Sunny day, October 04, 2009, 6:42 am
C bingung memulai cerita dari mana, saking banyaknya cerita sedih yang mau c ceritain, tapi juga ga bagus kalo c ceritain secara acak, harus runut dulu.
Hari kemarin c lalui di jalanan ketaping, tiram ulakan, padang galapuang, pauh kambar, balai basuo, limau hantu, punggung lading, ampalu, ambuang kapua, jati pariaman, padusunan, sungkai, padang kajai, padang sarai, padang kunik dan sikapak. Rute itu kami tempuh untuk melihat keadaan saudara2 kami 4hari pasca gempa, banyak cerita nestapa kemarin….
Belum jauh dari rumah kami singgah membeli beberapa makanan dulu, untuk diberikan bagi yang membutuhkan, tidak banyak, semampu kami saja. Di Lubuk Alung efek dari gempa 7,6 SR itu tak parah('hanya' 9 orang saja yang dikabarkan meninggal dunia), masih banyak rumah2 yang berdiri teguh, paling2 rumah yang rusak berat memang dikarenakan pondasi yang tak kuat ataupun bangunannya sudah terlalu tua, tapi di jalanan Ketaping banyak kami temui rumah yang rusak berat, ga layak huni lagi, di Kabun kami berhenti sebentar menengok keadaan Tek Rayo, rumahnya lumayan parah rusaknya, dan terpaksa untuk berdiam di kedainya yang terbuat dari pondok kayu, itu lebih aman bagi mereka. Di Aia Tajun, rumah Bundo 'hanya' rusak atap depan rumahnya dan retak2 di dapurnya, tapi masih bertahan di sana, sedangkan rumah sahabat c, dila, di depannya, tidak apa-apa.infrastruktur jalanan lumayan kuat, hanya di beberapa titik saja yang retak dan bolong, selepas Aia Tajun, mulai terlihat keparahan yang ditimbulkan gempa itu, rumah baru maupun lama banyak sekali yang retak besar bahkan ambruk atapnya mencium tanah, banyak tenda yang didirikan di depan rumah, sekedar tuk merebahkan badan di malam hari tapi tak layak untuk melindungi diri dari terpaan angin dan hujan. Memasuki daerah Pilubang dan Kambiang Ampek, sama mirisnya, entahlah bagaimana caranya mereka bisa membangun rumah sederhana mereka lagi, untuk penghidupan sehari-hari saja sudah mancaguik-caguik, alang kepalang susahnya, ditambah lagi kejadian ini, jikalau hanya mengharapkan cairnya sumbangan pemerintah, mungkin nasib mereka akan terlunta-lunta tanpa tempat berdiam yang layak. Di ladang semangka Apa, kami singgah sebentar untuk memuat segerobak semangka yang nanti akan diberikan pada orang2 yang kami temui di kampung, lumayan pelepas dehidrasi mereka.
Biasanya, jika perjalanan jauh, c bisa tertidur karna saking bosannya dengan pemandangan itu-itu saja, tapi hari itu lain, tak sepicing pun mata ini terpejam, demi melihat luluh lantaknya rumah orang2 di sepanjang jalan Ulakan (terbayang c di rumah, tak ada retak2 yang berarti, rumah tetap berdiri kokoh), jalanan pun retak2, dahsyat sekali gempa itu, mungkin ada 90% rumah di sana tidak layak huni lagi, memang suasana sepi sekali(mungkin ada yang langsung kabur keluar dari sumbar ini, karna daerahnya di bibir pantai), ada beberapa tenda, tapi tak terlihat penghuninya, mungkin sedang mencari bantuan ke posko2 bencana terdekat. Sepertinya bantuan untuk sekedar air mineral dan mie instan sudah mereka dapatkan , tetapi bantuan untuk tenda dan bahan untuk memperbaiki rumah mereka belum ada terlihat.
Di Padang Galapuang banyak sekali rumah yang rusak parah, tapi penduduknya masih rame. Salah satu mesjid di sana, mesjid Syeh Burhanuddin, rusak parah dan menaranya mau dirobohkan, karna bisa membuat bahaya sewaktu-waktu. Ada cerita sedih di sana, (entahlah lokasinya tak c tau pasti) di Sunur Tapakis, dekat daerah ini juga, ada kemalangan yang sangat malang c rasa, ada rumah yang sedang bersuka cita, merayakan perhelatan anak kemenakan mereka, dua pengantin yang sedang bersanding di pelaminan dan menyambut para Sumandan(saudara2 perempuan mempelai pria) di sore naas itu, tak dinyana gempa datang mengacaukan segalanya, kedua pengantin tak sempat menyelamatkan diri, terkubur bersama sanak keluarga yang lainnya, betapa menyedihkan, itu hari bahagia mereka, hari mereka menjadi raja dan ratu, hari dimana harapan mereka tengah membuncah untuk melangkah kedepannya bersama belahan hati yang kini tangan sudah ada digenggaman, tapi apalah daya, Allah punya banyak rencana, dan kita harus yakin, rencana itulah yang terbaik…
Kami sempat terhenti di Pauh Kambar, karna rombongan orang penting di negri ini datang melawat, entahlah itu RI no 1 atau no 2, yang jelas keamanan ketat sekali, semua kendaraan harus menepi. Syukurlah pemerintah negri ini cepat bergerak, walau terkadang ada beberapa kondisi yang tidak berpihak kepada rakyat yang berada dipedalaman, tapi setidaknya mereka(pemerintah) sudah terlihat untuk melayani rakyatnya.
Di Balai Basuo, banyak bervariasi, ada rumah yang masih bagus, rusak ringan hingga berat, tapi itu lumayanlah.
Kami pun singgah di kedai mertua Niwa di Limau Hantu, di sana terbilang cukup parah, banyak yang ga layak huni juga.kedai itu pun terlihat mengkhawatirkan karna bersanding dengan bangunan rumah utama yang sudah tua yang ikut condong digoncang-goncang gempa, berbahaya sekali jika tidak dirobohkan. Di samping kedai ada rumah saudara Ajo Niwa yang baru saja di bangun, atap sengnya masih mengkilat, tembok dindingnya memang belum sempat di-cat, tapi sudah ambruk tak bersisa. Masih di sekitar sana, tetap ada yang bersikukuh untuk melangsungkan pesta pernikahan (mungkin hari ini, karna kemarin orang sudah masak2), beda sekali dengan persiapan pesta biasanya, sepi sekali orang2 yang bergotongroyong mempersiapkannya, mungkin pestanya tidak bisa ditunda lagi, walo ada kemalangan kayak gini, mau tak mau tetap lanjut juga, walo udah bisa ketebak bahwa ga banyak yang bakalan hadir (banyak yang seperti ini, ada 3 tempat yg kami temui yang sepertinya tetap baralek bagaimanapun keadaannya), pheww… betapa getirnya perasaan kedua keluarga, bercampur sedih dan bahagia, mungkin lebih banyakan sedihnya. Yah, mau gimana lagi, di Minang ini memang sudah tradisinya setelah lebaran ini seringnya pesta dilangsungkan, karna berasumsi banyak sanak saudara yang pulang ke kampung dan bisa mengahadiri perhelatan. Tapi jika hari bahagia yang telah ditetapkan itu dihadang musibah ini, baa jo lai?
Nyampe di rumah mertua Niwa(2km dari kedai tadi), rumah yang lama sudah tak layak huni lagi, rumah baru disampingnya hanya atap teras yang terlepas dan jatuh ke tanah, di dalamnya hanya ada retak lumayan besar dekat jendela, tapi itu tak terlalu berarti jika di bandingkan rumah saudara2nya lain di depan, dan di samping yang rusak parah. Di rumah Mandehnya tepat di depan, ambruk, tapi untungnya nenek yang sudah lamur matanya melihat bisa diselamatkan keluar ketika gempa terjadi, hingga tak ada yang menjadi korban. Di sana kami hanya bisa membantu sedikit dengan barang2 yang kami bawa tadi. Di sana bensin sangat langka, listrik pun begitu, bahkan ada yang memanfaatkan keadaan, untuk menumpang nge-charge handphone harus dipungut biaya Rp. 5000,- oleh orang yang punya diesel/genset, ya ampun….
Setelah dari sana, c request sama Apa untuk ke Padang Sago yang kata orang sudah rata dengan tanah, c khawatir sekali dengan keluarga Helma di sana, dia baru saja kehilangan Ayahnya 3bulan yang lalu, semoga saja dia tidak kehilangan lebih banyak lagi. Huff… memang benar kata orang, daerah di situ parah sekali…., ada pun rumah berdiri tegar, itu sangat langka, paling tidak ada rusak sedang, banyak anak2 kecil yang berdiri di tepi2 jalan mengacungkan kardus2 air mineral untuk memohon bantuan alakadarnya dari siapa yang terketuk hatinya. C harus berkali-kali mengacungkan tangan pada Ama untuk meminta uang untuk mengisi kardus2 mereka, jarak 5 meter ada lagi..ada lagi dan ada lagi, tapi itu memang layak, karna mereka sangat butuh itu, bagaimana mungkin mereka bisa bertahan, jika mata pencarian mereka pun sekarang barangkali sudah tak bisa diharapkan(banyak petani di sana, lalu bagaimana bertani dengan keadaan seperti ini). Karna rumah Helma jauh banget kami jadi banyak melewati rumah2 yang luluh lantak, entahlah ada korban jiwa atau ngga, yang jelas c berdebar2 sekali ketika udah mendekati rumah Helma, semoga…semoga… semoga tak terjadi hal yang buruk…, ya itu dia, c masih ingat rumahnya, c pernah ke sana saat kemalangan 3 bulan kemarin, di dekat SD(yang sudah bolong), rumah itu masih berdiri, dari luar kelihatan tak apa2, tapi di dalamnya rusak parah, tidak bisa di huni lagi, si Helma sedang tertidur di tenda darurat di samping rumahnya, pheww.. lega rasanya ketika mengetahui keluarganya tak kurang sedikit pun, Alhamdulillah, soalnya kami cemas sekali saat tahu daerah itu juga daerah terparah, tapi yang penting kan nyawa yang selamat dulu, harta benda bisa dicari nanti2. Ama dan Apa sempat berbincang2 dengan ibu Helma, Helma juga cerita kalau bantuan banyak yang datang tapi banyak mengalir di daerah atas dari sana, di Tandikek yang menguras semua perhatian, karna ada 3 jorong(desa) yang masih tertimbun longsor Gunung 3Tandikek,patamuan VII namanya, biasanya bisa ditempuh dengan angkot merah Padang Sago itu, tapi sekarang ngga lagi, jalanan ke sana lumpuh, makanya evakuasi korban lamban sekali, di lokasi itu baunya anyir banget, mayat ratusan orang yang sudah 4 hari membusuk tertimbun di sana, entah masih ada keajaiban tuk menemukan orang yang masih bernafas dari timbunan longsor itu atau ngga, katanya ada 400an orang yang belum terevakuasi, 3 desa!bayangkan saja, apalagi di sana termasuk daerah yang subur, banyak penduduk yang menetap disana, di lereng2 gunung, ratusan rumah lenyap dalam sekejap, ratusan nyawa pun tak terselamatkan, innalillahi wa inna illahiroji'un, ujian yang berat untuk kita, kita hanya berharap bantuan terus mengalir ke sana, baik untuk mengevakuasi atau pun menyelamatkan penduduk yang sudah lolos dari maut di sana, baik yang datang dari negri ini maupun dari luar.
Lalu kami putar arah, menuju pariaman kota, untuk kemudian ke kampung Apa, Padusunan, sempat juga melewati rumah Neta yang rusak di bagian depan rumahnya, tapi tak ada Neta terlihat di sana, jadinya urung untuk singgah. Di pariaman kota, tak terlalu parah, mungkin karna kebanyakan ada bangunan baru, jadi tdk separah di pedalaman, atau mungkin karna tidak dilewati oleh jalur pergerakan gempa yang terlalu dahsyat. Sempat mengantri sebentar untuk mengisi bensin mobil, antriannya tak erlalu panjang, tetapi untuk motor, itu luar biasa ramenya, ga cukup 1 jam untuk mengantri demi 5 liter bensin (di Padang lebih parah lagi). Mampir sebentar di perumnas Padusunan, di rumah Widya, ibu nya yang ketika gempa terperangkap longsor di Silaiang ternyata udah pulang, walo bisa terlepas keesokan harinya tapi tak apa2, yang penting selamat.
Padusunan cukup parah, seperti yang sudah2, ga layak huni lagi.tapi kami singgah juga di rumah Pak Yus, saudara Apa, rumah beliau hanya rusak ringan, tapi di sebelahnya rusak parah, dan kami juga diberitahu kalo di sungkai (rumah Apa) juga parah.yah, ketika kami mendapati keadaan di sana memang seperti itulah adanya, ada 7 rumah di sekitar sana, hanya 1 rumah yang di huni secara bersama sekarang, parah kan? Orang2 yang tersisa di sana berupaya menopang rumah2 condong dengan kayu seadanya, walo sewaktu-waktu juga bisa roboh, tapi setidaknya sebelum ada kesempatan untuk diperbaiki rumah itu masih bisa bertahan dengan kondisi genting begitu. Rumah nenek c, sudah tak ada harapan, tinggal sentil sedikit(atau diseruduk kambing mo kawin juga bisa), bakalan roboh saat itu juga, tapi Apa masih bersikukuh menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan dari kamar paling depan, yah … kami mendapatkan meja (kali aja bisa untuk meja belajar c di Padang), lemari yang tertimpa dinding kamar masih berusaha di keluarkan Apa, walau c udah berkali2 memperingatkan Apa supaya ngga nekat, takutnya Apa bisa tertimpa atap rumah yang tergantung mengkhawatirkan, tapi tahulah… Apa kan keras kepala, teteeeep aja, akhirnya bisa juga ngeluarin isi lemari (piring2 yang pecah dan utuh, kain bakarak, semacam songket untuk para pria yang menjadi marapulai yang udah apek, celana cubrai Apa juga ada, hehehe jadul banget).di sana banyak juga kami ngasih makanan yang kami bawa tadi, karna di situ baru di data saja kerusakan yang terjadi, belum ada dapet bantuan. Sejak beberapa tahun kemarin rumah Apa dan lingkungan sekitarnya memang sudah sepi sekali, karna orang2 di sana sudah pergi merantau semua, hanya beberapa yang ma tetap tinggal dan mengolah tanah di sana untuk bertanam coklat atau apapun, c inget banget, kalo sekali2 pulang kampung di saat2 mo puasa (ziarah ke kuburan Anduang), lebaran, atau baralek, rumah itu rame sekali, tapi sayang sekarang ngga lagi, apalagi kalu udah hancur begini, tak ada yang menghuni lagi.
Beranjak ke Padang Kajai, ke rumah Kakaknya Apa(bukan saudara kandung, tapi sangat akrab sekali), di sana tak terlalu parah, hanya dapur yang merengkah.tapi di Padang Sarai, rumah kakak Apa( pak Pian, alm), kami tercengang, rumah itu ambruk, bagian depan rata dengan tanah, padahal itu baru di reparasi sebelum puasa kemarin dengan biaya 14juta(10 juta dari dana bantuan akibat kerusakan gempa yang lalu2), trus motor satu2nya juga terhimpit atap teras, yang waktu itu sedang di parkir coz ketika gempa di sana lagi hujan deras. One (iparnya Apa) bercerita kalo dia jatuhbangun menyelamatkan kakaknya yang sudah Alzheimer dan stroke ketika gempa itu, tapi untungnya bisa keluar, karena beberapa saat setelah itu rumah ambruk, ngga ada rumah di sekitar situ yang selamat. Kini mereka tidur di gudang kayu dengan berdindingkan sprei kain yang di sambung2, yang tak sama sekali ngga layak tuk ditempati, bantuan pun belum datang..ya Allah, berat sekali cobaan mereka, mereka juga bukan keluarga yang berada dan punya persediaan makanan yang cukup. Tapi mereka masih bisa tersenyum menyambut kedatangan kami, mereka bahagia sekali kami datang utk melihat keadaan mereka dan juga sedikit bawaan kami.
C kira kami udah selese ngunjungin smw keluarga(coz pas lebaran Cuma sampe situ), eh ternyata masih ada di padang kunik, ada cerita sedih pula di sana. Ada namanya Ci Ani, beliau sudah beberapa bulan sakit jantung, dan ketika gempa kemarin semakin bertambah2, beliau tidur aja di bak belakang mobil, karna rumah memang ngga bisa di tempati lagi, di sana terasa dingin sekali, tapi bukan itu yang jadi masalahnya, anaknya perumpuan harusnya udah menikah 15hari selepas lebaran kemarin, karna memang udah bertunangan dengan orang Padang Alai, tapi malang emang ga bisa di tolak, untung ga bisa di raih, rumah besannya itu jatuh ke jurang dan di sana ada kira-kira 12 orang, dan sampe sekarang belum ketemu2 puing2 rumahnya ataupun jenazahnya (sekarang menjadi headline news di TV-TV nasional), ayah, ibu, adik,kakak, sepupu, kemanakan, etek dan keluarga lainnya dari calon mempelai pria hilang dalam longsornya bukit Padang Alai yang menelan lahap rumah mereka, meski pun si calon mempelai pria berada di Pekanbaru dan baik2 saja, tetap saja menyedihkan, jika keluarga itu menangis setidaknya keluarga yang lain juga sabak(bersedih), dan sudah bisa ditebak, pernikahan itu belum jadi dilangsungkan. Sampai sekarang evakuasi masih terus diupayakan 24jam nonstop di sana, dan warga yang selamat juga sudah mulai kelaparan, karna jalan ke sana terisolir, jalan satu2nya putus, dan hanya bisa dijangkau dengan helicopter ke sana.
Terakhir, kami ke Sikapak, itu sudah malam banget, gelap2an karna mati lampu, tapi ada singgah sebentar, memang juga banyak yang rusak berat.
Hummm… perjalanan kemarin sangat melelahkan, tapi batin ini lebih lelah lagi, melihat penderitaan saudara2 kami semua di Pariaman…. Menjerit hati ini melihat luluhlantaknya kampung kami dalam sekejap, pilu rasanya melihat gurat derita dari saudara2 kami yang tiada daya tapi masih mampu bertahan dengan keadaan ini, ingin rasanya punya kemampuan lebih untuk meringankan beban mereka, ga hanya dengan sekedar menghibur dan memberi bantuan sedikit. Tapi apa daya, c belum punya kemampuan tuk menolong orang banyak layaknya dokter, atau pun jadi relawan yang membantu evakuasi korban, atau jadi dermawan yang menggelontorkan dana sebanyak2nya untuk korban2 di pedalaman yang belum tersentuh bantuan, c juga ga punya alat berat untuk menolong orang2 yang terperangkap di reruntuhan bangunan di Padang maupun longsor di Padang Alai dan Tandikek..
C hanya punya do'a, Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, dan semoga do'a c dan semua orang lainnya akan dikabulkan….
Hasbunallah wa ni'mal wakiil ni'mal maula na ni'mal natsir..