28 Januari 2010
pengurus FSKI baru
selamat dan sukses bwt pengurus FSKI baru..
amanah yang berat memang, tapi jika diniatkan utk ridho Allah, insyAllah pertolongan Allah akan mengalir
ps: ouh...i'm the worst , hiks..hiks... ga bisa design yang lebih bagus...huwaaaa... memalukan...
Infeksi oleh bakteri
MODUL 3
BLOK 9
SKENARIO 3
CUCU NENEK YANG CANTIK
TUTOR : dr. Rahmatini, M.kes
Ketua : Chaerena Amri
Sekretaris 1 : Richard Santoso
Sekretaris 2 : Mohd Nor Faizal
Anggota : Ferdo Yulian
: Meliani Fitri
: Chemy Wiryawan Chayono
: Gusri Erivo
: Kabithra Thrayagarajan
: Essty Dwilincahyati
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2008/2009
MODUL III
INFEKSI BAKTERI
SKENARIO 3: CUCU NENEK YANG CANTIK
Hadista 9 tahun anak kedua dibawa ibunya ke puskesmas dengan keluhan sudah lebis satu minggu demam terutama pada sore hari, sesekali disertai batuk. Ibunya khawatir kalau Hadista mengalami kejang lagi, karena sewaktu umur 2 tahun pernah mengalami kejang demam.
Setelah Hadista diperiksa dokter, dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin, urin, Widal dan kultur. Hasil laboratorium Hb = 10g%, leukopenia, LED = 48mm/jam, hitung jenis 0/0/0/43/48/9 dan uji Widal positif.
Sejak bayi Hadista diasuh oleh neneknya karena ibunya seorang pegawai yang sibuk. Ibunya takut Hadista ketularan penyakit neneknya yang sering batuk. Tetapi ketika dilakukan pemeriksaan oleh dokter, ternyata BTA sputum negatif. Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada Hadista?
TERMINOLOGI
1. Widal
• Tes untuk melihat adanya demam tifus
• Merupakan prosedur uji serologi untuk bakteria Salmonella Typhosa.
• Juga merupakan presumptive test untuk enteric fever.
2. Kultur
• Dilakukan di laboratorium untuk mengidentifikasi dan mencari kelemahan bakteria untuk membuat obat antimikroba.
• Membuat sifat tiruan dari mikoorganisma
• Propagasi mikroorganisma di media khusus yang kondusif
3. Kejang
• Kontraksi otot yang berlebihan di luar kehendak
• Terjadi secara tiba-tiba
4. Leukopenia
• Berkurangnya jumlah leukosit di dalam darah, jumlahnya sama atau kurang dengan 5000/mm3
5. Kejang demam
• Kejang yang terjadi ketika suhu badan meningkat disebabkan oleh proses extracranium.
6. Batuk
• Refleks pertahanan tubuh untuk membuang benda asing
• Merupakan gejala dari penyakit
• Bisa terjadi disebabkan virus yang menyerang saluran pernafasan
7. BTA
• Basil tahan asam
• Merupakan penanda TBC
8. Infeksi
• Suatu kondisi di mana tubuh diinvasi mikroorganisme
• Menyebar ke jaringan tubuh sehingga menyebabkan infeksi
9. LED
• Kecepatan pengendapan eritrosit dalam plasma dalam waktu 1-2 jam
10. Sputum
• Bahan yang dikeluarkan dari paru, bronkus, trachea melalui mulut
11. Hb
• Zat warna merah dalam darah
• Merupakan gabungan dari heme dan globin
• Berfungsi membawa oksigen dan karbon dioksida
• Merupakan protein respiratorik dimana 3.8 heme, dan 9.2 globin.
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Kenapa Hadista mengalami leukopenia?
2. Kenapa LED Hadista meningkat?
3. Pemeriksaan dan apa sahaja yang dilakukan?
4. Apakah adanya hubungan antara leukopenia dengan kadar Hb Hadista?
5. Adakah hitung jenis Hadista normal atau tidak, kalau tidak normal, apakah penyebabnya?
6. Kenapa Hadista bisa demam, batuk dan kejang?
7. Apakah hubungan antara BTA sputum negatif dengan tertular batuk?
8. Bagaimanakah cara penularan bakteria?
9. Menurut anda, apa yang berlaku terhadap Hadista dan cara penanggulangannya?
10. Klasifikasi bakteri?
11. Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi bakteri?
12. Respon imun tubuh terhadap infeksi bakteri?
13. Proses terjadinya infeksi?
14. Penyakit-penyakit yang disebabakan infeksi bakteri?
ANALISA MASALAH
1. Leukopenia terjadi disebabkan oleh :-
a. Polisitemia
b. Anemia sel sabit
c. Gangguan sumsum tulang oleh Salmonella Typhi (eritrosit dan leukosit)
2. LED bisa meningkat karena :-
a. Infeksi atau inflamasi dan juga karena penyakit imunologi
b. Pada semua kasus anemia kecuali anemia sel sabit
c. Penurunan LED bisa disebabkan oleh gagal jantung dan poikilositosis
3. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :-
a. Pemeriksaan darah rutin
i. Hemoglobin
• Lelaki 13.5 – 18 g/dl
• Wanita 12.0 – 16 g/dl
ii. Hematocrit
• Lelaki 40-54 %
• Wanita 37-47 %
iii. Leukosit
• Jumlah dan jenis
iv. Tombosit
v. Laju endapan darah
vi. Eritrosit
b. Pemeriksaan urin
i. Fisis
• Warna
• Kekeruhan
• pH
• Volume
• Bau
ii. Kimia
• Kadar protein
• Kadar glukosa
• Kadar bilirubin dan urobilin
• Sedimen sedimen
c. Test Widal
i. Dilakukan untuk suspek terinfeksi kuman Salmonella tidak spesifik.
ii. Terinfeksi 1-2 hari, hasil negatif
iii. Terinfeksi 3-5 hari, hasil positif
d. Kultur
i. Darah dan sumsum tulang (awal minggu)
ii. Feses dan urin (stadium lanjut, 2 minggu)
4. Kadar Hb hadista dengan leukopenia tidak ada hubungan karena leukopenia maksudnya penurunan jumlah leukosit manakala Hb berada pada eritrosit.
5. Hitung jenis leukosit Hadista tidak normal karena menunjukkan adanya infeksi. Hitung jenis menunjukkan shift to the right yang menunjukkan adanya infeksi kronik, sekiranya hitung jenis menunjukkan shift to the left, ini bermaksud adanya infeksi akut.
6. Hadista bisa demam, kejang dan batuk karena :-
a. Demam
i. Disebakan oleh pyrogen eksogen
ii. Pyrogen eksogen akan difagosit dan melepaskan interleukin-I yang merupakan pyrogen endogen
iii. Pyrogen endogen ini akan menganggu hipothalamus yang menentukan suhu tubuh manusia
b. Kejang
i. Disebabkan oleh infeksi bakteri yang akan menyebabakan gangguan homeostasis
ii. Juga disebabkan oleh impuls yang berlebihan dan berterusan
c. Batuk
i. Merupakan gejala dari penyakit, bukan penyakit.
ii. Pada kasus Hadista, mungkin merupakan gejala dari tuberculosa.
7. Walaupun BTA sputum negatif, ini tidak menunjukkan Hadista tidak mengalami TBC, karena BTA digunakan untuk menuntukan konsentrasi bakteri tahan asam di dalam paru, Hadista masih bisa disuspek tertular TBC. Mungkin test yang lebih cocok dan bisa dipercayai adalah test Mantoux.
8. Antara cara penularan bakteri adalah :-
a. Inhalasi
b. Ingesti
c. Kontak atau sentuhan
d. Dari pasien yang carier
e. Infeksi nosokomial (dari petugas rumah sakit)
9. Menurut kami, Hadista tertular demam tifoid. Antara cara-cara penanggulangannya adalah :-
a. Perawatan
i. Isolasi dan observasi
ii. Tirah baring selama 7 hari
b. Obat
i. Chlorapenycal secara oral atau IV, 7 hari setelah panas.
c. Diet
i. Makanan yang lunak (elak iritasi usus)
ii. Protein untuk pembentukan antibodi
iii. Hindari makanan serat tinggi
10. Bakteri terdiri dari
a. Bentuk
i. Coccus bulat
ii. Basilus rod
iii. Spiral melengkung
b. Suhu
i. Sicrofil 0-30 celsius
ii. Mesofil 15-40 celsius
iii. Termofil 40 celsius
11. Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi bakteri adalah
a. Umur
b. Epidemiologi
c. Imunitas host
d. Jalan masuk infeksi
e. Jumlah bakteri
f. Penyakit penyerta
12. Respon imun tubuh terhadap infeksi bakteri
a. Selular sel t
b. Humoral sel B hasilkan antibdi
13. Proses terjadinya infeksi
a. Attachment di sel inang
b. Perbanyakkan diri membetuk kolonisasi
c. Bakteremia
14. Penyakit-penyakit yang disebabkan infeksi
a. Diphteria
b. Choleria
c. TBC
d. Meninggitis
e. Lepra
SISTEMATIKA
LEARNING OBJECTIVE
1. Struktur, morfologi dan sifat fisiologis bakteri.
2. Proses infeksi
3. Penyakit karena infeksi bakteri
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi
5. Respon terhadap infeksi bakteri
PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE
1. Struktur, morfologi dan sifat fisiologis bakteri
a. nukloid
i. Merupakan padanan nuklues eukariot
ii. Tidak mempunyai membran inti dan aparatus mitotik
b. Struktur sitoplasmik
i. Klorosom
• Mengandungi pigmen fotosintetik (karotenoid dan bakterioklorofil)
• Merupakan membran internal yang terbentuk dari invaginasi membran sitoplasmik
• Terdapat pada bakteri fotosintetik
ii. Granula
• Sumber karbon untuk sintesis asam nukleat dan protein
• Pada bakteri fotosintetik tertentu, tempat menyimpan fosfat inorganik sebagai cadangan untuk sintesa ATP
iii. Vesikel
• Karboksisom
o Vesikel berikatan dengan protein
• Magnetosom
o Vesikel berikatan dengan granula magnetit dan besi sulfida
• Vesikal gas
o Ditemukan pada mikroorganisme dengan habitat pada air
o Membuat bakteri mengapung dalam air
c. Selubung sel
i. Lapisan yang mengelilingi sel prokariot secara keseluruhan
ii. Lapisan terluar adalah lapisan S/kapsul yang berfungsi sebagai
• Melindungi sel dari enzim yang melumatkan dinding sel
• Melindungi sel dari invasi Bdellourbrio Bacteriovorsus (bakteri predator)
• Mempertahankan bentuk sel
• Terlibat dalam proses perlekatan sel ke permukaan epidermis penjamu
iii. Beza selubung sel antara bakteri gram positif dan negatif adalah
• Gram positif terdiri dari
o Membran sitoplasma
o Lapisan peptidoglikan tebal
o Kapsul/ lapisan S
• Gram negatif terdiri dari
o Membran dalam (m.sitoplasmik)
o Lembaran tunggal peptidoglikan
o Membran luar
o Kapsul/ lapisan S
iv. Membran sitoplasma
• Tersusun atas fosfolipid dan protein
• Dibedakan dengan membran plasma eukariot oleh tidak adanya sterol kecuali pada mikoplasma (bakteri tidak mempunyai dinding sel
• Pada membran sitoplasma, terdapat invaginasi yang dinamai mesosom. Mesosom terbagi kepada dua yaitu
o Mesosom septal
i. Berfungsi untuk membentuk dinding penyeberangan(cross wall) selama pembelahan sel
o Mesosom lateral
• Fungsi membran sitoplasma
o Transpor elektron dan fosforilasi oksidatif
i. Proses pembentukan ATP bakteri
ii. Membran sitoplasma bakteri analog dengan mitokhondria
o Permeabilitas dan transpor zat terlarut
i. Difusi terfasilitasi
ii. Bergantung pada protein pengikat
iii. Diarahkan oleh kemiostatik
iv. Translokasi kelompok fosfotransferase
o Ekskresi eksoenzim hidrolitik dan patogenisitas protein
o Fungsi biosintetik
i. Pada membran plasma terletaknya enzim-enzim untuk biosintesa dinding sel
ii. Juga terletaknya enzim-enzim untuk sintesis fosfolipid
o Sistem kemotaktik
i. Zat-zat penarik dan penolak berikatan dengan reseptor spesifik pada membran bakteri
v. Dinding sel
• Lapisan selubung sel yang terletak dari kapsul dan membran sitoplasma
• Fungsi
o Proteksi terhadap tekanan osmotik
o Berperanan penting dalam pembelahan sel
o Merupakan bahan primer untuk biosintesanya sendiri
o Menghasil endotoksin (gram negatif)
vi. Kapsul dan glikokaliks
• Kapsul merupakan polimer yang membentuk selubung padat yang menyelimuti sel
• Glikokaliks merupakan polimem yang membentuk jaringan longgar berupa fibril-fibril yang meluar ke arah luar sel
• Peranan masing
o Kapsul
i. Tingkat keinvasifan bakteri patogenik (sel yang berkapsul terlindung dari fagositosis kecuali diselubungi oleh antibodi antikapsular)
o Glikokaliks
i. Proses melekatnya sel bakteri ke lingkungan atau sel penjamu
ii. Contoh pada streptococcus mutans pada gigi yang akan menyebabkan karies gigi
vii. Flagella
• Alat tambahan seperti benang yang seluruhnya tersusun atas protein
• Diameter 12-30nm
• Merupakan organ pergerakan pada bakteri
• Terbagi atas 3 bentuk
o Monotrik flagella pada satu ujung
o Lopotrik flagella pada banyak ujung
o Peritrik flagella pada seluruh permukaan sel
viii. Pili (finbria)
• Permukaan bagian tubuh yang kaku
• Organ ini lebih pendek dan lebih halus daripada flagella
• Pili terbagi kepada
o Pili biasa
i. Perlekatan bakteri simbiotik atau patogen ke sel penjami
o Pili seksual
i. Perlekatan sel donor ke resipien pada proses konyugasi bakteri
• Virulensi bakteri juga bergantung pada pili di mana produksi antigen kolonisasi yang disebabkan oleh sifat pili biasa.
ix. Endospora
• Merupakan bentul sel yang sedang beristirahat
• Sangat resisten terhadap kekeringan, panas dan bahan-bahan kimia
• Setelah keadaan memungkinkan, endospora akan mengalami germinasi untuk berubah menjadi sel vegetatif semula yang terdiri dari aktivasi, inisiasi dan pertumbuhan lanjut.
2. Morfologi bakteri
a. Kokus kuman berbentuk bulat
i. Mikrokokus : tersendiri
ii. Diplokokus : berpasangan
iii. Pneumokokus : diplokokus yang berbentuk lanset
iv. Gonokokus : diplokokus yang berbentuk seperti biji kopi
v. Tetrade : tersusun dalam kelompok empat sel
vi. Sarsina : kelompok delapan sel dalam bentuk kubus
vii. Streptokokus : tersusun seperti rantai
viii. Stapilokokus : bergerombol tak teratur seperti buah anggur
b. Basilus kuman berbentuk batang
i. Kokobasilus : batang yang sangat pendek menyerupai kokus
ii. Fusiformis : kedua ujung batang meruncing
iii. Streptobasilus : sel bergandengan membentuk suatu filament
c. Spiral
i. Vibrio : berbentuk batang bengkok
ii. Spiriliun : bebentuk spiral kasar dan kaku, tidak fleksibel
iii. Spirokhatea : berbentuk spiral halus, elastis dan fleksibel
3. Sifat fisiologis bakteri
a. Substansi umum yang diperlukan
i. Air
• Bakteri memerlukan air dalam konsentrasi tinggi di sekitarnya karena diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan.
• Air merupakan pengantar semua bahan gizi yang diperlukan sel dan untuk membuang semua zat yang tak diperlukan ke luar sel
ii. Garam-garam anorganik
• Diperlukan untuk mempertahankan keadaan koloidal dan tekanan osmotic di dalam sel, unutk memelihara keseimbangan asam-basa. Dan berfungsi sebagai enzim atau sebagai activator enzim
iii. Mineral
• Diperlukan karbon, nitrogen, belerang, fosfat, activator enzim seperti Mg, Fe, K, dan Ca
iv. CO2
• Diperlukan dalam proses sintesa dengan timbulnya asimilasi CO2 dalam sel
v. O2
• Ada bakteri yang memerlukan oksigen untuk hidup, dan ada juga bakteri yang tidak memerlukan oksigen malah oksigen adalah toksik bagi bakteri tersebut.
b. Temperature
i. Kuman mempunyai temperature optimum yaitu di mana kuman tersebut umbuh sebaik baiknya dan batas-batas temperature dimana pertumbuhan terjadi
• Psikhrofilik : -5 oC – 30 oC
• Mesofilik : 10 oC – 45 oC
• Termofilik : 25 oC – 80 oC
c. pH
i. pH mempengaruhi pertumbuhan kuman
ii. kebanyakan kuman patogen mempunyai pH optimum 7,2 – 7,6
d. Reproduksi kuman
i. Pembelahan
• Umumnya kuman berkembangbiak secara amitosis dengan membelah menjadi 2 bagian (binary)
• Waktu diantara 2 pembelahan disebut generation time
ii. pembentukan tunas/cabang
• Kuman membentuk tunas
• Tunas yang dibentuk akan membentuk kuman baru
iii. Pembentukan filament
• Sel mengeluarkan rambut panjang, filament yang tidak bercabang
• Bahan kromosom kemudian masuk ke dalam filament
• Filament terputus-putus menjadi beberapa bagian
• Tiap bagian membentuk kuman baru
• Dijumpai pada keadaan abnormal
iv. Reproduksi secara seksual
• Pembelahan didahului peleburan bahan kromoson dari 2 kuman sehingga timbul sel-sel kuman dengan sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya
• Reproduksi ini hanya terjadi antara kuman-kuman sejenis dari satu family
e. Fase pertumbuhan kuman
i. Fase penyesuaian diri
• Belum berkembangbiak, tapi aktivitas metabolisme tinggi
ii. Fase pembelahan
• Kuman membelah dengan pembelahan binary
iii. Fase stasioner
• Dengan meningkatnya jumlah kuman, jumlah hasil metabolisme akan meningkat juga
• Hasil metabolisme adalah toksik dan menyebabkan kuman mati
• Pada satu saat, jumlah kuman yang hidup sama dengan jumlah kuman yang mati
iv. Fase kemunduran/penurunan
2. Proses infeksi
a. Transmisi infeksi
i. Bakteri secara umum yang menyebabkan penyakit kepada manusia terutama ada pada hewan, menginfeksi manusia secara tidak sengaja
• Salmonella (khas menginfeksi haiwan)
o Ditularkan dalam produk makanan ke manusia
• Yernisia pestis
o Ditransmisikan ke manusia melalui lalat
• Bacillus anthracis (hidup di lingkungan dan hewan)
o Ditransmisikan ke manusia melalui produk-produk seperti rambut kasar dari hewan yang terinfeksi
ii. Bakteri juga bisa ditransmisikan dari orang lain ke orang lain
• Mycobacterium tuberculosis
o Secara alami hanya menginfeksi manusia
o Ditularkan ke orang lain melalui batuk
• Streptococcus aurens
o Terdapat dalam nares anterior
o Pembawa bakteri menggosok hidung, bakteri berpindah ke tangan, dan ke orang lain
• Infeksi nosokomial
o Ditularkan dari satu pasien ke pasien lain melalui tangan petugas RS
b. Tempat masuk bakteri patogen
i. Paling sering
• Tempat bertemunya selaput lendir dengan kulit
o Saluran pernafasan
o Gastrointestinal
o Genital
o Saluran kemih
• Kulit abnormal
o Terpotong
o Luka bakar
c. Tahap-tahap infeksi
i. Attachment
• Perlekatan pada epitel spesifik
• Faktor-faktor yang mempengaruhi perlekatan
o Kapsul dan polisakarida
o Pili
o Protein khusus
ii. Penetrasi
• Bakteria penetrasi ke epitel dan tumbuh serta berkembangbiak
• Ada juga bakteri yang tidak perlu penetrasi, hanya mengeluarkan toksin
iii. Kolonisasi dan tumbuh
• Multiplikasi pada lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan
iv. Lokalisasi pada tubuh (bakteremia)
d. Bakteri merusak jaringan dengan
i. Toksin
• Eksotoksin
• Endotoksin
ii. Enzim
• Hyaluronidase
3. Penyakit karena infeksi
a. Demam tifoid
i. Penyakit infeksi akut usus halus
ii. Disebabkan oleh Samonella Typi
iii. Manifestasi klinis
• Masa tunas tifoid 10-14 hari
• Gejala-gejala yang timbul bervariasi
• Minggu pertama
o Demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, diare
o Pemeriksaan fisik suhu tubuh meningkat
• Minggu kedua
o Demam, bradikardia, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan hujung)
o Hepatomegali dan splenomegali
iv. Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan leukosit
• Biakan darah
• Uji Widal
• Biakan tinja
v. Pengobatan
• Perawatan
o Rawat di RS untuk isolasi
o Pasien harus tirah baring sampai 7-14 hari bebas demam
o Tujuan tirah baring adalah untuk mencegah komplikasi usus dan perforasi
• Diet
o Hindari makanan yang berserat untuk mengelak perdarahan usus
o Contoh makanan yang baik ada bubur
• Obat
o Obat-obat antimikroba
i. Kloramfenikol
ii. Tiamfenikol
iii. Ko-trimoksazol
iv. Ampisilin dan amdesisilin
v. Fluorokinolin
o Obat simtomatik
i. Kortikosteroid
b. Kolera
i. Penyakit berak-berak disertai muntah yang akut
ii. Disebabkan oleh enterotoksin yang dihasilkan oleh vibrio cholerae dalam usus halus
iii. Manifestasi
• Dehidrasi
• Hipovolemik
• Asidosis metabolik
iv. Etiologi
• Vibrio cholerae kuman gram negatif
• Pada pewarnaan tinja, kuman dilihat dengan bentuk batang-batang sedikit bengkok
• Terdapat 3 serotipe
o Ogawa
o Inaba
o Hikojima
• Patogenesis dan patologi
o Serupa dengan demam tifus (samonella)
o Di usus halus, alkali maka bagus untuk vibrio cholerae memperbanyakkan diri
o Hasilkan enterotoksin
i. Suatu protein dengan berat molekul 84,000 dalton, tahan panas dan tak tahan asam
ii. Resisten terhadap tripsin, tetapi rusak oleh protease
iii. Menstimulasi adenilsiklase pada sel-sel mukosa usus
• Manifestasi klinis
o Inkubasi 2-6 hari
o Diare yang encer dan berlimpah-limpah
o Tidak ada rasa mulas dan tidak disertai tenemus
o Feses cair atau keruh
o Kejang otot dan mual
o Kolik
o Suhu tubuh rendah (34 oC – 24,5 oC)
o Nadi cepat
o Tensi rendah
o Warna kulit, bibir dan mukosa unggu
o Asidosis metabolik
• Pengobatan
o Obat antimikroba
o Ganti cairan dengan elektrolit
o Secara simtomatik dan kausal simultan
c. Demam
i. Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi.
ii. Di hypothalamus, zat ini merangsang pelepasan asam arikidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin yang langsung dapat menyebabkan pireksia.
iii. Karena pengaruh pengaturan otonom, maka terjadi vasokonstriksi perifer, penurunan pengeluaran panas, sehingga terjadi demam.
iv. Peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas, sehingga meningkatkan suhu tubuh.
v. Tipe-tipe demam
• Demam septic
o Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.
o Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat
• Demam remiten
o Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal.
o Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai 2 derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat ada demam septic
• Demam intermitten
o Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.
o Bila demam seperti ini terjadi setiap dia hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi 2 hari bebas demam diantara 2 serangan demam disebut kuartana.
• Demam kontinu
o Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari 1 derajat.
o Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia
• Demam siklik
o Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula
• Demam belum terdiagnosis
o Demam terus selama 3 minggu melebihi 38,3 oC dan belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti.
d. Tuberculosa
i. Disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis
ii. Patogenesis
• Infeksi terjadi biasanya melalui debu atau titik cairan yang mengandung kuman tuberculosis dan masuk ke jalan nafas.
• Penyakit timbul setelah kuman menetap dan berkembang biak didalam paru-paru atau kelenjar getah bening regional.
iii. Gejala klinik
• Gejala umum
o Rasa letih
o Lesu
o Kurus
o Demam
• Gejala pada tuberculosis paru
o Batuk-batuk disertai darah
o Sakit dada
o Anemia
o Keringat malam
o LED meningkat karena IgG dan IgA meningkat
iv. Macam-macam tes
• Tes tuberculin
• Tes biokimia
o Merah netral
o Percobaan niasin
o Arysulfatase
o Reduksi nitrat
o Hidrolisis Tween-80 selama 10 hari
o Pertumbuhan pada thiacetazone
• Tes serologi
o Untuk diagnosa tuberculosis adalah tes Takahashi.
o Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida koalin pada seri pengenceran serum sehingga dapat ditentukan titernya.
o Titer lebih dari 128 dianggap positif, yang berarti tuberculosis masih aktif
e. Tetanus
i. Disebabkan oleh clostridium tetani.
ii. Toksin tetanus adalah protein, termolabil dan dapat dicerna oleh enzim proteolitik lambung.
iii. Clostridium tetani tidak bersifat invasif.
iv. Kumannya tetap di luka, apabila keadaan memungkinkan yaitu keadaan anaerob yang biasanya terjadi karena
• Jaringan nekrotik
• Adanya garam kalsium
• Adanya kuman piogenik lainnya maka spora akan jadi bentuk vegetatif dan eksotoksin yang dibentuk akan menjalar menuju SSP, melalui perineural, pembuluh darah atau pembuluh limfe
v. Masa inkubasi
• 4-5 hari sampai berminggu-minggu
vi. Gejala
• Konvulsi kontraksi tonik dari otot tubuh
• Kejang otot mulai pada tempat infeksi, kemudian otot mulut sehingga seluruh tubuh (epistotonus)
• Kesadaran tetap ada dan rasa sakit yang sangat hebat
• Kematian biasanya karena gangguan alat pernafasan (kurang dari 50%)
vii. Pencegahan
• Pembersihan luka
• Imunisasi aktif dengan toksoid
• Imunisasi pasif dengan ATS
• Pemberian antibiotik
f. Shigella species
i. Kuman patogen usus sebagai agen penyebab penyakit disentri basiler atau Shigellosis yang dapat sembuh dengan sendiri
ii. Ada 3 bentuk diare
• Disentri klasik dengan tinja yang lembek disertai darah, mucus dan pus
• Watery diarrhea
• Kombinasi kedua jenis
iii. Masa inkubasi
• 2-4 hari atau sampai 1 minggu
g. Corynebacterium dyphteriae
i. Difteria berupa infeksi akut terutama pada saluran nafas bagian atas.
ii. Kadang-kadang juga pada kulit, konjungtiva dan vulva dapat terinfeksi.
iii. Penyakit ini terutama menyerang pada anak-anak umur kurang dari 15 tahun yang tidak diimunisasi terutama antara umur 1-9 tahun
iv. Pada saluran pernafasan ini, lesi primer umum dijumpai dalam tenggorok atau nasofaring dimana tampak terbentuknya pseudomembran berwarna keabu-abuan.
v. Masa inkubasi
• 1-7 hari
h. Neisseria gonorrhoeae
i. Penyakit yang disebabkan oleh kuman ini adalah gonore
ii. Infeksi primer dimulai pada epitel silindris dari uretra, duktus periuteralis atau beberapa kelenjar disekitarnya
iii. Kuman juga dapat masuk lewat mukosa serviks, konjungtiva atau rectum
iv. Infeksi pada pria
• Penularan lewat kontak seksual
• Penderita mengeluh disuria dan mengeluarkan pus pada waktu miksi.
• Kadang-kadang timbul demam dan terjadi leukositosis
• Pengobatan secara adekuat dengan antibiotika yang tepat, dapat mempercepat penyembuhan
v. Infeksi pada wanita
• Bila ada gejala dapat berupa disuria atau poliuria
• Keluar getah dari vagina atau nyeri perut
• Dapat timbul komplikasi berupa radang pelvis yang merupakan kelanjutan infeksi yang terjadi dalam tuba fallopi.
• Keadaan ini merupakan penyebab utama terjadinya kemandulan di kemudian hari
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi
a. Umur
i. Neonatus dan lansia rentan terinfeksi
b. Penyakit penyerta
i. Penderita diabetis mellitus lebih rentan karena jaringan yang manis merupakan medium yang ideal untuk kolonisasi
c. Epidemiologi
i. Ras
d. Imunisasi host
i. Host yang telah diimunisa lebih susah untuk terinfeksi
e. Jalan masuk infeksi
i. Luka
ii. Inhalasi
iii. Ingesti
iv. Kontak
f. Jumlah bakteri
i. Ada bakteri yang sedikit, tetapi sudah bisa menyebabkan sakit
g. Faktor perlekatan
i. Bakteri yang masuk ke dalam tubuh harus melekat pada epitel, jika tidak, bakteri bisa tersapu oleh mukus dan cairan lain yang membasahi permukaan jaringan
ii. Beberapa faktor yang memainkan peranan penting
• Hidrofobisitas dan muatan ion di permukaan
• Pengikatan molekul pada bakteri
• Interaksi reseptor sel penjamu
h. Invasi sel dan jaringan penjamu
i. Invasi
• Masuknya bakteri kedalam sel penjamu
• Cara invasi
o Melalui tautan antara sel-sel epitel (Salmonella)
o Bakteri menghasilkan faktor virulensi yang mempengaruhi sel penjamu untuk menelan bakteri
i. Toksin
i. Yaitu eksotoksin dan endotoksin
ii. Perbedaan antara kedua toksin ini adalah
Eksotoksin Endotoksin
Disekresi oleh sel hidup Dilepaskan saat sel mati
Dihasilkan oleh kedua jenis bakteri gram Dihasilkan oleh bakteri gran negatif
tidak stabil Stabil
Toksik fatal dalam jumlah mikrogram Toksik sedang
Tidak menimbulkan demam Menimbulkan demam
Sangat antigenik Immunogenik lemah
Dikontrol oleh gen ekstrakromosom (plasmid) Sintesis dikawal oleh gen kromosom
5. Respon terhadap infeksi bakteri
a. Respon terhadap infeksi bakteri ekstraselular
i. Bakteri ekstraseluler mampu bereplikasi di luar sel seperti di sirkulasi atau jaringan konektivitas ekstraseluler
ii. Antigen bakteri ini terdiri dari dia yaitu
• Endotoksin
o Merupakan produk sel seperti lipopolisakarida yang dapat menyebabkan demam
• Eksotoksin
o Merupakan produk sel seperti toksin yang dilepaskan dari polipeptida di dinding sel dan tidak menyebabkan demam
iii. Respon imun yang terjadi langsung terhadap toksin dapat melindungi host atau penjamu dari penyakit
iv. Respon imun ini dibantu oleh
• Sistem imunitas alami
o Dilakukan oleh neutrofil, monosit dan makrofag jaringan
o Hal ini menunjukkan bahwa bakteri ini akan difagositosis oleh sel-sel tersebut
• Sistem imunitas humoral
o Merupakan prinip efektor melawan bakteri ekstraseluler
o Antibodi seperti IgM dan IgG melawan bakteri dengan cara meningkatkan opsonisasi, menetralisir toksin dan mengaktifkan sistem komplemen
b. Respon tubuh terhadap bakteri intraseluler
i. Bakteri seperti dibawah ini dapat menghindari pengawasan sistem imun seperti antibodi
• L. Monositogenes
• S. Tifi
• Spesies brusella
ii. Dalam hal ini, tubuh akan mengaktifkan sistem imun seluler seperti respon
• CD4+
• CD8+
• Sel NK
reaksi hipersensitivitas pada imunologi
Modul 2 Blok 9 (Imunologi dan Infeksi)
“Reaksi Hipersensitivitas”
Kelompok 7A
Tutor :dr. Aswiyanti Asri , M.Si, Sp.PA
Ketua : Miftahul Khairat Musmar Elbama (0810312073)
Sekretaris : Micelia Amalia Sari (08110312135)
Thesa Aryanti (0810312096)
Anggota : Wulan Arianti Putri (08103120)
Triana Yessisca (0810313174)
Sharah Ananta (0810313184)
Miftah Adityagama (0810313223)
Yeap Chen Pan (0810314161)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2010
Skenario II
Kenangan Pasca Gempa yang Tak Terlupakan
Pak Widodo, laki-laki 52 tahun, seorang tukangyang bekerja memperbaiki rumah yang roboh akibat gempa yang sangat dahsyat di kota Padang, tiba-tiba tertusuk paku yang berkarat. Teman-temannya membawa Pak Widodo ke Klinik Penanggulangan Bencana Darurat dekat rumahnya. Di klinik, luka Pak Widodo dibersihkan kemudian disuntik, tanpa menanyakan apakah ada riwayat alergi sebelumnya dan tanpa melakukan skin test lebih dulu. Selang beberapa menit Pak Widodo tak sadar, pre syok, dipanggil tak menjawab, paramedis dan dokter yang bertugas langsung sibuk memberikan pertolongan. Syukurlah nyawa Pak Widodo dapat diselamatkan. Keluarga dan teman-teman merasa bingung kenapa Pak Widodo setelah disuntik malah tak sadar, apa yang terjadi? Bagaimana anda menjelaskan apa yang dialami Pak Widodo?
Langkah I : Terminologi
Reaksi Hipersentivitas : Respon imun yang berlebihan di dalam tubuh hingga menyebabkan kerusakan jaringan
Skin Test : Tes yang dilakukan untuk mengetahui adanya alergi atau tidak, contohnya tes tusuk kulit, tes gores, Patch test pada punggung, tujuannya merangsang reaksi tubuh dengan allergen tertentu.
Alergi : Reaksi abnormal aktivitas system imun terhadap bahan yang dalam keadaan normal tidak berbahaya.
Pre syok : Terjadi pada orang yang tiba-tiba tachycardia , hipotensi, penurunan kesadaran yang pada skenario bisa disebabkan oleh reaksi anafilaktik, penurunan volume darah dikarenakan aliran darah dari pemubuluh darah utama banyak dialirkan ke kapiler.
Langkah II : Identifikasi Masalah
1. Apakah akibat tertusuk paku baik berkarat atau tidak?
2. Apa yang kira-kira disuntikkan pada Pak Widodo dan kenapa harus ditanya dulu dia alergi atau tidak?
3. Kenapa harus dilakukan skin test terlebih dahulu?
4. Mengapa Pak Widodo tiba-tiba pre syok dan tak sadar setelah disuntik?
5. Apa efeknya jika tidak dilakukan skin test terlebih dahulu?
6. Skin test apa yang paling efektif dilakukan pada kasus Pak Widodo?
7. Kenapa lukanya harus dibersihkan dulu sebelum disuntik?
8. Bagaimana prosedur skin test dan apa keuntungannya kita melakukan hal ini?
9. Apakah hubungan riwayat alergi pada Pak Widodo dengan keadaan pre syok sekarang?
10. Pertolongan apa yang harus pertama kali diberikan?
Langkah III : Analisis masalah
1. Akibat dari tertusuk paku adalah terjadinya sobekan pada kulit kaki dan kemudian terjadi perdarahan, kemungkinan besar spora dari bakteri tetanus ( Clostridium tetani )bisa masuk ketubuh melewati celah akibat lubang paku tersebut hingga Pak Widodo bisa saja terkena tetanus.
2. Kemungkinan Pak Widodo disuntikkan serum Anti Tetanus dan untuk itu hanya ditanyakan dahulu apakah ia alergi terhadap ATS itu atau tidak dikarenakan untuk mencegah terjadi reaksi hipersensitivitas tipe I, disamping itu serum ATS ini juga berasal dari serum monyet dan ada kemungkinan orang akan alergi terhadap ini. Reaksi alergi dapat ditangani dengan suntikan anti alergi.
3. Skin test bertujuan untuk pasien alergi terhadap sesuatu atau tidak, sehingga bisa menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk.
4. Mekanismenya kenapa bisa Pak Widodo tiba-tiba pre syok setelah disuntik adalah ketika suatu antigen masuk ke dalam tubuh maka secara cepat tubuh mempertahankan dirinya dengan proses fagositosis yang kemudian juga mengundang sel plasma menghasilkan sel B yang akan membentuk antibody IgE hingga sensitive terhadap antigen tersebut, bisa pada paparan kedua (anafilaksis) atau bahkan sejak paparan pertama (anafilaktoid) antigen memicu proses degranulasi pada sel mast yang akan mengeluarkan histamine yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, berkurang pasokan darah ke otak, menjadi tidak sadar dan pre syok.
5. Jika tidak dilakukan skin test, mengakibatkan tidak diketahuinya pasien alergi terhadap apa dan obat atau antibiotic apa saja yang dibutuhkannya.
6. Skin test yang mudah dan cepat untuk skenario adalah prick test , selain cepat dilakukan dan diinterpretasikan hasilnya juga biayanya tidak terlalu mahal.
7. Luka Pak Widodo harus dibersihkan terlebih karena menghindari masuknya spora Clostridium tetani ke dalam tubuh. Caranya dengan dieksplorasi, yaitu luka dibersihkan sebersih-bersihnya, dikeluarkan atau dikorek kotoran yang melekat dan kemudian dibersihkan dengan H2O2
8. Prosedur skin test :
- Pertama, bagian lengan bawah volar dibersihkan dengan alcohol, dicari bagian yang tidak banyak dilalui pembuluh darah perifer yang besar.
- Kemudian diberi allergen yang akan diujikan
- Gores pada tempat allergen dengan lancet secara gentle, jangan sampai ada perdarahan, 10-15 menit kemudian akan terjadi triple respon yaitu bercak merah pada goresan yang sesaat, flare pada daerah sekitar goresan dan oedema pada goresan.
Keunggulan skin test ini antara lain :
- Murah
- Tidak terlalu sakit
- Umumnya tidak berisiko
9. Riwayat alergi yang diderita Pak Widodo bisa saja turunan dari orangtuanya, jika ibu dan ayah alergi maka kemungkinan 50 % anaknya alergi dan jika ibu atau ayah yang alergi maka anaknya berisiko 15 % alergi juga.
10. Pertolongan pertama yang diberikan pada saat Pak Widodo pre syok adalah diberikan adrenalin berupa epinephrine untuk mengembalikan keadaan syoknya dan antihistamin untuk meredakan gejala alerginya.
Sistematika Masalah
Learning Objective
I. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mekanisme reaksi , etiologi hipersensitivitas, manifestasi klinik, cara mendiagnosis dan tatalaksana dari ;
a. Hipersensitivitas tipe I
b. Hipersensitivitas tipe II
c. Hipersensitivitas tipe III
d. Hipersensitivitas tipe IV
e. Hipersensitivitas tipe V
f. Hipersensitivitas tipe VI
II. Jenis-jenis allergen yang dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas
Penjabaran Learning Objective :
I. Reaksi Hipersensitivitas
a. Reaksi Hipersensitivitas tipe I (Hipersensitifitas Segera (Anafilaksis))
Mekanisme reaksi :
Ditandai dengan reaksi alergi yang terjadi segera setelah pemaparan dengan allergen. Jenis reaksi ini penting dan sering ditemui. Biasanya tidak berbahaya untuk pemaparan pertama kali, tetapi pemaparan berikutnya dapat menimbulkan teaksi local atau sistemik yang kadang-kadang demikian hebat dan membahayakan seperti terjadi pada renjatan anfilaktik.
Reaksi ini diperankan oleh IgE yang merupakan factor terpenting, disebut juga antibody homostitotropik (reagin), bersifat khas yaitu afinitas yang tinggi pada mastosit dan basofil melalui reseptor Fc pada permukaan sel yang bersangkutan yang mengikat fragmen Fc pada IgE, sekalinya IgE ini terikat pada mastosit dan basofil bias selama beberapa minggu IgE yang terikat ini berperan dalam reaksi anafilaktik. Akibat aktivitas mastosit oleh IgE berbagai jenis limfokin dan sitokin dengan peran multifungsi dilepaskan pada reaksi ini. IL3&4 mempunyai dampak autokrin pada sel mastosit dan bersama dengan substansi sitokin yang lain meningkatkan produksi IgE oleh sel B. IL8 dan IL9 berperan dalam kemotaksis dan aktivitas sel inflamasi di daerah alergi.
Apabila IgE yang melekat pada mastosit atau basofil mengalami pemaparan ulang pada allergen spe sifik yang dikenalnya, maka allergen akan diikat oleh IgE sedemikian rupa sehingga allergen membentuk jembatan antara molekul IgE pada permukaan sel (cross linking ). Cross linking terjadi hanya pada antigen bivalen/multivalent, tidak pada univalent. Crosslinking yang sama terjadi bila fragmen Fc IgE bereaksi dengan anti IgE atau rseptor Fc dihubungkan satu dengan sinyal awal degranulasi sel mast atau basofil. Setelah ada sinyal pada membrane sel, terjadi serangkaian reaksi biokimia intraseluler secara berurutan menyerupai cascade, dimulai dengan aktivasi enzim metal tranferase dan serine estrase, diikuti pembentukan diaserilgliserid dan meningkatkan ion kalsium intrasitoplasmik. Reaksi biokimia menyebabkan terbentuknya zat-zat yang memudahkan fusi merman granul sehingga terjadi degranulasi yang mengakibatkan pelepasan mediator-mediator yang sebelumnya ada di dalam sel, seperti histamine, heparin, factor kemotaktik eosinofil, platelet activating factor (PAF), maupun pembentukan mediator baru ( slow reacting substance of anaphylaxis ) yang terdiri dari substansi-substansi dengan potensi spasmogenik dan vasodilatasi yang kuat yaitu leukotrien LTB4, LTC4, LTD4 sel;ain prostaglandin dan tromboksan.
Penyakit – penyakit yang mengalami reaksi hipersensitivitas tipe I ini antara lain;
• Asma bronchial
Merupakan serangan berulang dispnea paroksimal dengan radang jalan nafas dan mengi akibatn kontaksi spasmodic bronkus yang disebabkan alergi dengan allergen tertentu.
Faktor risiko :
a. Jenis kelamin, ratio kekerapan kejadian pada laki-laki disbanding perempuan adalah 1,5 : 1
b. Umur
c. Factor keturunan dan lingkungan
Manifestasi klinis :
a. Obstruksi saluran nafas yang reversible (balik spontan atau dengan pengobatan)
b. Batuk mengi
c. Sesak nafas
d. Diameter lumen mengecil karena edema dinding bronkus , peradangan mukus, kontaksi dan hipertropo otot polos mukus
e. Inflamasi saluran nafas
f. Peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan (hiperaktivitas)
Patogenesis :
Masuknya alergen berupa debu, zat kimia (histamin, metakolin) ke dalam tubuh akan diolah oleh APC untuk selanjutnya akan dikomunikasikan kepada sel Th yang akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE dan sel-sel radang lainnya yang mengeluarkan mediator inflamasi (histamin, prostaglandin, leukotrin, platelet activating factor, bradikinin, tromboksin , dll) yang akan membuat obstruksi saluran nafas, kerusakan epitel dan gangguan pada otot polos saluran nafas.
Diagnosis :
Berdasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Yang membedakan asma dengan penyakit paru lainnya yaitu serangan asma dapat hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa obat, gejalanya bervariasi tergantung individu
Pemeriksaan penunjang :
a) Spirometri untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan dengan bronkodilator.
b) Uji provokasi bronkus untuk menunjukkan adanya hiperaktivitas bronkus. Di uji dengan pemberian histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik dan aqua destilata.
c) Pemeriksaan sputum, untuk asma khasnya adalah eosinofil yang dominan. Dan juga pemeriksaan ini penting untuk melihat adanya mycelium Aspergillus fumigatus.
d) uji kulit
e) Foto dada , untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi
f) Analisis gas darah pada asma berat.
Pengobatan :
Ditinjau dari beberapa pendekatan ;
a) Mencegah ikatan alergen – IgE
b) Menghindari alergen dan mencoba untuk desentisisasi
c) Mencegah pelepasan mediator dengan natrium kromolin
d) Melebarkan sluran nafas dengan bronkodilator
e) Dengan Agonis beta 2(salbutamol, tetrabulin, fenoterol, prokaterol) dengan inhalasi melalui MDI (Metere Dosed Inhaler). Untuk yang diperlukan reaksi tidak langsung bisa digunakan kortikosteroid yang bukan termasuk golongan bronkodilator tapi bisa melebarkan saluran nafas.
f) Mengurangi respon dengan jalan meredam inflamasi saluran nafas dengan kortikosteroid.
• Urtikaria dan angiodema
Urtikaria : suatu kelainan yang terbats pada bagian superficial kulit berupa bintul (wheal) yang berbatas jelas dengan dikelilingi daerah yang eritematous. Pada bagian tengah bintul tampak kepucatan. Biasanya kelainan ini bersifat sementara (transient), gatal dan bisa terjadi di mana pun di seluruh permukaan kulit.
Angiodema : edema local dengan batas jelas yang melibatkan lapisan kulit yang lebih dalam (jaringan subkutan), bila dibandingkan pada urtikaria dan terasa nyeri bukannya gatal. Bisa terjadi dimanapun tapi paling sering pada daerah mulut, kelopak mata dan genitalia.
Etiologi
a. Dicetuskan bahan-bahan inhalan seperti tepung sari, serpihan kulit hewan dan spora jamur
b. Dicetuskan bahan-bahan makanan tertentu seperti buah-buahan, udang, ikan, produk susu, coklat, kacang-kacangan dan obat
c. Pressure urticaria, disebabkan membawa tas yang cukup berat di bahu, berlari atau mengangkat beban pada kaki dan lengan.
d. Urtikaria kolinergik disebabkan demam, madi air hangat atau olahraga yang meningkatkan suhu tubuh
e. Cold urticaria, terpajan udara dingin dan es batu.
f. Solar urticaria, disebabkan cahaya
g. Aquagenic urticaria
h. Contact urticaria, kontak dengan bahan kimia (lateks)
i. Angiodema dengan kadar C1 inhibitor normal biasanya idopatik, tetapi bisa dipertimbangkan efek dari penggunaan obat (aspirin, ACE inhibitor, OAINS) atau episodic angiodema with eosinophilia (EAAE)
j. Angiodema dengan kadar C1 inhibitor di bawah normal, mungkin disebabkan factor yang didapat (limfoma, SLE) atau bawaan yang sifatnya diturunkan secara autosomal dominan.
Patogenesis
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan local. Sehingga secara klinis tampak edema local disertai eritem. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anafilacsis (SRSA) dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. Patogenesis angidema sama dengan urtikaria.
Diagnosis
Diagnosis urtikaria ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Anamnesis harus dilakukan dengan lengkap dan teliti serta lebih menekankan pada faktor-faktor etiologi yang dapat menimbulkan urtikaria.2
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit mempunyai lesi yang mirip dengan urtikaria sehingga perlu dibuat diagnosis banding. Edema pada kulit yang mirip urtikaria dapat terjadi pada pemfigoid bulosa, herpes gestasiones, penyakit bula kronik pada anak.
Beberapa penyakit lain yang didiagnosis banding dengan urtikaria kronik adalah : dermatitis atopik, pemfigoid bulosa, dermatitis kontak alergi, mastocytosis, gigitan kutu busuk, eritema multiforme, gigitan serangga, scabies, dan urtikaria vasculitis.
Pemeriksaan fisik
Ada beberapa macam tes alergi, yaitu :
1. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit).
Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan, misalnya debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang diuji ditusukkan pada kulit dengan menggunakan jarum khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan luka, berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit Bila positif alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal.
Syarat tes ini :
o Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung antihistamin (obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis obatnya.
o Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun.
2. Patch Tes (Tes Tempel).
Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada penyakit dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak kemerahan dan melenting pada kulit.
Syarat tes ini :
o Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi, posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan.
o 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau anti bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep.
3. RAST (Radio Allergo Sorbent Test).
Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Tes ini memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut diproses dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat diketahui setelah 4 jam.
Kelebihan tes ini : dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh obat-obatan.
4. Skin Test (Tes kulit).
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan. Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes di lapisan bawah kulit. Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif akan timbul bentol, merah, gatal.
5. Tes Provokasi.
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum, makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi untuk alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk penyakit asma dan pilek alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah jarang dipakai, karena tidak nyaman untuk pasien dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma dan syok. tes provokasi bronkial dan tes provokasi makanan sudah digantikan oleh Skin Prick Test dan IgE spesifik metode RAST.
Untuk tes provokasi obat, menggunakan metode DBPC (Double Blind Placebo Control) atau uji samar ganda. caranya pasien minum obat dengan dosis dinaikkan secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan interval 15 – 30 menit.
Dalam satu hari hanya boleh satu macam obat yang dites, untuk tes terhadap bahan/zat lainnya harus menunggu 48 jam kemudian. Tujuannya untuk mengetahui reaksi alergi tipe lambat.
Ada sedikit macam obat yang sudah dapat dites dengan metode RAST.
Semua tes alergi memiliki keakuratan 100 %, dengan syarat persiapan tes harus benar, dan cara melakukan tes harus tepat dan benar.
Pengobatan
Pada pasien perlu dijelaskan tentang jenis urtikaria, penyebabnya , cara-cara sederhana mengurangi gejala dan kemudian pengobatan yang mungkin dapat dilakukan, antara lain ;
1. Pengobatan lini pertama dengan antihistamin klasik, tetapi ini bersifat sedative. Untuk antihistamin generasi berikutnya yang dari golongan Piperion tidak menimbulkan efek sedative tersebut, yaitu;
Terfenadin
Astemizol
Loratadin
Untuk Loratadin, dapat diberikan dengan dosis 10mg, sekali sehari dan cukup efektif dalam beberapa jam setelah ditelan dan mempunyai lama kerja 12-48 jam.
2. Pengobatan lini kedua
Pemberian kortikosteroid untuk menghambat fenomena inflamasi dini, oedema, dilatasi kapiler. Bisa diberikan peroral, parenteral, topical dan aeorosol. Harus diperhatikan untuk pemakaian kortikosteroid dosis tinggi dengan jangka panjang untuk penyakit mata dan penyakit dalam dan penghentiannya pun harus secara tapering off, secara bertahap.
3. Pengobatan lini ketiga
Pemberian adrenalin jika kondisi akut angiodema berat, digunakan untuk konstriksi pembuluh darah. Untuk urtikaria kronik dapat diberikan obat imunosupresan seperti siklosporin A yang evaluasinya dilakukan secara ketat.
• Syok anafilaktik
Reaksi syok anafilaksis adalah terjadinya reaksi renjatan (syok) yang memerlukan tindakan emergency karena bisa terjadi keadaan yang gawat bahkan bisa menimbulkan kematian. Kalangan awam menerjemahkan keracunan, padahal sesungguhnya adalah resiko dari tindakan medis atau penyebab lain yang disebabkan faktor imunologi. Reaksi alergi tidak semata ditentukan oleh jumlah alergen, namun pada kenyataannya setiap pemberian obat tertentu (umumnya antibiotika secara parenteral) dilakukan test kulit untuk melihat ada tidaknya reaksi alergi.
Dikatakan “medical error” apabila nyata-nyata seseorang yang mempunyai riwayat alergi obat tertentu tetapi masih diberikan obat sejenis. Karena itu penting untuk memberikan penjelasan dan cacatan kepada penderita yang mempunyai riwayat alergi, agar tidak terjadi reaksi syok anafilaksis. Berikut ini adalah penyebab, reaksi tubuh, derajat dan penatalaksanaan reaksi syok anafilaksis.
Penyebab:
• Obat-obatan:
1. Protein: Serum heterolog, vaksin,ektrak alergen
2. Non Protein: Antibiotika,sulfonamid, anestesi lokal, salisilat.
• Makanan: Kacang-kacangan, mangga, jeruk, tomat, wijen, ikan laut, putih telor, susu, coklat, zat pengawet.
• Lain-lain: Olah raga, berlari, sengatan (tawon, semut)
Reaksi Tubuh:
• Lokal: Urtikaria, angio-edema
• Sistemik:
1. Kulit/mukosa: konjungtivitis,rash,urtikaria
2. Saluran napas: edema laring, spasme bronkus
3. Kardiovaskuler: aritmia
4. Saluran cerna: mual, muntah, nyeri perut, diare
Derajat Alergi:
Ringan:
Rasa tidak enak, rasa penuh di mulut, hidung tersumbat, edema pre-orbita, kulit gatal, mata berair.
Sedang:
Seperti di atas, ditambah bronkospasme
Berat (syok):
• Gelisah, kesadaran menurun
• Pucat, keringat banyak, acral dingin
• Jantung berdebar, nyeri dada, takikardi, takipneu
• Tekanan darah menurun, oliguri
Penatalaksanaan Reaksi Alergi:
Ringan:
Stop alergen, beri Antihistamin
Sedang:
• Seperti di atas di tambah: aminofilin atau inj. Adrenalin 1/1000 0,3 ml sc/im, dapat diulang tiap 10-15 menit sampai sembuh, maksimal 3 kali.
• Amankan jalan nafas, Oksigenasi.
Berat:
• Seperti sedang ditambah: posisi terlentang, kaki di atas
• Infus NaCl 0,9% / D5%
• Hidrokortison 100 mg atau deksametason iv tiap 8 jam
• Bila gagal: beri difenhidramin HCl 60-80 mg iv secara pelan > 3 menit
• Jika alergen adalah suntikan, pasang manset di atas bekas suntikan (dilepas tiap 10-15 menit) dan beri adrenalin 0,1-0,5 ml im pada bekas suntikan
• Awasi tensi, nadi, suhu tiap 30 menit
• Setelah semua upaya dilakukan, jika dalam 1 jam tidak ada perbaikan rujuk ke RSUD.
b. Reaksi hipersensitivitas tipe II
Antibody yang terdapat dalam serum bereaksi dengan antigen yang berada pada permukaan suatu sel yang merupakan komponen membran sel. Substansi mikroba atau molekul kecil lain (hapten) melekat pada permukaan sel dan bersifat sebgai antigen kompleks Ag-Ab dihancurkan melalui sel efektor seperti makrofag atau netrofil dan monosit atau limfosit T sitotoxic dan sel NK sehingga mungkin dapat menyebabkan kerusakan sel itu sendiri. Pada keadaan ini sulit membedakan respon imun normal dengan reaksi hipersensitivitas sitotoksik ini.
Mekanisme kerusakan jaringan :
- Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence
- Proses sitolisis oleh komplemen C1g menempel pada kompleks imun lalu C3 menjadi aktif dan C5b-C9 yang melisis sel target
- Proses sitolisis oleh sel efektor yang menjadi reseptor dengan bantuan komplemen
Antibodi (IgG atau IgM) melekat pada atigen lewat daerah Fab dan bekerja sebagai suatu jembatan ke komplemen lewat daerah Fc. Akibatnya dapat terjadi lisis yang berperantara-komplemen, seperti yang terjadi pada ;
Reaksi Transfusi
Menurut system ABO, sel darah manusia dibagi menjadi 4 golongan yaitu A, B, AB dan O. Selanjutnya diketahui bahwa golongan A mengandung antibodi (anti B berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan B, darah golongan B mengandung antibodi (anti A berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan A, golongan darh AB tidak mengandung antibodi terhadap antigen tersebut dan golongan darh O mengandung antibodi (Ig M dan Ig G) yang dapat mengaglutinasikan eritrosit golongan A dan B. Antibodi tersebut disebut isohemaglutinin.
Aglutinin tersebut timbul secara alamiah tanpa sensitasi atau imunisasi. Bentuk yang paling sederhana dari reaksi sitotoksik terlihat pada ketidakcocokan transfusi darah golongan ABO. Ada 3 jenis reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik yang paling berat, reaksi panas, dan reaksi alergi seperti urtikaria, syok, dan asma. Kerusakan ginjal dapat pula terjadi akibat membrane sel yang menimbun dan efek toksik dan kompleks haem yang lepas.
Reaksi Antigen Rhesus
Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada bayi baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan ibu Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka anak akan melepas sebagian eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus. Hanya ibu yang sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal ini akan membahayakan anak yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi Ig tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit. Akhirnya terjadi kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning, Transfusi untuk mengganti darah sering diperlukan dalam usaha menyelamatkan bayi.
Anemia Hemolitik autoimun
Akibat suatu infeksi dan sebab yang belum diketahui, beberapa orang membentuk Ig terhadap sel darah merah sendiri. Melalui fagositosis via reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia yang progresif. Antibodi yang dibentuk berupa aglutinin panas atau dingin, tergantung dari suhu yang dibutuhkan untuk aglutinasi.
Reaksi Obat
Obat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit yang menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid dapat mengikat trombosit dan Ig yang dibentuk terhadapnya akan menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura. Chloramfenicol dapat mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel darah merah.
Sindrom Goodpasture
Pada sindrom ini dalam serum ditemukan antibodi yang bereaksi dengan membran basal glomerulus dan paru. Antibodi tersebut mengendap di ginjal dan paru yang menunjukkan endapan linier yang terlihat pada imunoflouresen.
Ciri sindrom ini glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran paru. Perjalanannya sering fatal. Dalam penanggulangannya telah dicoba dengan pemberian steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi yang disusul dengan transplantasi. Jadi, sindrom ini merupakan penyakit auroimun yang membentuk antibodi terhadap membrane basal. Sindrom ini sering ditemukan setelah mengalami infeksi streptococ.
Myasthenia gravis
Penyakit dengan kelemahan otot yang disebabkan gangguan transmisi neuromuskuler, sebagian disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor astilkoli.
Pempigus
Penyakit autoimun yang disertai antibodi tehadap desmosom diantara keratinosit yang menimbulkan pelepasan epidermis dan gelembung-gelembung.
c.. Reaksi hipersensitivitas tipe III (kompleks imun)
Kompleks imun sebenarnya terbentuk setiap antibody bertemu antigen, tetapi didalam keadaan normal pada umumnya kompleks segera disingkirkan secara efektif oleh jaringan retikuloendotelial tetapi ada kalanya pembentukan kompleks imun menyebabkan reaksi hipersentivitas.
Pemaparan antigen dalam jangka panjang dapat merangsang pembetukan antibody yang umumnya tergolong IgG. Antibodi bereaksi dengan antigen membentuk kompleks Ag-Ab yang kemudian dapat mengendap di salah satu tempat di jaringan. Pembentukan kompleks menyebabkan reaksi inflamasi. Aktivasi sistem komplemen menyebabkan pelepasan anafilatoksin yang kemudian merangsang pelapasan berbagai mediator oleh mastosit. Selanjutnya terjadi vasodilatasi dan akumulasi PMN yang menghancurkan kompleks, di pihak lain proses itu juga merangsang PMN sehingga melepaskan granul berupa enzim proteolitik ,yaitu proteinase, kolagenase dan enzim pembentuk kinin. Apabila kompleks Ag-Ab mengendap di jaringan, proses di atas bersama-sama dengan aktivasi komplemen dapat sekaligus merusak jaringan sekitar kompleks.
Penyebab reaksi hipersensitivitas tipe III yang sering terjadi, terdiri dari :
1. Infeksi persisten
Pada infeksi ini terdapat antigen mikroba, dimana tempat kompleks mengendap adalah organ yang diinfektif dan ginjal.
2. Autoimunitas
Pada reaksi ini terdapat antigen sendiri, dimana tempat kompleks mengendap adalah ginjal, sendi, dan pembuluh darah.
3. Ekstrinsik
Pada reaksi ini, antigen yang berpengaruh adalah antigen lingkungan. Dimana tempat kompleks yang mengendap adalah paru.
Reaksi hipersensitivitas tipe III sebagai bentuk penggabungan bentuk antigen dan antibodi dalam tubuh akan mengakibatkan reaksi peradangan akut. Jika komplemen diikat, anafilaktoksin akan dilepaskan sebagai hasil pemecahan C3 dan C5 dan ini akan menyebabkan pelepasan histamin serta perubahan permeabilitas pembuluh darah. Faktor-faktor kemotaktik juga dihasilkan, ini akan menyebabkan pemasukan leukosit-leukosit PMN yang mulai menfagositosis kompleks-kompleks imun. Deretan reaksi diatas juga mengakibatkan pelepasan zat-zat ekstraselular yang berasal dari granula-granula polimorf yakni berupa enzim-enzim proteolitik (termasuk kolagenase dan protein-protein netral), enzim-enzim pembentukan kinin protein-protein polikationik yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah melalui mekanisme mastolitik atau histamin bebas. Hal ini akan merusak jaringan setempat dan memperkuat reaksi peradangan yang ditimbulkan.
Kerusakan lebih lanjut dapat disebabkan oleh reaksi lisis dimana C567 yang telah diaktifkan menyerang sel-sel disekitarnya dan mengikat C89. Dalam keadaan tertentu, trombosit akan menggumpal dengan dua konsekuensi, yaitu menjadi sumber yang menyediakan zat-zat amina vasoaktif dan juga membentuk mikrotrombi yang dapat mengakibatkan iskemia setempat.
Kompleks antigen- antibodi dapat mengaktifkan beberapa sistem imun sebagai berikut :
1. Aktivasi komplemen
a. Melepaskan anafilaktoksin (C3a,C5a) yang merangsang mastosit untuk melepas histamine
b. Melepas faktor kemotaktik (C3a,C5a,C5-6-7) mengerahkan polimorf yang melepas enzim proteolitik dan enzim polikationik
2. Menimbulkan agregasi trombosit
a. Menimbulkan mikrotrombi
b. Melepas amin vasoaktif
3. Mengaktifkan makrofag
Melepas IL-1 dan produk lainnya
Pada reaksi hipersensitivitas tipe III terdapat dua bentuk reaksi, yaitu :
1. Reaksi Arthus
Maurice Arthus menemukan bahwa penyuntikan larutan antigen secara intradermal pada kelinci yang telah dibuat hiperimun dengan antibodi konsentrasi tinggi akan menghasilkan reaksi eritema dan edema, yang mencapai puncak setelah 3-8 jam dan kemudian menghilang. Lesi bercirikan adanya peningkatan infiltrasi leukosit-leukosit PMN. Hal ini disebut fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Reaksi Arthus di dinding bronkus atau alveoli diduga dapat menimbulkan reaksi asma lambat yang terjadi 7-8 jam setelah inhalasi antigen.
Reaksi Arthus ini biasanya memerlukan antibodi dan antigen dalam jumlah besar. Antigen yang disuntikkan akan memebentuk kompleks yang tidak larut dalam sirkulasi atau mengendap pada dinding pembuluh darah. Bila agregat besar, komplemen mulai diaktifkan. C3a dan C5a yang terbentuk meningkatkan permeabilitas pembuluh darah menjadi edema. Komponen lain yang bereperan adalah fakor kemotaktik. Neutrofil dan trombosit mulai menimbun di tempat reaksi dan menimbulkan stasisi dan obstruksi total aliran darah. Neutrofil yang diaktifkan memakan kompleks imun dan bersama dengan trombosit yang digumpalkan melepas berbagai bahan seperti protease, kolagenase, dan bahan vasoaktif.
2. Reaksi serum sickness
Istilah ini berasal dari pirquet dan Schick yang menemukannya sebagai konsekuensi imunisasi pasif pada pengobatan infeksi seperti difteri dan tetanus dengan antiserum asal kuda. Penyuntikan serum asing dalam jumlah besar digunakan untuk bermacam-macam tujuan pengobatan. Hal ini biasanya akan menimbulkan keadaan yang dikenal sebagai penyakit serum kira-kira 8 hari setelah penyuntikan. Pada keadaan ini dapat dijumpai kenaikan suhu, pembengkakan kelenjar-kelenjar limpa, ruam urtika yang tersebar luas, sendi-sendi yang bengkak dan sakit yang dihubungkan dengan konsentrasi komplemen serum rendah, dan mungkin juga ditemui albuminaria sementara.
Pada berbagai infeksi, atas dasar yang belum jelas, dibentuk Ig yang kemudian memberikan reaksi silang dengan beberapa bahan jaringan normal. Hal ini kemudian yang menimbulkan reaksi disertai dengan komplek imun. Contoh dari reaksi ini adalah :
1. Demam reuma
Infeksi streptococ golongan A dapat menimbulkan inflamasi dan kerusakan jantung, sendi, dan ginjal. Berbagai antigen dalam membran streptococ bereaksi silang dengan antigen dari otot jantung, tulang rawan, dan membran glomerulus. Diduga antibodi terhadap streptococ mengikat antigen jaringan normal tersebut dan mengakibatkan inflamasi.
2. Artritis rheumatoid
Kompleks yang dibentuk dari ikatan antara faktor rheumatoid (anti IgG yang berupa IgM) dengan Fc dari IgG akan menimbulkan inflamasi di sendi dan kerusakan yang khas.
3. Infeksi lain
Pada beberapa penyakit infeksi lain seperti malaria dan lepra, antigen mengikat Ig dan membentuk kompleks imun yang ditimbun di beberapa tempat.
4. Farmer’s lung
Pada orang yang rentan, pajanan terhadap jerami yang mengandung banyak spora actinomycete termofilik dapat menimbulkan gangguan pernafasan pneumonitis yang terjadi 6-8 jam setelah pajanan. Pada tubuh orang tersebut, diproduksi banyak IgG yang spesifik terhadap actynomycete termofilik dan membentuk kompleks antigen-antibodi yang mengendap di paru-paru.
d. Reaksi hipersensitivitas tipe IV (Berperantara Sel (Delayed Type Hypersensitivity (DTH))
Merupakan fungsi limfosit T, bukan fungsi antibodi dan dapat dipindahkan oleh sel T yang terlibat secara imunologik pasif tetapi tidak oleh serum. Sel limfosit T dengan reseptor spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen yang sesuai dan mengeluarkan zat Limfokin. Limfosit yang terangsang mengalami transformasi menjadi besar seperti Limfoblast yang mampu merusak sel target yang mengendung antigen dipermukaannya.
Respon lambat yang dimulai beberapa jam (atau hari) setelah kontak (hipersensitivitas Kontak) dengan antigen dan sering berlangsung selama beberapa hari. Respon ini terutama terdiri atas infiltrasi sel berinti satu dan indurasi jaringan seperti yang terlihat pada uji kulit tuberkulin (Hipersensitivitas Tipe-Tuberkulin). Hipersensitifitas lambat dan imunitas berperantara-sel saling berkaitan erat.
Ada 4 jenis reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu:
1. Hipersensitivitas Jones Mole (Reaksi JM)
Reaksi JM ditandai oleh adanya infiltrasi basofil di bawah epidermis. Hal tersebut biasanya ditimbulkan oleh antigen yang larut dan disebabkan oleh limfosit yang peka terhadap siklofosfamid.
Reaksi JM atau Cutaneous Basophil Hypersensitivity (CBH) merupakan bentuk CMI yang tidak biasa dan telah ditemukan pada manusia sesudah suntikan antigen intradermal yang berulang-ulang. Reaksi biasanya terjadi sesudah 24 jam tetapi hanya berupa eritem tanpa indurasi yang merupakan ciri dari CMI. Eritem itu terdiri atas infiltrasi sel basofil. Mekanisme sebenarnya masih belum diketahui.
Kelinci yang digigit tungau menunjukkan reaksi CBH yang berat di tempat tungau menempel. Basofil kemudian melepas mediator yang farmakologik aktif dari granulanya yang dapat mematikan dan melepaskan tungau tersebut.
Basofil telah ditemukan pula pada dermatitis kontak yang disebabkan allergen seperti poison ivy penolakan ginjal dan beberapa bentuk konjungtivitis. Hal-hal tersebut di atas menunjukkan bahwa basofil mempunyai peranan dalam penyakit hipersensitivitas.
2. Hipersensitivitas Kontak dan dermatitis kontak
Dermatitis kontak dikenal dalam klinik sebagai dermatitis yang timbul pada titik tempat kontak dengan alergen. Reaksi maksimal terjadi setelah 48 jam dan merupakan reaksi epidermal. Sel Langerhans sebagai Antigen Presenting Cell (APC) memegang peranan pada reaksi ini.
Innokulasi (penyuntikkan) melalui kulit, cenderung untuk merangsang perkembangan reaksi sel-T dan reaksi-reaksi tipe lambat yang sering kali disebabkan oleh benda-benda asing yang dapat mengadakan ikatan dengan unsur-unsur tubuh untuk membentuk antigen-antigen baru. Oleh karena itu, hipersensitivitas kontak dapat terjadi pada orang-orang yang menjadi peka karena pekerjaan yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia seperti prikil klorida dan kromat.
Kontak dengan antigen mengakibatkan ekspansi klon sel-T yang mampu mengenal antigen tersebut dan kontak ulang menimbulkan respon seperti yang terjadi pada CMI. Kelainan lain yang terjadi ialah pelepasan sel epitel (spongiosis) menimbulkan infiltrasi sel efektor. Hal ini menimbulkan dikeluarkannya cairan dan terbentuknya gelembung.
3. Reaksi Tuberkulin
Reaksi tuberculin adalah reaksi dermal yang berbeda dengan reaksi dermatitis kontak dan terjadi 20 jam setelah terpajan dengan antigen. Reaksi terdiri atas infiltrasi sel mononuklier (50% limfosit dan sisanya monosit). Setelah 48 jam timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di sekitar pembuluh darah yang merusak hubungan serat-serat kolagen kulit. Dalam beberapa hal antigen dimusnahkan dengan cepat sehinga menimbulkan kerusakan. Dilain hal terjadi hal-hal seperti yang terlihat sebagai konsekuensi CMI.
Kelainan kulit yang khas pada penyakit cacar, campak, dan herpes ditimbulkan oleh karena CMI terhadap virus ditambah dengan kerusakan sel yang diinfektif virus oleh sel-Tc.
4. Reaksi Granuloma
Menyusul respon akut terjadi influks monosit, neutrofil dan limfosit ke jaringan. Bila keadaan menjadi terkontrol, neutrofil tidak dikerahkan lagi berdegenerasi. Selanjutnya dikerahkan sel mononuklier. Pada stadium ini, dikerahkan monosit, makrofak, limfosit dan sel plasma yang memberikan gambaran patologik dari inflamasi kronik.
Dalam inflamasi kronik ini, monosit dan makrofak mempunyai 3 peranan penting sebagai berikut:
1. Menelan dan mencerna mikroba, debris seluler dan neutrofil yang berdegenerasi.
2. Modulasi respon imun dan fungsi sel-T melalui presentasi antigen dan sekresi sitokin.
3. Memperbaiki kerusakan jaringan dan fungsi sel inflamasi melalui sekresi sitokin.
Gambaran morfologis dari respon tersebut dapat berupa pembentukan granuloma (agregat fagosit mononuklier yang dikelilingi limfosit dan sel plasma). Fagosit terdiri atas monosit yang baru dikerahkan serta sedikit dari makrofag yang sudah ada dalam jaringan.
Reaksi granulomata merupakan reaksi tipe IV yang paling penting karena menimbulkan banyak efek patologis. Hal tersebut terjadi karena adanya antigen yang persisten di dalam makrofag yang biasanya berupa mikroorganisme yang tidak dapat dihancurkan atau kompleks imun yang menetap, misalnya pada alveolitis alergik.
Reaksi granuloma terjadi sebagai usaha badan untuk membatasi antigen yang persisten dalam tubuh, sedangkan reaksi tuberkolin merupakan respon imun seluler yang terbatas. Kedua reaksi tersebut dapat terjadi akibat sensitasi oleh antigen mikroorganisme yang sama, misalnya M. Tuberculosis dan M. Leprae. Granuloma juga terjadi pada hipersensitivitas terhadap zarkonium, sarkoidosis dan rangsangan bahan non-antigenik seperti bedak (talkum). Dalam hal-hal tersebut makrofag tidak dapat memusnahkan benda anorganik.
Granuloma non-immunologic dapat dibedakan dari yang immunologic, karena yang pertama tidak mengandung limfosit. Dalam reaksi granuloma ditemukan sel epiteloid yang diduga berasal dari sel-sel makrofag dan sel datia Langhans (jangan dikaburkan dengan sel Langerhans yang telah dibicarakan).
Granuloma immunologic ditandai dengan inti yang terdiri atas sel epiteloid dan makrofag. Disamping itu dapat ditemukan fibrosis atau timbunan serat kolagen yang terjadi akibat proliferasi fibroblast dan peningkatan sintesis kolagen.
e. Reaksi hipersensitivitas tipe V (Hipersensitivitas ter-Stimulus)
Ada banyak sel didalam badan yang fungsinya tergantung dari instruksi yang diterima melalui zat tertentu, misalnya hormon yang menempel pada permukaan sel melalui reseptor khas. Apabila auto-antibodi terhadap antigen menempel di permukaan sel maka akan terjadi kelainan yang merangsang sel itu sehingga tidak terkontrol.
f. Reaksi hipersensitivitas tipe VI (innate hypersensitivity reaction)
Tidak ditemukan literatur terkait dengan reaksi tipe VI ini.
II. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan tentang jenis – jenis alergen
a. Alergen inhalatif : alergen yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : serbuk sari, spora jamur (Aspergillus sp., Clodosporium sp., Penecillium, dsb), debu atau bahan-bahan kimia atau dari jenis padi-padian, gandum-ganduman dan uap formalin.
b. Alergen ingestif : alergen yang masuk melalui saluran pencernaan
Contoh : susu, putih telur, ikan laut atau ikan air tawar, udang, kepiting, makanan asal tumbuhan (kacang-kacangan, arbei, madu), obat-obatan telan.
c. Alergen kontak : alergen yang menimbulkan reaksi waktu bersentuhan dengan kulit atau selaput lendir
Contoh : zat-zat kimia, zat-zat sintetik (plastik, obat-obatan, bahan desinfektan) , bahan yang berasal dari hewan (sutera, wol), atau dari tumbuh-tumbuhan (jamur, getah atau damar)
d. Alergen yang memasuki tubuh melalui suntikan atau sengatan
Contoh : obat-obatan, vaksin, racun atau bisa serangga seperti lebah atau semut merah besar.
e. Autoaergen : alergen yang berasal dari zat organisme itu sendiri yang keluar dari sel-sel yang rusak atau pada proses nekrosis jaringan akibat injeksi atau reaksi toxic atau keracunan.
Jenis- jenis alergen berdasarkan tipe hipersensitivitas :
a. Tipe I
Penisilin
Protamin
Enzim
Antiserum
β-laktam
heparin antibodi monoklonal
ekstrak alergen
b. Tipe II
Metamizol
Fenotiazin
Penisilin
Sefalosporin
Kinidin
Metildopa
Antikonvulsan
Parasetol
Sulfonamid
c. Tipe III
β-laktam
Sulfonamid
Fenitoin
Streptomisin
Serum xerogenik
Penisilin
Globulin anti timosit
d. Tipe IV
Penisilin
Anastetik lokal
Antihistamin topikal
Neomisin
Pengawet
Disenfektan
e. Tipe V
Ekstrak alergen
Kolagen larut
f. Tipe VI
Hidrolazin
Prokainamid
IgG (antibodi terhadap insulin)
26 Januari 2010
Ketaping Beach, it'so beautiful, awesome!!
Ketaping, West Sumatra on the island of Sumatra, Indonesia. It is located about 23 km north-west of Padang (the capital city), Padang Pariaman regency.this beach is near to International Airport of Minangkabau , Ketaping.
again!!(award)
Here is some rules to join international blogger community:
1. Link the person who tagged you.(uddah ndah..)
2. Copy the image above,the rules and questionnaire in this post.
3. Post this in one or all of your blogs.
4. Answer the four questions following these rules.
5. Recruit at least seven(7) friends on your Blog Roll by sharing this with them.
6. Come back to BloGGiST INFo CoRNeR (PLEASE DO NOT CHANGE THIS LINK) at http://bloggistame.blogspot.com/ and leave and the URL of your post in order for you/your Blog to be added to the Master List.
7. Have Fun!
Questions & Your answers:
1. The Personal Tagged Me :
indah prihandini
2. His/her site's tittle and url:
http://indahprihandini.blogspot.com
3. Date when you were tagged:
24-01-10
4. Persons you tagged 7 person:
err.. who'll be???it's hard enuff to decide it..
1st: phi
2nd: k icin
3rd: k fathel
4th: k priska
5th: k aini
6th: k nissa
7th: siapaaaaa????siapaaaaa???no idea...
buat yang dapet..bersukacitalah..hehehe, n post secepatnya ya (jgn kayak c, 2 hari baru deh ngeh.. :P)
21 Januari 2010
mo persiapan khusus buat ujian 3 mgu lagi
imunologi dan infeksi, materi yang berat dan sulit bagi c
so..
mengingat
menimbang
banyak bgt 07 yang remedial di blok ini
so... harus WASPADA
lagian katanya soal remedialnya susah..
maka
c
memutuskan...
ga mo bikin tulisan lagi tuk beberapa waktu
kalo posting soal...
c foto aja lagi deh...ga keburu ngetik...
kalo ada cerita yang bener2 mau c ceritain, c ceritain pada diri sendiri aja..
kalo ngebet blokwalking..
yah...ditahan2...
agak berat juga sih..
tp mo gimana, ada yg lebih prioritas euy
ni reaksi hipersentivitas tipe berapa coba??rumit euy..
19 Januari 2010
Kerja keras lalu buat mereka bangga
Saturday, January 16, 2010, 02:44pm
Mulai dari mana ya?
Ah ya, kalo bingung spt ini, c slalu inget apa yg Neta bilang, mulai saja dari apa yang c rasakan sekarang…
C lagi terharu, bener deh, tadi baru nyelesein nonton "King"(hoooo… masih sempet nonton c..laporanmu itu loh.. ckckckck), itu loh, film tentang seorang "Guntur" anak desa yang dididik abis2an sama ayahnya buat jadi pemain bulutangkis yang gemilang kayak Liem Swie King. Meski dia keras kepala dan terkadang nakal karna merasa tak dihargai jerihpayahnya berlatih, dia akhirnya tetep terus berusaha dengan perjuangan yang tak mudah, dibantu oleh sahabat2nya Raden dan Michele ("like this",hehehehe), juga ayahnya yang awal2nya sepertinya selalu hanya memberikan hukuman tapi sebenernya ayahnya bersungguh2 mewujudkan keinginan anaknya, walo Guntur jadi membangkang dengan sikap ayahnya itu.
(ini ketika guntur melihat legendaris2 bulutangkis indonesia di Kudus)
Kawan, menjadi pecundang itu mudah, tinggal bersantai-santai aja dan ga usah hargai pengorbanan orang lain buat kita. Tapi sungguh, sulit sekali untuk menjadi pejuang, pejuang yang terus menempa diri dengan kerja keras, hadapi rintangan, hadapi ego diri sendiri untuk dapat bertahan dengan perjuangan itu, dan hargai semua pengorbanan orang lain untuk kita, untuk keberhasilan kita, untuk kebahagiaan kita. Tak layak rasanya gelar juara untuk orang yang merasa juaranya itu ia dapat karna kerja kerasnya sendiri, apakah tak ada orangtuanya yang mendukungnya sepenuh hati?, apakah tak ada dibalik itu guru/pelatihnya yang tulus menginginkan kesuksesannya? Apakah tak ada para sahabat yang selalu menyuntikan semangat sepanjang waktu? Apakah ini bukan karna kehendakNya? Menjadi juara itu memang membanggakan, apalagi jika dengan proses yang butuh perjuangan, sangat sangat berharga.
C pernah bermimpi, ketika baca majalah Bobo(entah usia berapa c waktu itu) yang jelas sangat2 kagum dengan profil2 putra2 bangsa yang berhasil mengharumkan nama bangsa, baik itu lewat olahraga, seni maupun olimpiade ilmu pengetahuan, kapan…c bisa kayak mereka….??,. Jujur, ada rasa iri, kenapa mereka bisa?? Bukankan kami sama? Sama saja umurnya, jenjang pendidikannya. Tapi..mereka bisa berprestasi begitu gemilang. Ah ya, bedanya pada kerja keras dan kesempatan. C masih inget, di profil itu pun diceritakan perjuangan mereka, yeah mereka berlatih keras, mereka ikut les ini itu, mereka mengasah kemampuan mereka dengan lomba2, mereka bahkan tak seperti kami yang punya banyak waktu bermain, nonton sepulang sekolah, 'malala' dengan teman sebaya, mereka focus, mereka serius. Tapi sayang, orang2 seperti mereka bukan mayoritas, hanya minoritas , dan hal yang paling menyedihkan adalah ketika mereka sudah gemilang dikancah internasional, mereka malah direbut oleh orang luar tersebut dan tak banyak yang tak kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan keluarbiasaan ilmu mereka itu malah memilih menetap di luar negri karna merasa lebih terfasilitasi, ah tapi c bukan ingin cerita tentang itu. C merasa miris dengan remaja2 yang ga manfaatin waktu2 'emas' mereka ini dengan baik, c merasa miris dengan sepupu c yang sudah candu nonton program2 TV ga penting, ga mendidik, bukannya candu belajar. c merasa miris dengan junior2 c yang pesimis dengan Ujian Nasional mereka dan hanya mengharapkan orang lain 'membantunya' ujian nanti, bukannya belajar keras sebelum bulan maret ni tapi masih c liat mereka rajin sekali beraktivitas di dunia maya(FB khususnya), mencoba berpikir positif saja, mungkin mereka juga lagi nyari2 contoh soal UN dan SPMB, mudah2an….kan sayang sekali kalo waktu sesempit ini mereka sia2kan (hmm…jadi inget perjuangan dikelas 3 SMA dulu, bener2 pengalaman berharga, perjuangan yang cukup membuat c tak menyesal sekarang). Tadi malam juga, c liat banyak sekali remaja2 SMA yang masih berekeliaran di luaran malam2, bukan untuk hal2 yang urgen, hanya kongkow2 sama temen2 ditempat2 keramaian, apa mereka ga bisa pulang aja, bantuin ortu di rumah, trus belajar…apa mereka ga merasa masa remaja ini yang nentuin masa depan mereka, mau jadi apa, mau gimana, mau susah payah di awal atau di sepanjang hidup mereka?
Hidup itu perjuangan (motto yang klasik, tapi beneran), yup kita harus habis2an dalam memperjuangkan hidup ini, anggap aja kita bakal hidup selama-lamanya. Tapi asal jangan terjebak dengan cinta dunia aja (ya Allah..jauhkan hamba dari hal ini..), kerja keras sih boleh, tapi ga boleh sombong, umur ga sebanyak yang kita mau, kekuatan yang kita punya skrg ga bakalan selama yang kita mau, ada hal pasti yang menanti, dan kita juga harus habis2an juga untuk mempersiapkan hal yang pasti itu, anggap aja kita mati besok. Di dunia kita kerja keras untuk orang2 yang kita sayangi, untuk membuat mereka bangga,untuk mebuat mereka bahagia, tapi kerja keras itu akan sempurna jika pengorbanan kita itu dipersembahkan untuk Allah, untuk ridhoNya, dunia dapet, akhirat dapet.
Ps: intropeksi diri c sendiri, apakah 'prestasi' c selama ini yang bisa membanggakan mereka? Ah masih secuil ternyata….
15 Januari 2010
Soal immunology, in English euyyyy ^,^ (minggu1)
Source: Pathophysiology,PreTest,Self-Assessment and Review
Second Edition
By : Maurice A. Mufson, M.D., M.A.C.P.
Immune System
Questions
DIRECTIONS: Each item below contains a question or incomplete
statement followed by suggested responses. Select the one best response to
each question.
1. The major immunoglobulin class in normal adult human serum is
a. IgA
b. IgG
c. IgM
d. IgE
e. IgD
2. The predominant antibody found in a primary immune response is
a. IgA
b. IgG
c. IgM
d. IgE
e. IgD
3. Which immunoglobulin class is found on the surface of mast cells?
a. IgA
b. IgG
c. IgM
d. IgE
e. IgD
4. Which immunoglobulin class is a major component of mucosal secretions?
a. IgA
b. IgG
c. IgM
d. IgE
e. IgD
5. Which immunoglobulin class can cross the placenta?
a. IgA
b. IgG
c. IgM
d. IgE
e. IgD
6. Which of the following cells are important in an innate immune
response to extracellular bacteria?
a. T lymphocytes
b. B lymphocytes
c. Neutrophils
d. Eosinophils
e. Mast cells
7. Which one of the following is the most potent and effective antigenpresenting
cell (APC)?
a. Monocytes-macrophages
b. Mast cells
c. T lymphocytes
d. B lymphocytes
e. Dendritic-Langerhans cells
8. Compared with a healthy individual, lymph nodes from a person with
a deficiency in B lymphocytes would have
a. Few or no primary follicles
b. Enlarged germinal centers
c. Few Howell-Jolly bodies
d. No paracortex
e. Increased number of Heinz bodies
9. A newborn infected with group B streptococcus would produce and
secrete antibody of which of the following class(es)?
a. IgM only
b. IgG only
c. IgM and IgG
d. Neither IgM nor IgG
e. IgA only
10. Eosinophils are associated with the defense against infections caused by
a. Virus
b. Intracellular bacteria
c. Extracellular bacteria
d. Invasive parasites
e. Mycoplasma
11. To determine whether a fetus acquired an infection in utero, antigenspecific
antibody to which of the following classes should be measured?
a. IgA
b. IgM
c. IgG
d. IgD
e. IgE
12. During an immune response, antibodies are made against different
structures (usually proteins) on an infectious agent. These structures are
referred to as
a. Adjuvants
b. Allotypes
c. Isotypes
d. Epitopes
e. Alleles
13. Which one of the following complement components enhances
phagocytosis of bacteria by opsonization?
a. C1
b. Factor B
c. C3b
d. C5a
e. C5b6789
14. Which one of the following complement components mediates cytolysis?
a. C1
b. Factor B
c. C3b
d. C5a
e. C5b6789
15. Which one of the following complement components is a chemoattractant
for neutrophils?
a. C1
b. Factor B
c. C3b
d. C5a
e. C5b6789
16. Which one of the following complement components binds to antibody
to activate the classical pathway?
a. C1
b. Factor B
c. C3b
d. C5a
e. C5b6789
17. A patient with a predisposition for disseminated infections by Neisseria
bacteria may have a deficiency in
a. Membrane attack complex formation (C5 to C9)
b. Classical pathway activation
c. C3
d. C1 inhibitor
e. C4
18. Which one of the following complement component deficiencies is
associated with individuals with frequent pyogenic bacterial infections?
a. Membrane attack complex (C5 to C9)
b. C1 inhibitor
c. C2
d. C3
e. C4
19. A person with an abnormality in which one of the following early
complement components would most likely experience the most serious
clinical manifestations?
a. C1
b. C2
c. C3
d. Factor B
e. C1 inhibitor
20. A 6-year-old boy has received a deep puncture wound while playing
in his neighbor's yard. His records indicate that he has had the standard
DPT immunizations and a booster when he entered school. What is the
most appropriate therapy for this child?
a. Tetanus toxoid
b. Tetanus antitoxin
c. Both toxoid and antitoxin at the same site
d. Toxoid and antitoxin at different sites
e. No treatment
21. Toxic shock syndrome toxin-1 is produced by some strains of S. aureus
and is thought to be responsible for the clinical manifestations of disease by
this organism. This toxin is referred to as a superantigen because it can
a. Activate T cells in an antigen-nonspecific manner
b. Activate B cells without T cell help
c. Become immunogenic when attached to a carrier protein
d. Prolong the presence of antigen in a tissue
e. Evoke IgE
22. Neutralizing antiviral antibody produced in response to infection by
an enveloped virus acts on which one of the following components of the
virus?
a. Matrix proteins
b. One or more surface glycoproteins
c. Internal protein components
d. Nucleic acid
e. Internal nonprotein components
23. Direct killing of cells infected with virus is usually accomplished by
a. CD8-positive T cells
b. CD4-positive T helper 1 cells
c. CD4-positive T helper 2 cells
d. plasma cells
e. CD19-positive B cells
24. Mycobacterium tuberculosis results in an intracellular bacterial infection
that provokes which one of the following immune responses?
a. Natural killer cytotoxic response
b. CD8-positive cytotoxic T cell response
c. T helper 1 delayed type hypersensitivity response
d. Complement mediated lysis of infected cell
e. Eosinophilia
25. Which one of the following is a B cell neoplasm?
a. Non-Hodgkin's lymphoma
b. Acute lymphoblastic leukemia
c. Burkitt's lymphoma
d. Hodgkin's disease
e. Histiocytosis X
26. During an immune response to pathogens in the intestine, the primary
function of M cells along the Peyer's patches is to
a. Transport antigen to lymphocytes
b. Produce antigen-specific IgA antibody
c. Present antigen to lymphocytes
d. Secrete cytokines to "help" in antibody production
e. Secrete chemokines
27. Which one of the following tests is used for the determination of the
titer of antihepatitis B antibody?
a. Flow cytometry (FACS)
b. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
c. Latex agglutination
d. Coombs' test
e. Mixed lymphocyte reaction
28. Which one of the following tests is used for the detection of anti-Rh
antibody in blood?
a. Flow cytometry (FACS)
b. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
c. Latex agglutination
d. Coombs' test
e. Mixed lymphocyte reaction
29. Which one of the following tests is used for the assessment of the level
of CD4T lymphocytes in an HIV-infected patient?
a. Flow cytometry (FACS)
b. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
c. Latex agglutination
d. Coombs' test
e. Mixed lymphocyte reaction
30. Which one of the following tests is used for the evaluating the degree
of compatibility between donor and patient lymphocytes?
a. Flow cytometry (FACS)
b. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
c. Latex agglutination
d. Coombs' test
e. Mixed lymphocyte reaction
31. Which one of the following tests is used for the detection of group A
streptococci from a throat swab?
a. Flow cytometry (FACS)
b. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
c. Latex agglutination
d. Coombs' test
e. Mixed lymphocyte reaction
41. Which cytokine promotes the proliferation of T and B lymphocytes?
a. IFN-(interferon )
b. IL-2 (interleukin 2)
c. IL-4 (interleukin 4)
d. TNF-(tumor necrosis factor )
e. TGF-(transforming growth factor )
42. Which cytokine promotes various biologic actions associated with
inflammation?
a. IFN-(interferon )
b. IL-2 (interleukin 2)
c. IL-4 (interleukin 4)
d. TNF-(tumor necrosis factor )
e. TGF-(transforming growth factor )
43. Which cytokine antagonizes or suppresses many responses of lymphocytes?
a. IFN-(interferon )
b. IL-2 (interleukin 2)
c. IL-4 (interleukin 4)
d. TNF-(tumor necrosis factor )
e. TGF-(transforming growth factor )
44. Which cytokine functions as a promotor of T helper 2 (TH2) development
and IgE synthesis?
a. IFN-(interferon )
b. IL-2 (interleukin 2)
c. IL-4 (interleukin 4)
d. TNF-(tumor necrosis factor )
e. TGF-(transforming growth factor )
45. Which cytokine functions as an activator of macrophages and natural
killer (NK) cells?
a. IFN-(interferon )
b. IL-2 (interleukin 2)
c. IL-4 (interleukin 4)
d. TNF-(tumor necrosis factor )
e. TGF-(transforming growth factor )
hohoho..pusing ya pake bahasa inggris, itulah kawan… c ndak lo sempat mentranslatenyo doh..(gayya lai, bantuak bisa lo baso inggirih..wekekeke)
bisa se beko tu..bisa..bisa…, kawan2 kan calon2 dokter yang akan bersaing samo dokter luar negri tu, jadi… biasakan pake bhs inggris lai,
' biasakan kebiasaan oleh orang yang biasa membiasakan kebiasaan yang biasa dibiasakannya itu..'
Ps: jawabannya nyusul y