Bab I
Tinjauan Pustaka
1.1 Definisi
Ensefalitis
adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme
seperti bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia.
1.2
Epidemiologi
Penyakit ini tersebar hampir di seluruh dunia, dengan
berbagai jenis virus penyebabnya. Berdasarkan laporan dari The Center for
Disease Control and Prevention, diperkirakan terdapat sekitar 20 ribu kasus
ensefalitis di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, 5 hingga
20% meninggal, serta 20% lainnya mengalami gejala sisa seperti gangguan
kesadaran, amnesia, perubahan kepribadian, hemiparesis, serta kejang berulang.
Di Asia, virus Japanese, kelompok dari West Nile Virus, merupakan penyebab utama
ensefalitis, dimana setiap tahunnya bisa mengakibatkan 10 ribu kematian.
Perkembangan penyakit ensefalitis terlihat lebih jelas di
negara-negara berkembang, dengan kondisi sosioekonomi yang rendah. Pada negara
yang sudah maju dan dengan kelas sosial yang tinggi, menifestasi penyakit
biasanya tidak begitu menonjol, dan sering infeksi primer muncul pada saat
dewasa saja.
1.3
Etiologi
-
Bakteri
-
Virus
-
Parasit
-
Fungus
-
Riketsia
1.4
Klasifikasi
1. Ensefalitis
Supurativa
Bakteri penyebab
ensefalitis supurativa adalah : Staphylococcus
aureus, Streptococcus, E. Coli dan Mycobacterium
tuberculosa
Patogenesis
Peradangan dapat
menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis atau dari
piema yang berasal dari radang, abses di dalam paru, bronchoektasi, empiema,
osteomyelitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan
tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah
edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling
daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk
kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.
Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias
ensefalitis :
1. Demam
2. Kejang
3. Kesadaran
menurun
Bila
berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum,
tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik
dan progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada
pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda deficit neurologis tergantung
pada lokasi dan luas abses.
2. Ensefalitis Siphylis
Patogenesis
Disebabkan oleh
Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu
kontak seksual. Setelah penetrasi melalui kelenjar limfe kuman diserap darah
sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga
menginvasi susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar diseluruh
korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan saraf pusat.
Manifestasi klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari
dua bagian :
1. Gejala-gejala
neurologis
Kejang-kejang yang dating dalam serangan-serangan,
afasia, apraksia, hemianopsia, kesadaran mungkin menururn, sering dijumpai
pupil Agryll-Robertson, nervus opticus dapat mengalami atrofi. Pada stadium
akhir timbul gangguan- gangguan motorik yang progresif.
2. Gejala-gejala
mental
Timbulnya proses demensia yang progresif,
intelegensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang
efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya
pengkajian terganggu.
3. Ensefalitis
Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak
pada manusia :
1. Virus
RNA
Paramikso virus :
virus parotitis, virus morbili
Rabdovirus :
virus rabies
Togavirus :
virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)
Picornavirus :
enterovirus (virus polio, coxsackie A, B, echovirus)
Arenavirus :
virus koriomeningitis limfositoria
2. Virus
DNA
Herpes virus :
herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalovirus, virus Epstein-barr
Poxvirus :
variola, vaksinia
Retrovirus :
AIDS
Manifestasi
Klinis
Dimulai
dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea, kesadaran menurun,
timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk, hemiparesis dan paralysis bulbaris.
3. Ensefalitis
karena Parasit
a. Malaria
serebral
Plasmodium falsifarum
penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan utama terdapat didalam pembuluh
darah mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum
akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan.
Ptekie hemoragik dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada
selaput otak dan jaringan otak.
Gejala- gejala yang
timbul : demam tinggi, kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologic
tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii
pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam
keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat
bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba
genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang
terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoensefalitis akut. Gejala-gejalanya
adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala,kaku kuduk dan kesadaran
menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae
ialah stadium larva Taenia .Larva
menembus mukosa dan masuk ke dalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan.
Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan
parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh di dalam ventrikel dan parenkim otak.
Bentuk rasemosanya tumbun di dalam meningens atau tersebar di dalam sisterna.
Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejala-gejala
neurologic yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.
4. Ensefalitis
karena Fungus
Fungus yang dapat
menyebabkan radang antara lain : Candida
albicans, Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan
infeksi fungus pada system saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta.
Factor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.
5. Riketsiosis
Serebri
Riketsia dapat masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam
dinding pembuluh darah timbul nodule yang terdiri atas serbukan sel-sel
mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan
otak. Di dalam dinding pembuluh darah yang terkena akan terjadi thrombosis.
Gejala-gejalanya ialah
nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat
menurun. Gejala-gejala neurologic menunjukkan lesi yang tersebar.
1.5
Pemeriksaan Fisik dan Diagnosis
Pemeriksaan fisik pada infeksi SSP bertujuan untuk:
- Mengidentifikasi kontraindikasi dalam melakukan pungsi lumbal.
- Mengetahui lokasi infeksi lainnya yang menjadi tanda dan penyokong bagi proses patologi infeksi.
- Mengetahui lokasi infeksi SSP itu sendiri.
Terdapatnya penurunan kesadaran, defisit neurologis
fokal, dan kejang menunjukkan adanya abnormalitas struktural SSP yang mungkin
berisiko terjadinya herniasi otak atau medula spinalis setelah pungsi lumbal.
Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan neuroimaging sebelum pelaksanaan pungsi
lumbal.
Identifikasi penting lainnya adalah mengenali gejala
penyerta infeksi SSP seperti penumonia, diare, lesi di kulit atau tulang, yang
dapat membantu mengenali etiologi infeksi. Dan yang paling utama, pemeriksaan
neurologik dapat menunjukkan lokasi infeksi yang paling mungkin, apakah di
ruang cairan serebrospinal (CSS), otak, atau medula spinalis, berdasarkan
sindrom yang ditemukan.
Secara umum, infeksi SSP didahului oleh gejala non
spesifik seperti demam dan nyeri kepala, dimana kadang-kadang dapat sembuh
sendiri. Dalam perjalanan penyakit, terdapat gejala-gejala lain seperti
penurunan kesadaran, perubahan tingkah laku, defisit neurologis fokal, kejang
dan kaku kuduk. Gejala ini ditemukan pada sebagian besar etiologi, sehingga
memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mengenali etiologinya.
|
|||
|
|||
|
|
||||
|
Dasar
diagnosis berdasarkan gambaran
klinik
dan pemeriksaan penunjang :
- Foto kepala.
- CT - Scan kepala atau bila mungkin
MRI.
Pada CT Scan perlu diperhatikan
bagian frontal inferior dan temporal.
- Punksi
lumbal (LP) untuk memeriksa gambaran CSS. Temuan pada CSS berupa:
·
Pleositosis
(l0 - 2000sel/mm3). * Pewarnaan
Gram.
·
Sel
PMN (tahap dini). *
Kultur.
·
Protein
meningkat.
·
Glukosa
normal.
- Pemeriksaan EEG proses peradangan difus akan
menghasilkan gambaran :
·
Bilateral
slowing activity dengan spikes (kadang kadang).
·
Bila
ada fokalisasi, fikirkan adanya abses otak.
-
Foto thoraks AP dilakukan untuk mendeteksi adanya pneumonia oleh karena infeksi
mikoplasma dan infeksi klamidia.
1.7
Diagnosa banding
- 'Partial treated
bacterial meningitis'.
- Meningitis tbc.
- Meningitis kriptokokus
(fungal).
- Suppurasi para-meningeal
(Empiema).
- Abses Otak.
- Toksin.
1.8
Penatalaksanaan
Umum : - Pelihara lancarnya jalan
nafas (maintenance airway).
- Keseimbangan cairan.
- Pemberian makanan
parenteral.
- Perawatan kulit.
Spesifik : - Antikonvulsan (diberikan Fenitoin).
- Anti edema (Mannitol
20% dengan dosis 0,25 gr/Kg BB/8 jam, atau Gliserol)) minimal selama 10 hari.
- Kortikosteroid
(kortison).
1. Ensefalitis
supurativa
-
Ampisilin 4 x 3-4 g per oral selama 10
hari
-
Cloramphenicol 4 x 1g /hr IV, selama 10
hari
2. Ensefalitis
syphilis
Penisilin G 12-24 juta unit/hari dibagi
6 dosis selama 14 hari
Penisilin prokain G 2,4 juta unit/hari
IM + probenesid 4 x 500 mg per oral selama 14 hari
Bila alergi penicillin:
-
Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama
30 hari
-
Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama
30 hari
-
Cloramfenicol 4 x 1 g IV selama 6 minggu
-
Seftriaxon 2g intravena/ intramuscular
selama 14 hari
3. Ensefalitis
Virus
-
Pengobatan simptomatis
-
Analgetik dan antipiretik : Asam
mefenamat 4 x 500 mg
-
Antikonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml IV 2 x
sehari
-
Pengobatan antivirus diberikan pada
ensefalitis virus dengan penyebab herpes zoster-varisella.
Asiclovir 10mg/kgBB IV 3x/hr selama 10
hari atau 200mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
4. Ensefalitis
karena parasit
Malaria serebral
Kinin 10 mg/kgBB dalam infus selama 4
jam, setiap 8 jam hingga tampak perbaikan.
Toxoplasmosis
Sulfadiasisn 100mg/kgBB per oral selama
1 bulan
Pirimetasin 1mg/kgBB per oral selama 1
bulan
Spiramisin 3 x 500 mg/hr
Amebiasis
Rifampisin 8 mg/KgBB/hr
5. Ensefalitis
karena fungus
Amfoterisisn 0,1-0,25 g/KgBB/hr IV 2
x/hr minimal 6 minggu
Mikonazol
6. Riketsia
serebri
Cloramphenicol 4 x 1 g IV selama 10 hari
Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 10 hari.
1.9 Prognosis
Ensefalitis
supurativa angka kematian dapat mencapai 50%
Diskusi
Ensefalitis adalah radang
jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti
bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia. Dalam teorinya secara umum gejala
berupa trias ensefalitis ; demam, kejang, kesadaran menurun. Pada pasien yang
dilaporkan yaitu laki-laki, umur 35 tahun dengan diagnosis klinis observasi
kejang umum dan suspek encephalitis dengan diagnosis sekunder otitis media supuratif kronik maligna auris dextra
ditemukan ketiga tria tersebut dengan anamnesa berupa kejang berulang sejak 24
jam yang lalu, sakit kepala yang hilang timbul sejak 2 minggu yang lalu, demam
sejak 2 minggu yang lalu, ada riwayat keluar cairan dari
telinga kanan warna hijau kekuningan, agak kental dan berbau sejak 2 bulan yang
lalu.
Dan dari pemeriksaan fisik terdapatnya penurunan kesadaran, defisit neurologis fokal,
dan kejang menunjukkan adanya abnormalitas struktural SSP yang mungkin berisiko
terjadinya herniasi otak atau medula spinalis setelah pungsi lumbal. Pada
pasien ini didapatkan penurunan kesadaran yaitu dengan GCS 14. Identifikasi penting lainnya adalah mengenali gejala
penyerta infeksi SSP seperti pneumonia, diare, lesi di kulit atau tulang, kelainan
telinga yang dapat membantu
mengenali etiologi infeksi. Didapatkan Keluar cairan sekret mukopurulen dari meatus auris dextra
yang berbau. Dan yang paling
utama, pemeriksaan neurologik dapat menunjukkan lokasi infeksi yang paling
mungkin, apakah di ruang cairan serebrospinal (CSS), otak, atau medula
spinalis, berdasarkan sindrom yang ditemukan. Pasien ini
tidak ada ditemukan tanda-tanda rangsangan meningeal, peningkatan TIK dan
deficit neurologis.
Untuk
diagnosis pasti diperlukan
dilakukan pemeriksaan CT Scan, pemeriksaan darah Rutin, kadar
elektrolit, lumbal punksi, EEG dan Funduscopy
serta audiometric untuk menentukan fungsi pendengaran. Yang diharapkan dari
hasil lumbal pungsi antara lain ; pleositosis
(l0 - 2000sel/mm3), sel PMN (tahap dini), protein meningkat dan glukosa normal. Pada pemeriksaan EEG proses peradangan difus akan menghasilkan
gambaran bilateral
slowing activity dengan spikes.
Penatalaksanaan pasien ini adalah dengan terapi umum O2 4-5
liter/menit, kontrol tekanan
darah dan frekuensi jantung , Infus
Asering 12 jam / kolf, tinggikan kepala 300, awasi tanda-tanda oedem
otak, pasang kateter, balance cairan dan diet MB 1900 kkal. Terapi khusus yang
diberikan adalah Amphicillin 4 x 3 gr intravena, metronidazol 3 x 500mg
per oral, fenitoin 3x100 mg
per oral, Kortikosteroid tappering
off, H2O2 3% tetes telinga
kanan 5x1 tetes/ hari sampai tidak keluar sekret dan
Mastoidektomi timpanoplasti.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar