Apakah Anda berpikiran sama dengan saya ketika mendengar HIV/AIDS menimpa seorang yang kita kenal kita akan langsung pesimis dengan vonis yang mematikan tersebut?. Saya berharapnya tidak, tetapi sayangnya memang banyak yang menganggap bahwa penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Lebih lanjut banyak juga yang menganggap penyakit ini sulit sekali untuk diberantas mata rantainya. Kenapa bisa seperti ini? Apakah yang sebenarnya terjadi?.
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome itu sesungguhnya terjadi setelah virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga sepuluh tahun atau lebih. Sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan satu atau lebih penyakit dapat timbul. Karena lemahnya sistem kekebalan tubuh tadi, beberapa penyakit bisa menjadi lebih parah daripada biasanya. Penyakit infeksi yang serius ini dapat ditularkan melalui kontak cairan tubuh baik itu darah, cairan vagina dan yang lainnya yang berkontak dengan mukosa tubuh individu lainnya atau langsung masuk ke sirkulasi darah.
Berangkat dari cara penularan infeksi di atas, penyakit ini berkembang pesat ketika ia terjadi pada komunitas yang rentan seperti pekerja seks komersial, individu yang berganti-ganti pasangan seksual, pengguna jarum suntik narkoba dengan pemakaian bergantian dengan yang lain, paramedis yang menangani pasien AIDS dan secara tak sengaja terluka dengan peralatan yang sudah terkontaminasi cairan tubuh pasien tersebut, dan kemungkinan kecil untuk yang mendapatkan transfusi darah, karena PMI sudah ketat penyeleksiannya untuk darah dengan penyakit ini.
Tak dipungkiri meski baru 3 dekade HIV/AIDS ini banyak disebut sebagai penyebab kematian yang serius, sekarang tak berkurang sedikit pun penderitanya, semakin banyak orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) sekarang. Di Indonesia pada 2002 saja Departemen Kesehatan memperkirakan sudah ada 90 ribu – 130 ribu ODHA, bahkan Indonesia diramalkan menyaingi laju penyebaran penyakit ini di Myanmar dan Cina. Data di tahun 2006 sudah 4 juta penduduk dunia yang hidup dengan penyakit ini. Memang angka tersebut membuat kita bergidik takut, namun jumlah yang kecil tak pula menyebabkan kita bernapas lega. Di Sumatera Barat, di daerah dimana saya menetap sekarang, meski di tahun 2008 baru terdeteksi 600 ODHA, tetapi ini bukan hal yang wajar jika terjadi di daerah yang terkenal dengan adat dan masyarakat yang menjunjung tinggi sopan santun dan kemuliaan agama, bahkan falsafah kehidupan yang mengakarkan budaya di negeri Minang ini adalah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (adat bersendikan agama, agama bersendikan kitab Allah), maka sudah selayaknya kita pertanyakan dengan angka yang tinggi itu pada penyakit yang 90% penularannya dari hubungan seksual yang berisiko ini terjadi pada masyarakat yang seperti yang disebutkan di atas.
Lalu faktor apa yang menyebabkan melesatnya laju penyebaran penyakit yang notabene bukan penyakit infeksi biasa yang ditularkan oleh vektor hewan maupun bakteri dan parasit tetapi individu itu sendiri yang telah terinfeksi yang dapat menularkannya? Kenapa kita tidak berhasil memberantas atau setidaknya mengontrol penyebarannya?
Pengetahuan yang kurang tentang pencegahan penyakit ini pada orang dengan berlatarbelakang dari kalangan berpendidikan rendah dan hidup miskin maupun yang berkehidupan mapan namun tidak membekali dirinya terhadap hal ini juga berperan sangat besar dalam meningkatnya kejadian infeksi ini apalagi jika mereka juga tidak dapat mengakses pengobatan terhadap penyakit ini.
Seringnya memang penyakit ini sudah terlambat dideteksi, ketika viral load
sudah tinggi barulah timbul gejala-gejala seperti demam yang tidak sembuh-sembuh (persisten), timbul jamur di mulut dan ada penyakit infeksi menular seksual (IMS), dan ketika itulah baru seseorang akan memeriksakan dirinya pada dokter padahal beberapa waktu sebelumnya bisa saja ketika viral load masih dalam tahapan sedang dia telah menularkannya pada pasangannya yang negatif HIV. Atau lebih tragisnya seorang wanita yang baru tahu tentang status HIV nya setelah ia hamil, maka sudah dapat dibayangkan bagaimana nasib bayi yang tak berdosa yang dikandungnya.
Pengobatan sedini mungkin sangat baik untuk ramalan perjalanan penyakit (prognosis) HIV ini, jika saja terdeteksi cepat dan belum terjadinya keadaan AIDS itu maka Anti Retroviral (ART) sangat mangkus dalam menghambat invasi dari HIV itu dalam melumpuhkan kekebalan tubuh sehingga masih bisa menyelamatkan kondisi imunitas ODHA itu sehingga dapat menghindari penyakit-penyakit infeksi lain yang disebabkan bakteri dan jamur yang seringnya menjadi penyebab utama percepatan waktu kematian. Banyak ODHA yang belum tahu bahwa ART ini disediakan gratis oleh pemerintah di rumah sakit pusat dan daerah yang tersebar di Indonesia, jika pun tahu tak sedikit yang tingkat kepatuhan minum obatnya rendah, padahal obat ini tak boleh terlambat atau luput meminumnya setiap harinya. Sangat disayangkan masih banyak yang sudah terlanjur berputus asa dan menyianyiakan kesempatan ini, hingga status penyakit mereka kian lama kian parah.
Tak pula kita melupakan paramedis yang berisiko juga terhadap penularan penyakit ini ketika menangani pasien dengan HIV/AIDS, meski memang resiko tak sengaja tertular itu tinggi disebabkan kecelakaan atau kelalaian dalam bertugas tetapi hal ini dapat dicegah dengan paramedis tersebut memakai alat pelindung diri (APD) ketika bertugas, seperti selalu memakai handscoon saat mengambil darah pasien atau pekerjaan apapun yang melibatkan kontak dengan cairan tubuh ODHA tersebut dan waspada dengan kemungkinan tersusuk jarum yang sudah terkontaminasi, untuk hal ini mungkin sudah selayaknya paramedis mengetahui kondisi pasien sebenarnya, namun bukan berarti ketika ia tahu, ia berhak untuk memberitahu kepada yang tidak berhak dan cenderung untuk menghindari menangani pasien tersebut dengan alasan takut tertular.
Saya tersentak kaget ketika mengetahui ada kerabat saya yang telah didiagnosis menderita AIDS, bukannya ingin bersikap naïf ketika saya meragukannya, karena memang beliau orang saya kenal berperilaku baik-baik, tetapi apa lacur, semua sudah terjadi, keluarganya masih tak tahu sama sekali penyakitnya dan hanya berharap keadaannya yang semakin memburuk di stadium III itu bisa segera membaik. Ia sekarang dirawat di rumah sakit tetapi bukan diruangan isolasi, karena memang tak menginginkan merasa terasing, namun akibatnya tubuhnya semakin digerogoti penyakit nosokomial (penyakit yang didapat ketika dirawat di rumah sakit) seperti tuberkulosis paru.
Betapa banyak kerugian yang didapat ketika penyakit ini merajalela. Bila orang yang positif terinfeksi penyakit ini memperpendek masa hidupnya karena merasakan keputusasaan yang besar dengan menanggung penyakit yang dianggap tak bisa disembuhkan ini, berdampak pada mutu hidup dan merusak hubungan keluarga, masyarakat serta berdampak pada masalah yang lebih luas seperti ekonomi. Di Afrika Selatan setiap hari lebih dari 1.000 orang menjadi terinfeksi dan lebih dari 900 meninggal akibat penyakit terkait AIDS. Berdasarkan perspektif ini sendiri, bila kita tidak meningkatkan pencegahan secara efektif, kita akan meningkatan angka kematian, meningkatan kesakitan dan meningkatkan gangguan sosial yang dapat terjadi bersamaan dengan HIV.
Tak akan rugi rasanya bila kita terus-menerus giat mengupayakan pencegahan penyakit HIV/AIDS ini, mulai dari dari diri sendiri dulu yang mewaspadai, kemudian juga dari hal yang terkecil seperti menghindari penyebabnya, menambah wawasan tentang penyakit ini dan seterusnya membagikan pengetahuan itu minimal terhadap orang terdekat kita, dan mulai saat ini marilah kita tegaskan sikap, dan teriakkan "Stop HIV/AIDS sampai di sini!"
Baik, kita kaji lagi hal yang menjadi permasalahan di awal pemaparan tadi, apakah penyakit HIV/AIDS ini merupakan vonis akhir dari kematian seseorang? Tidak, hal ini tak sepenuhnya benar, penelitian demi penelitian tetap gencar dilakukan demi memastikan harapan itu masih ada untuk di kemudian hari akan ditemukan pengobatan yang menggembirakan terhadap penyakit ini, setidaknya banyak ODHA yang masih bisa bertahan hidup dengan berupaya bersaing dengan virus tersebut dengan pertahanan ART dan bahkan bisa memproduktifkan dirinya. Lalu, apakah mata rantai penyakit ini sulit diputus? Jika kita bersama-sama dengan masyarakat, pihak-pihak yang bergerak di bidang kesehatan yang dapat mensosialisasikan penyakit ini, lembaga swasta yang memberi perhatian khusus terhadap komunitas ODHA dan pemerintah yang dapat memberikan perhatian lebih melalui pendanaan menyerukan pada komunitas global untuk menggerakkan sebuah kebersamaan untuk meningkatkan usaha pencegahan HIV/AIDS maka kita dapat optimis untuk mewujudkannya.
Ps: essay abal2 yg ce bikin udah di dkt2 hari deadline pengiriman lomba ini, parah, gwahaha, tapi ok lah, setidaknya saia mencoba utk menulis serius, dan ternyata susah bangetsss :P
Tidak ada komentar:
Posting Komentar