tersebut berbeda banyak dalam hal warna, bentuk, konsistensi dibandingkan dengan makanan yang disukainya.
Bila berlangsung lama, anoreksia terdiri dari:
a. Memperbaiki faktor penyebabnya, baik karena gangguan organis maupun psikologis.
b. Memperbaiki defisiensi gizi yang telah terjadi dengan pengaturan makanan yang sesuai dan pemberian preparat vitamin.
Preparat vitamin sering diperlukan juga untuk mencegah terjadinya defisiensi bila nafsu makan anak belum pulih dan masukan makanan masih kurang.
c. Obat-obat perangsang nafsu makan misalnya Cyproheptadine, Pizotifen dan sebagainya hanya diberikan bila perlu dan jelas tidak ditemukan penyebab yang nyata dari anoreksia tersebut. Demikian pula dengan obat-obat perangsang pertumbuhan, misalnya Ethylestrenol dan lain-lain. Tanpa melenyapkan faktor penyebabnya dan tanpa pengaturan makanan yang baik, obat-obatan tersebut mungkin tidak akan berhasil memperbaiki anoreksia, bahkan dapat berakibat tidak baik.
Anoreksia nervosa.
Anoreksia nervosa ialah jenis terberat dari anoreksia, sehingga praktis penderita membiarkan dirinya terus-menerus dalam kelaparan. Biasanya kelainan ini terjadi menjelang remaja dan dalam masa remaja. Mungkin diawali dengan melakukan diet untuk menguruskan, terutama pada wanita. Pembatasan makanan oleh mereka dilakukan terlalu cepat dan terlalu kuat, sehingga berat badan merosot dengan pesat. Aktifitas sementara itu berjalan terus walaupun biasanya penderita tampak pertumbuhannya tertinggal dibandingkan dengan teman sebayanya. Perkembangan pubertas terlambat, pada wanita remaja mungkin terjadi amenorea. Penderita selanjutnya menunjukkan kelainan psikologis, membatasi diri dalam pergaulan, sukar berkomunikasi, wajahnya kaku dan tidak gembira.
Pengobatan terdiri dari perawatan dan pengobatan di rumah sakit, yaitu untuk memperbaiki gangguan psikologi dengan psikoterapi.
Pika
Pika ialah nafsu makan yang aneh, yaitu penderita menunjukkan nafsu makan terhadap berbagai atau salah satu obyek yang bukan tergolong makan, misalnya tanah, pasir, rumput, bulu, selimut wol, pecahan kaca. Kotoran hewan, cat kering, dinding tembok dan sebagainya. Terdapat pada golongan anak di bawah umur 3 tahun, biasanya di atas 1 tahun, sebab bayi yang sedang belajar merangkak dan anak sapihan wajar bila suka memasukkan benda-benda yang dipegangnya ke dalam mulutnya. Keadaan tersebut merupakan gejala normal, sebagai suatu tahap perkembangan oral dalam usaha memperoleh pengalaman kepuasan dan mengadakan eksporasi dunia luar dengan jalan menggunakan mulutnya. Pada penderita pika, tingkah laku demikian sering disertai kesukaan untuk bermain dengan benda-benda kotor termasuk ekskreta. Pika mungkin terdapat penderita yang menderita defisiensi gizi, mungkin pula pada penderita yang retardasi mental.
Terapi pika terdiri dari pengawasan yang ketat agar penderita tidak memakan benda-benda yang mungkin berbahaya untuk kesehatannya, misalnya mengakibatkan keracunan dan infeksi. Selain itu kepada penderita diberikan obyek yang tidak berbahaya, yang dapat digunakan untuk menggigit, mengunyah dan dipermainkan dengan mulutnya. Bila terdapat defisiensi gizi, hendaknya diberikan terapi yang sesuai.
Bulimia Nervosa .
Bulimia Nervosa mencakup mengkonsumsi sejumlah besar makanan secara cepat dan berlebihan dan disertai oleh perilaku kompensatori seperti puasa, muntah atau olahraga yang berlebihan, ntuk mencegah bertambahnya berat badan. Pada umumnya, individu yag mengalami bulimia akan makan berlebihan secara diam-diam. Setelah mengkonsumsi makanan dalam porsi yang berlebihan, muncul rasa jijik, tidak nyaman, dan ketakutan bila berat badan bertambah dan kemudian individu tersebut akan melakukan pengurasan untuk menghilangkan efek asupan kalori karena makan yang berlebihan. Pada umumnya, individu akan memasukkan jari-jari mereka ke dalam tenggorokan agar tersedak dan akhirnya memuntahkan semua yang telah dikonsumsinya sebelumnya.
Menurut tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Erik H. Erikson, salah satunya adalah pada tahap 6 (masa dewasa muda) yang dimensi polarisasinya adalah keintiman atau keterasingan. Dimana pada masa ini individu akan memperoleh kesempatan untuk menceburkan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Kesiapan secara fisiologis telah mampu tecapai, bersamaan dengan itu pula, individu memiliki kesiapan psikologis untuk memilih pasangan hidup dalam suatu ikatan dengan kemesraan. Dalam keinginannya untuk memperoleh kemesraan melalui hubungan dengan jenis kelamin yang lain, timbul krisis yaitu ketakutan akan menjadi tersisih dan terpisah. Dan kemesraan tidak dapat diwujudkan. Dengan adanya perasaan ketakutan untuk tersisih dan terpisah, individu yang terutama wanita akan berusaha menampilkan atau menonjolkan dirinya sebaik mungkin agar mendapatkan pasangan hidup seperti yang diinginkannya. Pada kebudayaan tertentu, tampil sebaik mungkin itu berarti wanita yang memiliki bentuk tubuh yang proposional atau ideal. Dengan adanya tuntutan kebudayaan tersebut individu dapat mengambil jalan yang pintas yang dapat menghancurkan dirinya sendiri untuk menuju ke bentuk tubuh dan berat badan yang ideal demi memperoleh kemesraan agar tidak merasa diasingkan dan disisihkan, salah satunya adalah bulimia. Dengan melakukan perilaku bulimia, individu dapat memakan makanan secara berlebihan, namun masih dapat mencegah bertambahnya berat badan. Sehingga individu tidak lagi merasakan keterasingan atau ketersisihan dari lingkungannya.
Kenakalan remaja
Teori Kenakalan Remaja oleh Albert K. Cohen
Fokus perhatian teori ini terarah pada suatu pemahaman bahwa perilaku delinkuen banyak terjadi di kalangan laki-laki kelas bawah yang kemudian membentuk 'gang'. Perilaku delinkuen merupakan cermin ketidakpuasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah yang cenderung mendominasi. Karena kondisi sosial ekonomi yang ada dipandang sebagai kendala dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan sesuai dengan keinginan mereka sehingga menyebabkan kelompok usia muda kelas bawah ini mengalami 'status frustration'. Menurut Cohen para remaja umumnya mencari status. Tetapi tidak semua remaja dapat melakukannya karena adanya perbedaan dalam struktur sosial.
Remaja dari kelas bawah cenderung tidak memiliki materi dan keuntungan simbolis. Selama mereka berlomba dengan remaja kelas menengah kemudian banyak yang mengalami kekecewaan. Akibat dari situasi ini anak-anak tersebut banyak yang membentuk 'gang' dan melakukan perilaku menyimpang yang bersifat 'non multilitarian, nonmalicious and nonnegativistick'. Cohen melihat bahwa perilaku delinkuen merupakan bentukan dari subkulktur terpisah dari sistem tata nilai yang berlaku pada masyarakat luas. Subkultur merupakan sesuatu yang diambil dari norma budaya yang lebih besar tetapi kemudian dibelokkan secara berbalik dan berlawanan arah. Perilaku delinkuen selanjutnya dianggap benar oleh sistem tata nilai sub budaya mereka, sementara perilaku tersebut dianggap keliru oleh norma budaya yang lebih besar dan berlaku di masyarakat.
Kenakalan ini juga ditilik dari motivasinya melakukan, jika dibawah tekanan, itu bukan kenakalan, tetapi jika ia yang menginginkannya dan sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa dicegah untuk merusak dirinya maupun orang lain, itu bisa diklasifikasikan sebagai kejahatan remaja.
Contoh kenakalan remaja yang sering terjadi ; tawuran, membentuk ‘gank’ yang merusuh, gaya berpakaian yang funky yang aneh dan ekstrim, mencuri
LO IV : Jenis NAPZA, factor yang mempengaruhi penggunaanya serta efek psikologinya terhadap anak-remaja
Cannabis
Dikenal dengan nama tumbuhan ganja (tumbuhan hemp), efek akutnya ; euphoria, tachycardia , conjunctivitis, mulut dan esophagus kering. Efek kronisnya ; kerusakan otak,, kanker paru-paru, amenore sekunder karena mengganggu produksi hormon
Alkohol
adalah cairan yang mengandung zat Ethylalkohol. Alkohol digolongkan sebagai NAPZA karena mempunyai sifat menenangkan sistem saraf pusat, mempengaruhi fungsi tubuh maupun perilaku seseorang, mengubah suasana hati dan perasaan. Alkohol bersifat menenangkan, walaupun juga dapat merangsang.Efek alkohol tidak sama pada semua orang tergantung pada keadaan fisik, mental, dan lingkungan. Banyak orang mengatakan bahaya alkohol jauh lebih besar daripada obat lainnya.
Tembakau
berasal dari tanaman Nicotania Tabacum. Nikotin dalam tembakau bersifat merangsang jantung dan sistem saraf. Pada saat tembakau diisap, detak jantung bertambah dan tekanan darah naik akibat nikotin itu. Tetapi bagi para perokok berat, merokok dapat bersifat menenangkan. Zat lain adalah tar yang bisa menyebabkan kanker dan gangguan pernafasan. Sedangkan zat lainnya adalah karbon monoksida dalam asap yang sangat berbahaya. Pengaruh jangka panjang adalah gangguan pada paru-paru dan jantung. Gejala ketagihan berupa pusing, gelisah, cemas, sulit tidur, gemetar atau lelah.
Inhalansia
adalah zat yang dihirup. Salah satu contohnya lem Aica Aibon yang banyak dipakai anak dan remaja karena harganya murah dan
memabukkan. Zat yang ada dalam lem Aica Aibon adalah zat kimia yang bisa merusak sel-sel otak dan membuat kita menjadi tidak
normal, sakit bahkan bisa meninggal
Cocain
zat paling adiktif dan paling berbahaya, disebut juga snow cake, girl, free base/ rocks. Merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erithoxylon digunakan sebagai anestetik local. Efek akutnya vasokonstriktif pembuluh darah , penurunan aliran darah serebral, penurunan penggunaan glukosa. Efek kronisnya ;berkurangnya iritabilitas, konsentrasi, perilaku kompulsif, insomnia berat, penurunan berat badan, kongesti hidung, anxietas, perforasi septum hidung, menyebabkan kerusakan pada saluran bronchial.
Narkotika lain
Untuk relaxan otot, seperti heroin dan morfin, efek akutnya ; nausea, muntah, gangguan pernapasan
Ekstasi
Biasa dikenal dengan club drug, menyebabkan euphoria dan hipertensi, merangsang libido banal, menimbulkan hiperaktifitas SSP dan meningkatkan kemampuan fisik tanpa merubah kesadaran
Obat simultan lainnya
Derivate amfetamin dan mefetamin, berefek meningkatkan aktivitas tubuh, menurunkan nafsu makan, menurunkan konsentrasi, dan jika kronis bisa menyebabkan berat badan turun dan stroke.
Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Pada setiap kasus, ada penyebab yang khas mengapa seseorang menyalahgunakan NAPZA dan ketergantungan. Artinya, mengapa seseorang akhirnya terjebak dalam perilaku ini merupakan sesuatu yang unik dan tidak dapat disamakan begitu saja dengan kasus lainnya. Namun berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa faktor yang berperan pada penyalahgunaan NAPZA.
Faktor keluarga
Dalam percakapan sehari-hari, keluarga paling sering menjadi "tertuduh" timbulnya penyalahgunaan NAPZA pada anaknya. Tuduhan ini tampaknya bukan tidak beralasan, karena hasil penelitian dan pengalaman para konselor di lapangan menunjukkan peranan penting dari keluarga dalam kasus-kasus penyalahgunaan NAPZA. Berdasarkan hasil penelitian tim UNIKA Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang beresiko tinggi anggota keluarganya (terutama anaknya yang remaja) terlibat penyalahgunaan NAPZA.
Keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan NAPZA.
Keluarga dengan menejemen keluarga yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya, ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
• Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.
• Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Di sini peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.
• Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
• Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, dan sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
Faktor kepribadian
Kepribadian penyalahguna NAPZA juga turut berperan dalam perilaku ini. Pada remaja, biasanya penyalahguna NAPZA memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif agresif dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi.
Selain itu, kemampuan remaja untuk memecahkan masalahnya secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan melarikan diri. Hal ini juga berkaitan dengan mudahnya ia menyalahkan lingkungan dan lebih melihat faktor-faktor di luar dirinya yang menentukan segala sesuatu. Dalam hal ini, kepribadian yang dependen dan tidak mandiri memainkan peranan penting dalam memandang NAPZA sebagai satu-satunya pemecahan masalah yang dihadapi.
Sangat wajar bila dalam usianya remaja membutuhkan pengakuan dari lingkungan sebagai bagian pencarian identitas dirinya. Namun bila ia memiliki kepribadian yang tidak mandiri dan menganggap segala sesuatunya harus diperoleh dari lingkungan, akan sangat memudahkan kelompok teman sebaya untuk mempengaruhinya menyalahgunakan NAPZA. Di sinilah sebenarnya peran keluarga dalam meningkatkan harga diri dan kemandirian pada anak remajanya.
Faktor kelompok teman sebaya (peer group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Tekanan kelompok dialami oleh semua orang bukan hanya remaja, karena pada kenyataannya semua orang ingin disukai dan tidak ada yang mau dikucilkan.
Kegagalan untuk memenuhi tekanan dari kelompok teman sebaya, seperti berinteraksi dengan kelompok teman yang lebih populer, mencapai prestasi dalam bidang olah raga, sosial dan akademik, dapat menyebabkan frustrasi dan mencari kelompok lain yang dapat menerimanya. Sebaliknya, keberhasilan dari kelompok teman sebaya yang memiliki perilaku dan norma yang mendukung penyalahgunaan NAPZA dapat muncul.
Faktor kesempatan
Ketersediaan NAPZA dan kemudahan memperolehnya juga dapat dikatakan sebagai pemicu. Indonesia yang sudah mendjadi tujuan pasar narkotika internasional, menyebabkan zat-zat ini dengan mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melansir bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk sampai di SD. Penegakan hukum yang belum sepenuhnya berhasil tentunya dengan berbagai kendalanya juga turut menyuburkan usaha penjualan NAPZA di Indonesia.
Akibat Penyalahgunaan NAPZA
Paling tidak terdapat 3 aspek akibat langsung penyalahgunaan NAPZA yang berujung pada menguatnya ketergantungan.
Secara fisik: penggunaan NAPZA akan mengubah metabolisme tubuh seseorang. Hal ini terlihat dari peningkatan dosis yang semakin lama semakin besar dan gejala putus obat. Keduanya menyebabkan seseorang untuk berusaha terus-menerus mengkonsumsi NAPZA.
Secara psikis: berkaitan dengan berubahnya beberapa fungsi mental, seperti rasa bersalah, malu dan perasaan nyaman yang timbul dari mengkonsumsi NAPZA. Cara yang kemudian ditempuh untuk beradaptasi dengan perubahan fungsi mental itu adalah dengan mengkonsumsi lagi NAPZA.
Secara sosial: dampak sosial yang memperkuat pemakaian NAPZA. Proses ini biasanya diawali dengan perpecahan di dalam kelompok sosial terdekat seperti keluarga, sehingga muncul konflik dengan orang tua, teman-teman, pihak sekolah atau pekerjaan. Perasaan dikucilkan pihak-pihak ini kemudian menyebabkan si penyalahguna bergabung dengan kelompok orang-orang serupa, yaitu para penyalahguna NAPZA juga.
Semua akibat ini berujung pada meningkatkannya perilaku penyalahgunaan NAPZA. Beberapa dampak yang sering terjadi dari peningkatan ini adalah sebagai berikut.
Dari kebutuhan untuk memperoleh NAPZA terus-menerus menyebabkan penyalahguna sering melakukan pelanggaran hukum seperti mencuri dan menipu orang lain untuk mendapatkan uang membeli NAPZA.
Menurun bahkan menghilangnya produktivitas pemakai, apakah itu di sekolah maupun di tempat kerja. Penyalahguna akan kehilangan daya untuk melakukan kegiatannya sehari-hari.
Penggunaan jarum suntik secara bersama meningkatkan resiko tertularnya berbagai macam penyakit seperti HIV. Peningkatan jumlah orang dengan HIV positif di Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan meningkatnya penyalahgunaan NAPZA.
Pemakaian NAPZA secara berlebihan menyebabkan kematian. Gejala over dosis pada penyalahguna NAPZA menjadi lebih besar karena batas toleransi seseorang sering tidak disadari oleh yang bersangkutan.
Dilihat secara lebih luas lagi, terutama dari segi kepentingan bangsa Indonesia, penyalahgunaan NAPZA pada remaja jelas-jelas membawa dampak yang sangat negatif.
LO V : Penanganan pada pengguna NAPZA
HABILITASI
Perawatan ini ditujukan terutama untuk stabilisasi keadaan mental dan emosi pasien sehingga gangguan jiwa yang sering mendasari ketergantungan napza dapat dihilangkan atau diatasi. Keadaan ini merupakan langkah yang sangat panting, sebab usaha rehabilitasi dan resosialisasi banyak tergantung dari berhasil atau tidaknya tahap ini. Pada tahap ini kadang masih ditemukan juga keadaan yang kita sebut slip yang artinya episode penggunaan kembali napza setelah berhenti menggunakan selama kurun waktu tertentu. Atau dapat juga mereka terjatuh kembali menggunakan napza secara tidak terkontrol setelah berhenti menggunakan napza selama kurun waktu tertentu yang dikenal dengan istilah relaps. Oleh sebab itu pada tahap ini perlu dilakukan berbagai bentuk terapi atau kegiatan yang sesuai dengan individu/ keadaan pasien tersebut. Jadi penanganan pada setiap pasien tidak bisa disamaratakan, sangat personal. Pada tahap ini tidak jarang farmakoterapi masih diperlukan untuk mengobati gangguan jiwa yang mendasari ketergantungan napzanya. Dalam hal ini yang biasa dipakai adalah golongan antiancietas, anti-depresi atau anti-psikotik. Motivasi pasien untuk sembuh memang merupakan kunci keberhasilan pada tahap ini. Pasien yang baik, dapat bekerjasama dengan terapisnya tanpa pengaruh napza lagi. Sikap ini akan mempercepat tahap habilitasi, walaupun memang perlu waktu untuk dapat bersikap seperti itu. Selain itu, efek pemakaian napza di otak juga tidak dapat pulih dengan cepat karena berdasarkan penelitian, zat yang dipakai tersebut berkaitan dengan neurotransmitter dalam otak. Untuk mernpercepat rehabilitasi ini, peran lingkungan, terapis dan pendamping yang mendukung proses penyembuhan pasien sangat diharapkan. Habilitasi dapat berupa berbagai bentuk terapi atau kegiatan yang dapat diberikan kepada pasien sesuai dengan indikasi yang ada. Jadi tidak semua bentuk terapi dan kegiatan harus diberikan kepada setiap pasien. Bentuk terapi/kegiatan tersebut antara lain :
− Latihan Jasmani : misalnya lari-lari pagi; karena menurut penelitian, dapat meningkatkan kadar endorfin.
− Akupunktur : dapat meningkatkan kadar andorfin sehingga mengurangi keadaan depresi.
− Terapi Relaksasi : karena banyak pasien yang susah untuk relaks.
− Terapi Tingkah Laku : teknik terapi yang dikembangkan berdasarkan teori belajar. Hukuman diberikan apabila pasien berperilaku yang tidak diinginkan (menggunakan napza) dan hadiah diberikan bila pasien berperilaku yang diinginkan (tidakmenggunakan napza).
− Terapi Disulfiram (Antabuse) : merupakan terapi aversif pada ketergantungan alkohol; jadi merupakan suatu bentuk terapi tingkah laku. Disulfiram menghambat metabalisme alkohol dalam darah sehingga kadar asetaldehida dalam plasma meningkat. Jadi bila minum Disulfiram, lalu kemudian meminum juga alknhol, maka akan timbul suatu perasaan yang tidak enak misalnya mual, muntah, rasa penuh di kepala dan leher, nyeri kepala, muka merah, wajah berkeringat, berdebar-debar, rasa napas pendek, rasa tak enak di dada, vertigo, penglihatan kabur, dan kebingungan. Kontra indikasi pemberian disulfiram ialah penyakit jantung. Dosis 250 mg setiap hari atau 509 mg tiga kali seminggu selama satu tahun. Disulfiram sebaiknya diberikan bersama-lama dengan terapi lain seperti psikoterapi individual atau kelompok, konseling individual atau mengikuti pertemuan alkohol anonimus. Perlu pengawasan dari anggata kaluarga agar terjamin bahwa disulfiram tetap dimakan secara teratur.
− Terapi antagonis opioida : misalnya neltrexon; kerjanya menghambat efek euforia dari opioida sehingga pasien akan merasa percuma menggunakan opioida karena tidak mengalami euforia. Di sini perlu sekali pengertian dari pasien, karena bila pasien tidak serius ingin berhenti memakai opioida, maka bila dia menggunakan naltrexon, dan juga menggunakan opioida, maka dapat terjadi overdosis opioida. Naltrexon diberikan sebanyak 50 mg perhari atau disesuaikan dengan dosis pemakaian opioida; sebaiknya diberikan selama minimal 6-12 bulan.
Kontra indikasinya :
1. Pasien yang mendapat pengobatan dengan analgesik opioida.
2. Pasien yang kadang-kadang masih menggunakan opioida.
3. Pasien yang test urin untuk opioidanya masih positif.
4. Pasien dengan hepatitis akut atau fungsi hepar buruk.
− Methadone Maintenance Program : biasanya yang menjalani program ini adalah mereka yang telah berkali-kali gagal mengikuti program terapi, habilitasi dan rehabilitasi lain. Untuk menjalankan program ini diperlukan administrasi yang baik; untuk menghindari kemungkinan adanya pasien yang mendapat jatah obat lebih. Jadi harus ada satu pusat catatan Medik terpadu.Sebelum mengikuti program ini pasien harus diperiksa secara medis dahulu termasuk pemeriksaan darah rutin, test fungsi hati, rontgen paru-paru dan EKG. Dosis methadon setiap hari dimulai dari 30-40 mg, biasanya dosis maintenance sebesar 40-80 mg perhari. Jarang melebihi 120 mg perhari. Setiap hari pasien harus datang ke pusat terapi dan minum jatah methadon di hadapan petugas; biasanya diminum dengan segelas jus jeruk. Bagi mereka yang sekolah atau bekerja dan konditenya baik dapat datang ke pusat terapi dua kali seminggu dan membawa methadon pulang ke rumahnya (diberikan methadon yang berjangka waktu kerja lama yaitu LAAM - L Alfa Aceto-Methadol). Sewaktu-waktu urin harus diperiksa untuk memastikan bahwa methadon yang diperoleh dan dibawa pulang dipakai sendiri dan bukan dijual.
− Psikoterapi individual : untuk mengatasi konflik intrapsikik dan gangguan mental yang terdapat pada pasien, termasuk gangguan kepribadian.
− Konseling : dapat membantu pasien untuk mengerti dan memecahkan masalah penyesuaian dirinya dengan lingkungan.
− Terapi Keluarga : sangat diperlukan karena pada umumnya keluarga mempunyai andil dalam terjadinya ketergantung napza pada pasien. Terapi ini juga mempersiapkan keluarga beradaptasi dengan pasien setelah yang bersangkutan tidak menggunakan napza lagi.
− Psikoterapi Kelompok : banyak dilakukan dalam program habilitasi karena dirasakan banyak manfaatnya. Pasien lebih dapat menerima kritik, konfrontasi, dan saran yang diberikan pasien lain daripada terapis.
− Psikodrama : suatu drama yang dirancang berkisar pada suatu krisis kehidupan atau masalah khusus. Drama ini dapat membantu pemainnya (pasien) mengenali masalah bagaimana ia mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah tersebut, terapi ini barmanfaat terutama bagi orang yang sulit menyatakan suatu peristiwa atau perasaan secara verbal.
REHABILITASI
Dalam pengobatan ketergantungan napza perlu dilakukan hingga tingkat rehabilitasi. Alasannya, selain menimbulkan gangguan fisik dan kesehatan jiwa, ketergantungan napza juga memberi dampak sosial bagi pasien, lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya.
Rehabilitasi pada hakikatnya bertujuan agar penderita bisa melakukan perbuatan secara normal, bisa melanjutkan pendidikan sesuai kemampuannya, bisa bekerja lagi sesuai dengan bakat dan minatnya, dan yang terpemting bisa hidup menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya. Satu hal lagi yang banyak diharapkan setelah mengikuti rehabilitasi, pasien dapat menghayati agamanya secara baik. Itulah sebabnya banyak lembaga rehabilitasi yang didirikan berdasarkan kepercayaan/agama.
Terapi rehabilitasl ini meliputi beberapa hal :
− Rehabilitasi Sosial : meliputi segala usaha yang bertujuan memupuk, membimbing, dan meningkatkan rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial bagi keluarga dan masyarakat.
− Rehabilitasi Edukasional : bertujuan untuk memelihara dan maningkatkan pengetahuan dan mengusahakan agar pasien dapat mengikuti pendidikan lagi, jika mungkin memberi bimbingan dalam memilih sekolah yang sesuai dengan kemampuan intelegensia dan bakatnya.
- Rehabilitasi Vokasional : bertujuan menentukan kemampuan kerja pasien serta cara mengatasi penghalang atau rintangan untuk penempatan dalam pekerjaan yang sesuai. Juga memberikan keterampilan yang belum dimiliki pasien agar dapat bermanfaat bagi pasien untuk mencari nafkah.
− Rehabilitasi Kehidupan Beragama : bertujuan membangkitkan kesadaran pasien akan kedudukan manusia di tengah-tengah mahluk hidup ciptaan Tuhan; menyadarkan kelemahan yang dimiliki manusia, arti agama bagi manusia, membangkitkan optimisme berdasarkan sifat-sifat Tuhan yang Mahabijaksana, Mahatahu, Maha pengasih, dan Maha pengampun.
Banyak juga yang ,menanamkan di diri pengguna kesadaran akan kesalahannya dengan terapi 12 langkah :
a) Fase pra pencerahan
1. Penyadaran diri bahwa ia menderita ketergantungan / kecanduan dan hidupnya serta orang disekitarnya menderita karena perilakunya
2. Penyadaran diri bahwa ia tidak mampu mengatasi sendiri penyakitnya
3. Penyadaran diri bahwa ia sebenarnya adalah insan yang sangat berguna untuk keluarga dan masyarakat.
b) Fase pencerahan
4. Penyadaran diri bahwa ia dan orang lain menderita karena zat psikoaktif
5. Penyadaran diri bahwa ada orang-orang yang siap menolong dirinya dan ia bersedia ditolong dengan mengizinkan terapis dan teman sekelompknya saling memonitor penggunaan NAPZA setiap individu
6. Penyadaran diri bahwa ia harus berubah demi dirinya dan orang-orang yang dicintainya.
c) Fase aksi
7. Penyadaran diri bahwa kerugiannya dan orang yang dicintainya sangat besar
8. Penyadaran diri bahwa sekarang tiba waktunya untuk mengurangi jumlah dan frekuensi penggunaan zat-zat tersebut
9. Peyakinan diri bahwa mengurangi jumlah dan frekuensi penggunaan zat perlu dipercepat
d) Fase mempertahankan dan mengembangkan
10. Peyakinan diri bahwa sekarang telah tiba waktunya untuk aktualisasi dirinya
11. Meyakinkan pasien bahwa kalau bisa berhenti sekarang, mengapa harus besok?
12. Meningkatkan harga diri pasien bahwa ia mampu dan wajib menolak kelompok pengedar narkoba.