BAB I
TINJAUAN
PUSTAKA
1.1 Anatomi dan
Fisiologi Medula Spinalis
Anatomi
Medula
spinalis merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang dikelilingi dan
dilindungi oleh kolumna vertebralis. Medula spinalis terletak di dalam kanalis
vertebralis yang fleksibel, yang dibentuk oleh 7 vertebrae servikal, 12
vertebrae torakal, 5 vertebrae lumbal, dan 5 vertebrae sakral. Pada sisi
kolumna terdapat celah yang disebut foramen intervertebralis. Medula spinalis
sendiri berawal dari foramen magnum dan berakhir di vertebrae lumbal 1 dan 2.
Medula
spinalis terdiri dari 31 segmen : 8 segmen servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5
sakral, dan 1 koksigeal. Saraf-saraf
spinal terdiri dari berkas saraf sensorik dan motorik, yang memasuki dan keluar
dari medula spinalis setinggi vertebrae masing-masing. Saraf-saraf spinal
dinamai dan diberi nomor sesuai dengan tempat keluar dari kanalis vertebralis.
Saraf spinalis C1-C7 keluar diatas vertebraenya, C8 keluar diantara vertebrae
servikal 7 dan torakal 1. Saraf- saraf lainnya keluar di bawah vertebrae
masing-masing.
Susunan
medula spinalis dari luar ke dalam adalah dinding kanalis vertebralis (terdiri
atas vertebrae dan ligamen), lapisan jaringan lemak (ekstradural) yang
mengandung anyaman pembuluh darah vena, duramater, arachnoid, ruangan subarachnoid,
yang berisi cairan serebrospinal, piamater, yang kaya dengan pembuluh darah dan
langsung melapisi permukaan luar medula spinalis
Gambar
1. Penampang Medula Spinalis
Pada
permukaan medula spinalis dapat dijumpai sejumlah cekungan-cekungan memanjang
sebagai berikut:
1. Fissura
mediana ventralis, merupakan cekungan yang dalam mencapai daerah komisura
grisea pada permukaan ventromedial medula spinalis
2. Sulkus
medianus dorsalis, merupakan cekungan yang dangkal pada permukaan dorsomedial
medula spinalis. Dari dasar cekungan ini terbentang septum medianum dorsal ke
arah permukaan dorsal komisura grisea
3. Sulkus
dorsolateralis, merupakan cekungan pada permukaan dorsolateral medula spinalis,
tempat masuknya serat-serat radiks dorsal saraf spinalis
4. Sulkus
intermedius dorsalis, hanya terdapat pada segmen servikal bagian kranial,
terletak di antara sulkus medianus dorsalis dan sulkus dorsolateralis. Dari
sulkus ini keluar septum yang memisahkan fasciculus gracilis dan fasciculus
cuneatus di daerah servikalis
5. Sulkus
ventrolateralis, berupa cekungan yang tidak begitu jelas, tempat keluarnya
radiks ventral saraf spinalis. Radiks ini tidak keluar pada permukaan
ventrolateral medula spinalis seperti radiks dorsalis
Pada
potongan melintang medula spinalis, hampir pada setiap segmen mempunyai
kemiripan. Pada bagian sentral terdapat substansia grisea yang berwarna abu-abu
berbentuk seperti kupu-kupu atau seperti huruf H. substansia grisea mengandung
badan sel yang banyak beserta percabangan dendritnya, dimana banyak serat-serat
saraf terutama yang tidak bermielin. Selain itu substansia grisea kaya akan
pembuluh darah kapiler. Banyaknya kapiler dan sedikitnya serat yang bermielin
menyebabkan bagian ini menjadi lebih gelap (abu-abu)..Substansia grisea terbagi
atas cornu posterior, daerah intermediat dengan cornu lateral, dan cornu
anterior. Potongan melintang substansia grisea terdiri dari sejumlah lamina .
Substansia alba mengandung sedikit serat-serat saraf yang bermielin dan tidak
bermielin, dengan arah paralel dengan sumbu panjang medula spinalis. Pada
substansia alba tidak terdapat badan sel. Terdapatnya serat bermielin berwarna
putih menyebabkan substansia alba berwarna putih.
Di setiap bagian tengah
medula spinalis, substansia alba tersusun atas tiga funikuli (kolumna):
funiculus posterior, terletak antara septum medianus posterior dan cornu
posterior; funiculus lateral, terletak antara cornu posterior dan cornu
anterior; dan funiculus anterior, terletak antara cornu anterior dan fissura
mediana anterior. Pada segmen servikal dan torakal atas funikulus posterior
terbagi menjadi bagian medial, fasikulus grasilis, dan bagian lateral,
fasikulus kuneatus.
Gambar 2. Potongan
melintang medula spinalis
Saraf-Saraf Spinalis
Hampir
seluruh serat akar saraf spinalis keluar dari sulkus posterolateral, dan
sisanya keluar dari sulkus anterolateral medula spinalis. Semua berkas ini
kemudian berkumpul membentuk radiks spinalis, dan akhirnya menjadi 31 pasang
saraf spinalis. Saraf spinalis melewati foramen intervertebralis dan terdistribusi
sesuai segmen tubuh yang dipersarafi, kecuali segmen servikal pertama, yang
keluar melewati antara os occipital dan vertebrae servikal I. Saraf spinal
servikal berjumlah 8 pasang, thorakal 12 pasang, lumbal 5 pasang, sakral 5
pasang, dan koksigis 1 pasang.3 Tujuh pasang pertama saraf spinalis
servikal dinamai berdasarkan tulang dibawah tempat keluar saraf tersebut,
sedangkan saraf spinalis servikal 8 keluar melewati foramen intervertebralis
antara os servikal 7 dan thorakal 1.
Masing-masing saraf spinalis lainnya dinamai sesuai dengan vertebrae
diatas tempat keluar saraf. Karena saraf spinalis lebih pendek daripada kolumna
vertebralis, beberapa tingkatan daerah yang dipersarafi pada permukaan
(dermatom) biasanya akan berbeda dengan tingkat keluar saraf spinalis dari
kolumna vertebralis. Sebagai contoh, radiks saraf servikal I keluar dari medula
spinalis pada tingkat vertebrae servikal pertama; radiks saraf thorakal I
keluar pada tingkat vertebrae servikal VII; radiks saraf lumbal keluar pada tingkat
vertebrae thorakal XII; dan seluruh radiks saraf sakral keluar dari tingkat
vertebrae lumbal I.
Masing-masing saraf spinalis memiliki radiks
dorsal dan ventral. Radiks dorsal terdiri atas serat-serat aferen atau sensorik
yang dibentuk dari ganglion spinalis yang terletak di dalam foramen
intervertebralis. Ganglion spinalis ini terdiri dari badan sel dari
neuron-neuron sensorik. Radiks ventral terdiri dari serat-serat eferen atau
motorik, dimana badan selnya terdapat di dalam substansia grisea medula spinalis.
Gambar 3. Dermatom
Perdarahan medula
spinalis
Arteri
a.
Arteri
Spinalis Anterior
Arteri ini dibentuk dari penggabungan
sepasang cabang dari arteri vertebralis . Arteri ini berjalan turun sepanjang
permukaan ventral medula spinalis servikal dan sedikit menyempit dekat T4.
b.
Arteri
Spinalis Medialis Anterior
Arteri ini merupakan kelanjutan dari
arteri spinalis anterior di bawah T4
c.
Arteri
Spinalis Posterolateralis
Arteri ini berasal dari arteri
vertebralis dan berjalan turun ke segmen servikal bawah dan torakal atas.
d.
Arteri
Radikularis
Beberapa (tetapi tidak semua) arteri
interkostalis dari aorta memberikan cabang segmental (radikular) ke medula
spinalis dari T1 sampai L1; cabang yang terbesar, arteri radikularis ventralis
magna atau arteri Adamkiewicz, memasuki medula spinalis di antara segmen T8 dan
L4. Arteri ini biasanya timbul di sisi kiri, dan pada kebanyakan orang,
memberikan sebagian besar suplai darah arteri untuk setengah dari bagian bawah
medula spinalis. Walaupun oklusi pada arteri ini terjadi, oklusi ini
menyebabkan defisit neurologi yang besar (misalnya, paraplegia, hilangnya rasa
pada tungkai, inkontinensia urin).
e Arteri Spinalis Posterior
Sepasang arteri ini jauh lebih kecil
daripada arteri spinalis anterior besar yang tunggal; arteri ini
bercabang-cabang pada berbagai tingkat untuk membentuk pleksus arterialis
posterolateralis. Arteri spinalis posterior menyuplai kolumna putih dorsalis
dan bagian posterior dari kolumna kelabu dorsalis.
f Arteri Sulkalis
Pada setiap segmen, cabang-cabang dari
arteri radikular yang memasuki foramen intervertebralis menyertai akar saraf
dorsalis dan ventralis. Cabang-cabang ini menyatu langsung dengan arteri
spinalis anterior dan posterior untuk membentuk cincin arteri yang tidak
beraturan (suatu korona arterialis) dengan hubungan-hubungan vertikal. Arteri
sulkalis anterior muncul di berbagai tingkat sepanjang medula spinalis servikal
dan torakal di dalam sulkus ventralis; arteri ini menyuplai kolumna ventralis
dan lateralis di kedua sisi medula spinalis.
Gambar
4. Potongan melintang dari medula spinalis servikal.
Arteri
spinalis anterior berjalan sepanjang medula spinalis dan terdapat di sulkus
ventralis anterior medula spinalis. Ujung cranial arteri spinalis
anterior naik dari bagian keempat dari arteri vertebrae dan turun diatas
permukaan ventral medula menuju garis tengah untuk bergabung dengan arteri
spinalis anterior dari sisi berlawanan. Kedua pembuluh ini biasanya
berukuran kecil tapi memiliki kapasitas untuk hipertrofi dan merupakan sumber
potensial kolateral ke medula dan medula spinalis. Arteri spinalis anterior
dibantu oleh 3 anastomase arteri anterior pada daerah servikal.
Pembuluh-pembuluh ini berasal dari arteri vertebrae, arteri servikalis
profunda, dan arteri costoservikal atau arteri servikal pada asenden dan
biasanya bergabung dengan arteri spinalis anterior pada pada tingkat
C3, C6, dan C8.
Pembuluh
ini mendapat darah dari aorta melalui arteri intercostal atau lumbal. Dalam
perjalanannya melewati cauda ekuina, arteri anterior bergabung dengan cabang
dari arteri lumbal, illiolumbal, arteri sakral medial, dan lateral.
Arteri
spinalis anterior bukan merupakan pembuluh darah yang berkelanjutan. Bahkan
bisa dikatakan arteri ini sebagai sistem anastomase serial yang didarahi oleh
arteri-arteri anastomase seperti juga arteri Adamkiewicz.
Vena
Pleksus
venosus eksternus yang tidak beraturan terletak di dalam ruang epidural dan
berhubungan dengan vena-vena segmental, vena vertebralis dari kolumna
vertebralis, pleksus basilaris di kepala, dan melalui vena pedikularis, pleksus
venosus internus yang lebih kecil yang terletak di dalam ruang subaraknoid.
Seluruh drainase darah vena berakhir ke dalam vena kava.
Drainase vena medula
spinalis
Drainase
intrinsik medula spinalis terjadi melalui sistem vena sentral dan sekelompok
vena radial.
Vena
sentralis medula spinalis menuju ke fissura median anterior dan memasuki vena
spinal median anterior. Vena radial melewati permukaan medula spinalis dimana
terbentuk plexus. Plexus ini drainasenya adalah ke vena spinalis median
anterior.
Sepertiga
posterior medula spinalis didrainase oleh satu serial vena radial ke plexus
posterior. Darah dari vena spinalis medial anterior dan dari vena plexus
posterior memasuki sekelompok vena anastomose, yang menembus dura dan memasuki
plexus vertebralis internal dan external. Sistem ini meluas sepanjang canalis
spinalis dan beranastomase dengan vena cava, sistem azigos dan hemiazigos.
Pengaturan seperti ini memungkinkan darah dialirkan ke plexus pelvic vena dan masuk
ke sinus dural dan vena serebral melalui foramen magnum.
Fisiologi Motorik
Medula
spinalis tidak hanya merupakan penyalur untuk sinyal sensorik ke otak atau
untuk sinyal motorik dari otak kembali ke perifer. Kenyataannya, tanpa
lingkaran neuronal khusus pada medula, bahkan sistem pengatur motorik yang
paling kompleks sekalipun dalam otak tidak dapat menghasilkan gerakan otot
dengan tujuan-tujuan tertentu. Sebagai contoh, tidak ada lingkaran neuronal di
mana pun dalam otak yang menghasilkan gerakan spesifik kaki ke depan dan ke
belakang yang diperlukan pada waktu berjalan. Malah lingkaran untuk pergerakan
ini ada di dalam medula, dan otak secara sederhana mengirimkan sinyal perintah
untuk merangkai proses gerakan berjalan
Setiap
segmen medula spinalis antara satu saraf spinal dan saraf berikutnya mempunyai
beberapa juta neuron dalam substansia griseanya. Neuron-neuron ini terdapat
dalam dua tipe, yakni neuron motorik anterior dan interneuron.
Fisiologi Sensorik
Perasaan
tubuh dapat dibagi dalam tiga golongan; perasaan kulit atau perasaan permukaan,
perasaan sendi otot dan tendon termasuk perasaan dalam, perasaan visera dan
perasaan alat-alat dalam. Perasaan kulit misalnya; perasaan nyeri, raba dan
suhu.
Perasaan
sendi, otot, tendon, perasaan dalam, menyebabkan kita dapat mengetahui bahwa
bagian tubuh sedang bergerak, arah bergeraknya dan sikapnya.
Fisiologi Otonom
Saraf
otonom ialah saraf yang menginervasi alat-alat dalam tubuh seperti
kelenjar-kelenjar, pembuluh darah, paru-paru, lambung, usus, ginjal dan lain-lain.
Alat-alat ini mendapat dua jenis persarafan otonom yang fungsinya bertentangan.
Bila yang satu merangsang, yang lainnya menghambat, dan sebaliknya. Kedua jenis
susunan saraf otonom ini, yang satu berupa susunan saraf simpatis (ortosimpatis ) dan yang lainnya
disebut parasimpatis
Pusat
bagian perifer susunan saraf simpatis terletak di kornu lateralis medula
spinalis mulai dari segmen servikal VIII hingga lumbal I. Pusat perifer susunan
saraf parasimpatis sebagian terletak di dalam kornu lateralis medula spinalis
segmen sakral II hingga IV.
1.2 Definisi
Trauma medula
spinalis
adalah trauma yang terjadi pada jaringan medula spinalis yang dapat menyebabkan
fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata atau kerusakan
jaringan medula spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang
medula spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi.
Paraplegi adalah kelumpuhan kedua tungkai akibat
lesi bilateral atau transversal di medula spinalis dibawah tingkat servikal.
Fraktur kompresi terdiri dari kata fraktur dan
kompresi. Fraktur artinya keadaan patah atau diskontinuitas dari jaringan
tulang, sedangkan kompresi artinya tekanan atau tindihan, jadi fraktur kompresi
adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari suatu takanan atau
tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut.
Fraktur kompresi adalah suatu keretakan pada
tulang yang disebabkan oleh tekanan, tindakan menekan yang terjadi bersamaan.
Fraktur kompresi pada vertebral umumnya terjadi akibat osteoporosis. Biasanya
terjadi tanpa rasa sakit dan menyebabkan seseorang menjadi lebih pendek.
1.3 Etiologi
Penyebab cedera medula spinalis dibedakan menajdi dua yaitu akibat
trauma dan non trauma. Delapan puluh persen cedera medula spinalis disebabkan
oleh trauma (contoh: jatuh, kecelakaan lalu lintas, tekanan yang terlalu berat
pada punggung) dan sisanya merupakan akibat patologi atraumatis seperti karsinoma,
mielitis, iskemia, dan multipel sklerosis.
1.4 Patofisiologi
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada
medula spinalis secara langsung dan tidak langsung. Fraktur pada tulang
belakang yang menyebabkan instabilitas pada tulang belakang adalah penyebab
cedera pada medula spinalis secara tidak langsung. Apabila trauma terjadi
dibawah segmen servikal dan medula spinalis tersebut mengalami kerusakan
sehingga akan berakibat terganggunya distribusi persarafan pada otot-otot yang
disarafi dengan manifestasi kelumpuhan otot-otot intercostal, kelumpuhan pada
otot-otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah serta paralisis
sfingter pada uretra dan rektum. Distribusi persarafan yang terganggu
mengakibatkan terjadinya gangguan sensoris pada regio yang disarafi oleh segmen
yang cedera tersebut.
Klasifikasi tingkat keparahannya. Berdasarkan
Impairment Scale
Grade
|
Tipe
|
Gangguan medula
spinalis ASIA
|
A
|
Komplit
|
Tidak ada fungsi motorik & sensorik
sampai S4-S5
|
B
|
Inkomplit
|
Fungsi
sensorik masih baik tapi motorik terganggusampai segmen sakral S4-S5
|
C
|
Inkomplit
|
Fungsi
motorik terganggu di bawah level tapi otot-otot motorik utama masih punya
kekuatan < 3
|
D
|
Inkomplit
|
Fungsi
motorik terganggu dibawah level , otot-otot motorik utama punya kekuatan >
3
|
E
|
Normal
|
Fungsi
motorik dan sensorik normal
|
Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet
dan inkomplet:
Karakteristik
|
Lesi komplit
|
Lesi inkomplit
|
Motorik
|
Menghilang dibawah
lesi
|
Sering (+)
|
Protopatik (nyeri,
suhu)
|
Menghilang dibawah
lesi
|
Sering (+)
|
Proprioseptif
(vibrasi, joint position)
|
Menghilang dibawah
lesi
|
Sering (+)
|
Sacral sparing
|
(-)
|
(+)
|
Rontgen vertebra
|
Sering dengan fraktur,
luksasi, dan listhesis
|
Sering normal
|
MRI
|
Hemoragi (54%),
kompresi (25%), kontusi (11%)
|
Edema (62%), kontusi
(26%), normal (15%)
|
1.5 Manifestasi
Klinis
a)
Gangguan
Motorik
Cedera
medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan
sel-sel saraf pada medula spinalisnya menyebabkan gangguan arkus reflek dan
flaksid paralisis dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmen-segmen
medula spinalis yang cedera. Pada awal kejadian akan mengalamisyok spinal yang
berlangsung sesaat setelah kejadian sampai beberapa hari bahkan sampai enam
minggu. Syok spinal ini ditandai dengan hilangnya refleks dan flaksid. Apabila
lesi terjadi di mid torakal maka gangguan refleknya lebih sedikit tetapi
apabila terjadi di lumbal beberapa otot-otot anggota gerak bawah akan mengalami
flaksid paralisis. Masa spinal shock berlangsung beberapa jam bahkan sampai 6
minggu kemudian akan berangsur-angsur pulih dan menjadi spastik. Cedera pada
medula spinalis pada level atas bisa pula flakid karena disertai kerusakan
vaskuler yang dapat menyebabkan matinya sel-sel saraf.
b)
Gangguan
Sensorik
Pada
kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain
dimana nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat
yaitu sel-sel yang ada di saraf pusat mengalami gangguan. Selain itu kulit
dibawah level kerusakan akan mengalami anaestesi, karena terputusnya
serabut-serabut saraf sensoris.
c)
Gangguan
bladder dan bowel
Efek gangguan fungsi bladder tergantung level cedera medula
spinalis, derajat kerusakan medula spinalis, dan waktu setelah terjadinya
cedera. Paralisis bladder terjadi pada hari-hari pertama setelah cedera selama
periode syok spinal. Seluruh reflek bladder dan aktivitas otot-ototnya hilang.
Pasien akan mengalami gangguan retensi diikuti dengan inkontinensia pasif.
Pada defekasi,
kegiatan susunan parasimpatetik membangkitakan kontraksi otot polos sigmoid dan
rektum serta relaksasi otot sfingter internus. Kontraksi otot polos sigmoid dan
rektum itu berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan oleh
gangglion yang berada di dalam dinding sigmoid dan rektum akibat peregangan,
karena penuhnya sigmoid dan rektum dengan tinja. Defekasi adalah kegiatan
volunter untuk mengosongkan sigmoid dan rektum. Mekanisme defekasi dapat dibagi
dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong kebawah sampai tiba di rektum
kesadaran ingin buang air besar secara volunter, karena penuhnya rektum
kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan
berjalan secara volunter. Spincter ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut
dikontraksikan, sehingga tekanan intra abdominal yang meningkat mempermudah
dikeluarkannya tinja. Jika terjadi inkontinensia maka defekasi tak terkontrol
oleh keinginan.
1.6 Diagnosis
·
Radiologik
Foto polos posisi antero-posterior
dan lateral pada daerah yang diperkirakan mengalami trauma akan memperlihatkan
adanya fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi. Pada trauma daerah
servikal foto dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam memeriksa adanya
kemungkinan fraktur vertebra C1-C2.
·
Pungsi Lumbal
Berguna pada fase akut trauma medula
spinalis. Sedikit peningkatan tekanan likuor serebrospinalis dan adanya blokade
pada tindakan Queckenstedt menggambarkan beratnya derajat edema medula
spinalis, tetapi perlu diingat tindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan
dengan hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang dapat memperberat
dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi pada vertebra servikal harus
dihindari bila diperkirakan terjadi trauma pada daerah vertebra servikalis
tersebut.
·
Mielografi
Mielografi dianjurkan pada penderita
yang telah sembuh dari trauma pada daerah lumbal, sebab sering terjadi herniasi
diskus intervertebralis.
1.7 Penatalaksanaan
Pada umumnya
pengobatan trauma medula spinalis adalah konservatif dan simptomatik. Manajemen
yang paling utama adalah untuk mempertahankan fungsi medula spinalis yang masih
ada dan memperbaiki kondisi untuk penyembuhan jaringan medula spinalis yang
mengalami trauma.
Prinsip
tatalaksana dapat diringkas sebagai berikut :
·
Stabilisasi, imobilisasi medula
spinalis dan penatalaksanaan hemodinamik dan atau gangguan otonom yang kritis
pada cedera dalam fase akut, ketika penatalaksanaan gastrointestinal (contoh,
ileus, konstipasi, ulkus), genitourinaria (contoh, infeksi traktus urinarius,
hidronefrosis) dan sistem muskuloskletal (contoh, osteoporosis, fraktur).
·
Jika merupakan suspek trauma,
stabilisasi kepala dan leher secara manual atau dengan collar. Pindahkan pasien
secara hati-hati.
·
Terapi radiasi mungkin dibutuhkan
pada penyakit dengan metastasis. Untuk tumor spinal yang menyebabkan efek massa
gunakan deksametason dosis tinggi yaitu 10-100 mg intra vena dengan 6-10 mg
intravena per 6 jam selama 24 jam. Dosis diturunkan dengan pemberian intravena
atau oral setiap 1 sampai 3 minggu.
·
Trauma medula spinalis segmen
servikal dapat menyebabkan paralisis otot-otot interkostal. Oleh karena itu
dapat terjadi gangguan pernapasan bahkan kadangkala apnea. Bila perlu dilakukan
intubasi nasotrakeal bila pemberian oksigen saja tidak efektif membantu
penderita. Pada trauma servikal, hilangnya kontrol vasomotor menyebabkan
pengumpulan darah di pembuluh darah abdomen, anggota gerak bawah dan visera
yang mengalami dilatasi, menyebabkan imbulnya hipotensi.
·
Pipa nasogastrik dipasang untuk
mencegah distensi abdomen akibat dilatasi gaster akut. Bila tidak dilakukan
dapat berakibat adanya vomitus lalu aspirasi dan akan memperberat pernapasan.
·
Pada stadium awal dimana terjadi
dilatasi gastrointestinal, diperlukan pemberian enema. Kemudian bila peristaltik
timbul kembali dapat diberikan obat pelunak feses. Bila traktus
gastrointestinal menjadi lebih aktif lagi enema dapat diganti dengan
supositoria.
·
Farmakoterapi
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon). Untuk menghilangkan nyeri akibat spastisitas dapat diberikan baklofen atau diazepam
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon). Untuk menghilangkan nyeri akibat spastisitas dapat diberikan baklofen atau diazepam
Operasi
Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan
kecuali pada kasus-kasus tertentu.
Indikasi untuk dilakukan operasi :
1.
Reduksi terbuka dislokasi dengan
atau tanpa disertai fraktur pada daerah servikal, bilamana traksi dan
manipulasi gagal.
2.
Adanya fraktur servikal dengan lesi
parsial medula spinalis dengan fragmen tulang tetap menekan permukaan anterior
medula spinalis meskipun telah dilakukan traksi yang adekuat.
3.
Trauma servikal dengan lesi parsial
medula spinalis, dimana tidak tampak adanya fragmen tulang dan diduga terdapat
penekanan medula spinalis oleh herniasi diskus intervertebralis. Dalam hal ini
perlu dilakukan pemeriksaan mielografi dan scan tomografi untuk membuktikannya.
4.
Fragmen yang menekan lengkung saraf.
5.
Adanya benda asing atau fragmen
tulang dalam kanalis spinalis.
6.
Lesi parsial medula spinalis yang
berangsur-angsur memburuk setelah pada mulanya dengan cara konservatif yang
maksimal menunjukkan perbaikan, harus dicurigai hematoma.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien laki-laki berumur 47 tahun
masuk bangsal IGD RSUP. Dr. M.Djamil Padang pada tanggal 27 Oktober 2013 dengan :
Keluhan Utama :
Lumpuh pada kedua tungkai
Riwayat
Penyakit Sekarang :
·
Lumpuh pada kedua tungkai sejak 3 jam sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya
pasien mengalami kecelakaan lalu lintas saat mengendarai sepeda motor. Pasien
terjatuh dan punggung pasien terbentur ke aspal. Sejak kejadian
tersebut pasien tidak dapat menggerakkan dan merasakan kakinya sama sekali
mulai dari pusat hingga ke ujung kaki.
·
Pasien sadar pada saat kejadian dan tidak
ada muntah
·
Keluhan disertai dengan tidak adanya rasa
ingin BAK dan BAB. BAB dan BAK keluar tanpa disadari.
Riwayat
Penyakit Dahulu :
·
Riwayat hipertensi
maupun diabetes melitus tidak ada.
·
Riwayat kelemahan pada anggota gerak
sebelumnya tidak ada.
·
Riwayat demam sebelumnya tidak ada.
·
Riwayat batuk batuk lama tidak ada.
·
Riwayat keganasan tidak ada.
Riwayat
penyakit keluarga :
·
Tidak ada
riwayat keganasan dalam keluarga
·
Tidak ada
keluarga pasien yang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan stroke.
Riwayat
Pekerjaan dan Sosial Ekonomi:
·
Pasien
adalah seorang buruh.
PEMERIKSAAN
FISIK
Status
Generalis :
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tekanan Darah : 130 / 80 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 37 oC
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 170 cm
BMI : 20,76
Status
Internus :
Kulit : tidak ada kelainan
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran KGB
Kepala : tidak ada kelainan
Rambut : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis - / -
sklera
tidak ikterik - / -
Pupil
isokor, Refleks cahaya + / +, diameter 3mm / 3mm,
Refleks
kornea + /+
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Gigi dan mulut : tidak ada kelainan
Leher :
JVP 5-2 cmH2O
Thorak : - Paru : Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus
normal kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor di
kedua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi - / - ,
wheezing - / -
- Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi :
irama teratur, bising
(-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : perut tidak tampak
membuncit
Palpasi :
hepar dan lien tidak teraba
Perkusi :
timpani
Auskultasi :
Bising usus (+) Normal
Punggung : Inspeksi : deformitas (-) gibbus
(-)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Perkusi : Nyeri ketok (+)
Anus dan Genitalia : tidak diperiksa
Status Neurologis :
- GCS : E4 M6 V5 : 15
- Tanda rangsangan meningeal : - Kaku kuduk (-)
- Brudzinsky I (-)
- Brudzinsky II (-)
- Kernig (-)
- Tanda peningkatan tekanan intrakranial : - muntah proyektil (-)
-
sakit
kepala progresif (-)
- Pemeriksaan Nervi Cranialis :
·
N I : tidak
ada gangguan penciuman
·
N II : tajam penglihatan,
lapangan penglihatan, melihat warna tidak ada gangguan
·
N III, IV, VI : pupil isokor kanan dan kiri, bulat, diameter 3 mm/3 mm, ptosis (-), refleks cahaya +/+, gerakan bola mata bebas ke segala arah
·
N V : bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke
kiri dan ke kanan, mengunyah (+).
·
N.VII : wajah simetris, menggerakkan dahi (+), menutup mata (+),
memperlihatkan gigi (+), mengangkat alis : simetris
·
N VIII : fungsi pendengaran baik
·
N IX, X : arkus faring simetris, uvula di tengah, refleks
muntah (+), refleks menelan (+).
·
N XI : bisa mengangkat bahu dan bisa melihat ke kiri
dan kanan
·
N XII : lidah bisa dikeluarkan, deviasi (-), tremor
(-)
5.
Pemeriksaan
Motorik
:
Ekstremitas atas : eutrofi,
eutonus
Ekstremitas bawah : eutrofi,
hipertonus
Kekuatan : 5 / 5 /5 5 / 5 / 5
0 / 0 / 0 0 / 0 / 0
6.
Sistem
reflek :
Reflek fisiologis : Dinding
perut +
Bisep ++ / ++, Trisep ++ / ++
KPR +++ / +++, APR +++ / +++
Bulbokavernosus -, Cremaster
-, Sfingter -
Reflek patologis : Refleks Hoffman Trommer - / -
Refleks Babinsky Group + / +
7.
Pemeriksaan
Sensorik
Rangsang raba : (-) pada kedua tungkai mulai dari pusat
hingga ujung jari kaki
Rangsang nyeri : (-) pada kedua tungkai mulai dari pusat
hingga ujung jari kaki
Rangsang suhu : (-) pada kedua tungkai mulai dari pusat
hingga ujung jari kaki
Propioseptif : (-) pada kedua tungkai mulai dari pusat
hingga ujung jari kaki
Diskriminasi 2 titik : (-)
pada kedua tungkai mulai dari pusat hingga ujung jari kaki
8.
Fungsi
Otonom
BAK : inkontinensia
urin
BAB : inkontinensia
alvi
Berkeringat : normal
9.
Pemeriksaan
Fungsi Luhur
Memori : dalam
batas normal
Kognitif : dalam
batas normal
Bahasa : dalam
batas normal
10. Pemeriksaan Koordinasi
Tes supinasi-pronasi : dalam
batas normal
Tes tunjuk hidung : dalam
batas normal
DIAGNOSA :
§
Diagnosa Klinis : Paraplegia Inferior tipe UMN
§
Diagnosa Topik : Segmen Medula Spinalis
setinggi vertebrae T 7-8
§
Diagnosa Etiologi : Trauma
Pemeriksaan
Anjuran
·
Pemeriksaaan
darah rutin : Hb, Ht, leukosit, trombosit
·
Foto
Rontgen torako-lumbal AP-L
·
MRI
torako-lumbal
Terapi
·
Umum : Bed rest
Diet MB RG II
Konsultasi
ahli bedah syaraf
Konsultasi
ahli bedah orthopedi
·
Khusus : Metilprednisolon 4 x 125 mg (iv)
Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
Natrium diklofenat 2 x 1 tablet (po) Neurodex 3 x 1 tab (po)
BAB III
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien laki-laki 47 tahun di bangsal
Neurologi RS. M. Djamil Padang dengan diagnosis klinis paraplegia inferior tipe
UMN, diagnosis topik segmen medula spinalis setinggi Vertebrae T 7-8, diagnosis
etiologi trauma. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami lumpuh
pada kedua tungkai sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
pasien mengalami kecelakaan lalu lintas saat mengendarai sepeda motor. Pasien
terjatuh dan punggung pasien terbentur ke
aspal. Sejak kejadian tersebut pasien tidak dapat menggerakkan dan merasakan
kakinya sama sekali mulai dari pusat hingga ke ujung kaki. Keluhan
disertai dengan tidak adanya rasa ingin BAK dan BAB. BAB dan BAK keluar tanpa
disadari.
Dari hasil pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan pada
saraf kranial, namun pada pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan pada kedua
tungkai adalah 0 0 0 disertai hilangnya sensoris serta propioseptif pada kedua
tungkai mulai dari pusat hingga ujung jari kaki. Ditemukan refleks fisiologis
meningkat pada kedua tungkai dan refleks patologis pada kedua tungkai. Dari
anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan maka pada pasien ini mengarah
kepada diagnosis paraplegia inferior tipe UMN akibat trauma medula spinalis.
Sehingga dianjurkan pemeriksaaan darah
rutin, foto rontgen torako-lumbal, dan MRI torako-lumbal
Pada
pasien dilakukan bedrest, diet MB RG II, konsultasi ahli bedah syaraf, dan konsultasi
ahli bedah ortopedi. Pengobatan khusus yang diberikan adalah metilprednisolon 4
x 125 mg, ranitidine 2 x 50 mg, natrium diklofenat 2 x 1 tab, dan neurodex 3x1
tab.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Basjiruddin A. Gangguan
Medula Spinalis
3.
Nuartha B.N., Joesoef
A.A., Aliah A., dkk, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993
4.
Mardjono M., Sidharta
P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar