Modul 4
Patologi Kehamilan dan Persalinan
Skenario
Belum Terlambat
Rahma, 40 tahun, diantar bidan ke IGD sebuah RS dengan keluhan persalinan yang tidak maju-maju sejak 4 jam yang lalu, dari pemantauan partograf sudah menyentuh garis alert, pasien hamil cukup bulan. Dari anamnesis diketahui bahwa ini merupakan kehamilan pertama buat Rahma sejak menikah 5 tahun yang lalu. Walau telah disarankan untuk berobat ke RS karena kehamilannya termasuk resiko tinggi tetapi Rahma menolak. Selama awal kehamilannya Rahma terpaksa harus bed rest karena hiperemesis gravidarum, ditambah riwayat hipertensi sebelum kehamilan, sehingga menganggap biasa saja tekanan darahnya yang tinggi dalam kehamilan ini.
Pada pemeriksaan dalam, dokter sampai di RS menemukan : pembukaan 5-6 cm, ketuban (+) dengan His mulai lemah, sedangkan dari keterangan bidan (pemeriksaan 4 jam sebelum sampai di RS : pembukaan 5-6 cm, his sebelumnya kuat), ukuran panggul dalam dan luar : normal. Rahma juga mulai demam T : 39 oC , tekanan darah 180/110 mmHg, proteinuria (+++). Dari pemeriksaan USG , dokter menemukan bahwa bayi Rahma terlilit tali pusat, dengan denyut jantung yang tidak teratur, setelah diberikan MgSO4
, Nifepidin dan kondisi Rahma stabil, Dokter memutuskan untuk segera melakukan Seksio Cesaria, didampingi dokter spesialis anak. Bayi Rahma lahir dengan BBL : 2000, PB:50 cm dengan tanda-tanda dismatur pada bayi, A/S 5-6, ketuban hijau kental, jumlah sedikit, tali pusat : kisut, kehijauan, Wharton Jelly sedikit dan segera dirawat dalam incubator, plasenta : berat 300 gram ukuran 13x13x1,2 cm. Bagaimana menjelaskan apa yang terjadi pada Rahma dan bayinya?
Terminologi
Garis Alert : garis waspada pada partograf, dimulai dengan pembukaan servik 4 cm
Wharton Jelly : lapisan yang terdapat antara lapisan amnion dan peritoneum yang merupakan selaput dari tali pusar yang menjaga bayi agar tak tercekik ketik terlilit tali pusar dan agar pembuluh darah di tali pusat itu tidak terkompresi.
Hiperemesis Gravidarum : Nausea (enek) dan emesis (muntah) berlebihan. Enek terjadi umumnya pada bulan-bulan pertama kehamilan, disertai kadang-kadang oleh emesis. Sering terjadi pada pagi hari, tetapi tidak selalu. Keadaan ini lazim disebut morning sickness
Seksio cesaria : seksio sesaria adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningam, 1995 : 511).
Nifepidin : obat anti hipertensi
MgSO4 : obat untuk preeclampsia dan eklampsia
Identifikasi Masalah
- Apa saja yang termasuk kehamilan berisiko tinggi?
- Kenapa Rahma mengalami hiperemesis gravidarum dan perdarahan pada trimester I ?
- Apa dampak adanya hipertensi pada kehamilan?
- Apa saja yang dapat mengakibatkan persalinan macet pada Rahma?
- Apa tanda-tanda dismatur pada bayi?
- Kenapa bisa terdapat protein tinggi dalam urin Rahma?
- Kenapa sudah ada pembukaan 5-6 cm tetapi his-nya sudah mulai melemah?
- Indikasi apa yang membolehkan dokter melakukan seksio cesaria?
- Kenapa cairan ketubannya berwarna hijau kental?
- Apa makna dari cairan ketuban sedikit, berwarna kehijauan, Wharton jelly sedikit, berat plasenta 300 gr, ukuran 13x13x1,2 cm?
- Kenapa rahma bisa demam dan tekanan darahnya 180/110 mmHg ?
- Kenapa pada seksio cesaria harus didampingi SpA?
- Apa saja patologi kehamilan dan persalinan pada rahma dan bayinya?
- Bagaimana tatalaksana dari kondisi Rahma dan bayinya?
Analisis Masalah
Kehamilan berisiko tinggi ;
Dari faktor usia yang terlalu muda (<15 tahun) dan terlalu tua (>35 tahun) untuk hamil pertama kali
Berat badan < 50 kg
Tinggi badan <145 cm
Penyakit yang menyertai seperti diabetes mellitus, hipertensi, system pernafasan yang bermasalah (asthma), pengidap kelainan jantung atau memakai katup jantung buatan.
Dari kehamilan muda sudah mengalami hiperemesis gravidarum, menandakan kehamilan sudah bermasalah dari awal.
Penyebab hiperemesis gravidarum adalah antara lain :
Alergi
Ibu takut untuk bersalin
Primigravid
Kehamilan kembar
Penyebab perdarahan pada kehamilan muda :
Akibat implantasi, ada perdarahan sementara, tetapi fisiologis
Peningkatan aktivitas
Kemungkinan terjadi abortus imminens, yaitu perdarahan yang terjadi tetapi janinnya masih selamat
Dampak hipertensi pada kehamilan
Oedema yang tidak hilang ketika beristirahat
Berisiko pre eklampsia bahkan eklampsia
IUGR pada janin karena kekurangan nutrisi
Yang bisa menyebabkan persalinan macet pada Rahma :
Tanda-tanda dismatur pada bayi
Pada ibu hamil yang mengalami hipertensi tentunya aliran darahnya lebih tinggi dari yang lain, hal itu berpengaruh juga pada proses penyaringan darah di glomerulus ginjal, sehingga dengan kondisi itu permeabilitas membrana basalis glomerulus meningkat hingga penyaringan tidak efektif, protein yang seharusnya pada proses filtrasi sudah ditarik kembali ke sirkulasi bisa lolos hingga menyebabkan terdeteksinya protein di urin.
His yang melemah setelah pembukaan 5-6 cm kemungkinan bisa disebabkan inersia uteri, yaitu melemahnya kontaksi uterus karena kekurangan energi pada otot-otot rahim dikarenakan pernah mengalami perdarahan ketika trimester pertama, mungkin saja ia defesiensi besi.
Indikasi untuk seksio cesaria :
Pintu atas panggul ibu tidak sesuai dengan kepala janin
Placenta previa yang sempurna menutupi jalan lahir
Adanya tumor yang juga menutupi jalan lahir
Adanya kelainan tenaga/his pada ibu
Kegagalan persalinan yang disebabkan usia yang terlalu tua atau persalinan yang berjarak lebih dari 8 tahun
Cairan ketuban berwana hijau dikarenakan:
Bayi Rahma terlilit tali pusat yang mengakibatkan pembuluh darah tertekan di pintu atas panggul dan bayi menjadi asfiksi, tonus otot melemah begitu juga yang terjadi pada sfingter ani janin sehingga mekonium keluar sebelum waktunya.
Jumlah cairan ketuban sedikit : Rahma mengalami oligohidramnion, yaitu cairan ketuban < 1000mL.
Tali pusatnya kisut dikarenakan terlilit.
Wharton jelly sedikit karena memang semakin lama usia kehamilan semakin sedikit Wharton jelly nya.
Normalnya plasenta itu beratnya 600 gr, diameternya 25 cm, tebalnya 3cm. jadi, pada Rahma memang kurang dari normal.
Demam dimungkinkan karena infeksi saluran kemih.
Tekanan darah yang tinggi disebabkan preeklampsia berat
Dokter spesialis anak dibutuhkan untuk menilai kondisi bayi setelah dilahirkan dan juga untuk resusitasi
Pada kehamilan dapat terjadi :
Pada persalinan dapat terjadi :
Preeclampsia berat
Persalinan yang lama
Adanya infeksi
Untuk his nya yang melemah bisa diberikan oksitosin
Untuk hiperemesis gravidarumnya bisa diberikan anti emetic
Untuk eklampsia diberikan MgSO4 dan anti kejang lainnya seperti diazepam
Untuk bayinya yang BBLR harus dirawat intensif dan diberi nutrisi yang adekuat
Sistematika Masalah
Learning objective
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang perdarahan pada kehamilan
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kondisi hipertensi yang terjadi dalam kehamilan
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kelainan apa saja yang dapat mengenai cairan ketuban serta komplikasinya
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patologi yang terjadi pada proses persalinan
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan indikasi dan metode seksio cesaria
Gathering and sharing information
Learning objective I : Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang perdarahan pada kehamilan
Yang dimaksud atau yang dibahas sebagai perdarahan dalam masa kehamilan adalah perdarahan melalui vagina yang terjadi pada masa kehamilan (vaginal bleeding in pregnancy).
bukan perdarahan dari organ atau sistem organ lainnya. Perdarahan per vaginam merupakan keluhan umum yang banyak dijumpai, dan merupakan penyebab cukup tinggi seorang wanita datang ke rumah sakit, terutama jika diketahui atau disangka ada kehamilan. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua adalah usia kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus.
Perdarahan pada usia kehamilan muda
Diagnosis banding :
1. bermacam-macam jenis abortus
2. kehamilan mola hidatidosa
3. kehamilan ektopik tuba yang ruptur.
4. perdarahan akibat sebab lain (trauma, erosi, keganasan, dsb)
Tatalaksana
- Jangan langsung dilakukan kuretase,
- tentukan dulu, janin mati atau hidup. Jika memungkinkan, periksa dengan USG
- jangan terpengaruh pemeriksaan B-HCG yang positif, karena meskipun janin sudah mati, B-HCG mungkin masih tinggi, bisa bertahan sampai 2 bulan setelah kematian janin.
Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum dibatasi pada perdarahan dari jalan lahir setelah usia kehamilan 22 minggu (meskipun patologi yang sama dapat juga terjadi pada kehamilan sebelum 22 minggu).
Batasan waktu menurut kepustakaan lain : bervariasi, ada juga yang 24, 28 minggu (trimester ketiga).
Tatalaksana
Pada kasus perdarahan antepartum, pikirkan kemungkinan yang lebih bahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta.
Plasenta previa
Plasenta previa adalah keadaan letak plasenta yang abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir (pada keadaan normal, plasenta terletak di bagian fundus atau segmen atas uterus).
Disebut sebagai
1. Plasenta previa totalis : jika seluruh pembukaan jalan lahir tertutup jaringan plasenta.
2. Plasenta previa parsialis : jika sebagian pembukaan jalan lahir tertutup jaringan plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : jika tepi plasenta berada tepat pada tepi pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta letak rendah : jika plasenta terletak pada segmen bawah uterus, tetapi tidak sampai menutupi pembukaan jalan lahir.
Etiologi
Etiologi : tidak jelas.
Diperkirakan karena adanya gangguan distribusi vaskularisasi uterus atau atrofi desidua misalnya akibat perdarahan persalinan sebelumnya.
Jika ada massa tumor di korpus / segmen atas uterus (misalnya, mioma), kemungkinan plasenta juga akan berimplantasi di bawah, tetapi belum jelas hubungannya.
Gejala / tanda
1. perdarahan per vaginam, warna merah segar.
2. bagian terbawah janin belum masuk panggul.
3. atau ada kelainan letak janin.
4. tidak disertai gejala nyeri (tanda khas plasenta previa).
5. pada pemeriksaan jalan lahir teraba jaringan plasenta (lunak).
6. dapat disertai gawat janin sampai kematian janin, tergantung beratnya.
Diagnosis
Anamnesis : riwayat perdarahan, tidak nyeri, darah merah segar.
Pemeriksaan fisis umum : keadaan umum / tanda vital ibu mungkin dapat baik sampai buruk, tergantung beratnya perdarahan.
Pemeriksaan obstetrik : bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Inspekulo tampak darah dari ostium.
Pemeriksaan penunjang : konfirmasi USG jika mungkin.
Tatalaksana
1. Penatalaksanaan pasif (Johnson-Macafee, 1945) : pada perdarahan PERTAMA, prinsipnya, jika usia kehamilan belum optimal, kehamilan masih dapat dipertahankan, karena perdarahan pertama umumnya tidak berat dan dapat berhenti dengan sendirinya. Pasien harus dirawat dengan istirahat baring total di rumah sakit, dengan persiapan transfusi darah dan operasi sewaktu-waktu. tetapi jika pada perdarahan pertama itu telah dilakukan pemeriksaan dalam / vaginal touché, kemungkinan besar akan terjadi perdarahan yang lebih berat sehingga harus diterminasi.
2. Pilihan persalinan : tergantung dari letak / derajat plasenta previa, keadaan umum ibu, keadaan janin. Pada plasenta previa totalis / parsialis, sebaiknya dilakukan sectio cesarea. Pada perdarahan yang berat dengan keadaan ibu dan/atau janin yang buruk, harus juga dilakukan sectio cesarea segera.
3. Jika persalinan yang dipilih adalah per vaginam, misalnya pada kasus plasenta previa marginalis atau plasenta letak rendah, dilakukan pemecahan selaput ketuban (amniotomi). Diharapkan penurunan janin akan dapat menekan plasenta dan menghentikan perdarahan. TETAPI penekanan terhadap plasenta juga berarti supresi terhadap sirkulasi feto-maternal, yang jika berlangsung lama dapat menyebabkan kematian janin. Tampaknya sectio cesarea tetap menjadi alternatif terbaik. Persalinan per vaginam hanya dilakukan pada keadaan di mana sectio cesarea tidak mungkin dilakukan, tetap dengan pemahaman bahwa prognosis keselamatan janin pada persalinan per vaginam adalah buruk.
Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta (placental abruption) dari tempat implantasinya pada korpus uteri sebelum bayi lahir.
Dapat terjadi pada setiap saat dalam kehamilan.
Terlepasnya plasenta dapat sebagian (parsialis) atau seluruhnya (totalis), atau hanya ruptur pada tepinya (ruptura sinus marginalis).
Gejala / tanda
1. Perdarahan per vaginam, warna merah kehitaman
2. Mungkin juga tidak tampak perdarahan, karena darah tidak keluar melalui ostium tetapi menumpuk di retroplasenta - hati-hati (gambar kiri). Selain itu, jika ada perdarahan yang keluar, jumlah perdarahan yang tampak bukan merupakan gambaran sesungguhnya jumlah perdarahan yang terjadi (gambar kanan).
3. Rasa nyeri / mules yang terus-menerus, karena uterus berkontraksi dan tegang.
4. Dapat disertai gawat janin sampai kematian janin.
Diagnosis
1. anamnesis : riwayat perdarahan per vaginam (tidak menggambarkan beratnya solusio. hati-hati, mungkin juga tidak ada tanda perdarahan ), nyeri dan mules terus-menerus (menjadi tanda / kecurigaan UTAMA), gerakan janin dirasakan berkurang atau menghilang.
2. pemeriksaan fisis : keadaan umum dapat baik sampai buruk (syok), uterus tegang terus menerus, nyeri tekan pada uterus, denyut jantung janin bradikardia atau menghilang.
3. Jika memungkinkan, periksa konfirmasi USG : perhatikan perdarahan retroplasenta.
Penatalaksanaan
1. mencegah kematian ibu
- menghentikan sumber perdarahan
- Jika janin masih hidup, mempertahankan dan mengusahakan janin lahir hidup dengan cara :
1. optimalisasi keadaan umum ibu : transfusi darah, infuse
2. terminasi kehamilan : persalinan segera, pervaginam atau bila perlu perabdominam (sectio cesarea).
3. Untuk mengurangi tekanan intrauterin yang dapat menyebabkan nekrosis ginjal (refleks utero-renal), selaput ketuban segera dipecahkan.
Prognosis
Prognosis ibu, tergantung dari :
1. luas daerah plasenta yang mengalami solusio
2. jumlah perdarahan
3. derajat gangguan hemostasis yang terjadi
4. ada-tidaknya faktor pemberat lain (pre-eklampsia, infeksi dll)
5. waktu antara terjadinya solusio dengan pengeluaran isi uterus.
Prognosis bayi , tergantung dari :
1. keadaan pada saat ditegakkan diagnosis solusio ( sebagian besar janin meninggal dalam waktu yang sangat cepat).
2. jika janin masih hidup, tergantung waktu antara terjadinya solusio dengan pengeluaran / persalinan.
3. ada tidaknya fasilitas / kemampuan resusitasi dan perawatan intensif yang baik pascapersalinan.
Masa kehamilan / masa gestasi
Masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir (menstrual age of pregnancy).
Kehamilan cukup bulan (term / aterm) : masa gestasi 37-42 minggu (259 - 294 hari) lengkap
Kehamilan kurang bulan (preterm) : masa gestasi kurang dari 37 minggu (259 hari).
Kehamilan lewat waktu (postterm) : masa gestasi lebih dari 42 minggu (294 hari).
1. ABORTUS
Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin viable (yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 g atau usia kehamilan 20 minggu. (terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22 minggu)
Proses abortus dapat berlangsung spontan (suatu peristiwa patologis), atau artifisial / terapeutik (suatu peristiwa untuk penatalaksanaan masalah / komplikasi).
Abortus spontan diduga disebabkan oleh :
- kelainan kromosom (sebagian besar kasus)
- infeksi (chlamydia, mycoplasma dsb)
- gangguan endokrin (hipotiroidisme, diabetes mellitus)
- oksidan (rokok, alkohol, radiasi dan toksin)
Proses abortus dibagi 4 tahap : abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplet dan abortus komplet.
Abortus imminens
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan atau tanpa disertai kontraksi, serviks masih tertutup.
Jika janin masih hidup, umumnya dapat bertahan bahkan sampai kehamilan aterm dan lahir normal.
Jika terjadi kematian janin, dalam waktu singkat dapat terjadi abortus spontan.
Penentuan kehidupan janin dilakukan ideal dengan ultrasonografi, dilihat gerakan denyut jantung janin dan gerakan janin. Jika sarana terbatas, pada usia di atas 12-16 minggu denyut jantung janin dicoba didengarkan dengan alat Doppler atau Laennec.
Keadaan janin sebaiknya segera ditentukan, karena mempengaruhi rencana penatalaksanaan / tindakan.
Penanganan : istirahat baring, penentuan keadaan janin, beberapa sumber menganjurkan pemberian progesteron (masih kontroversi).
Abortus insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih berada di dalam uterus.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat makin sering, serviks terbuka.
Penanganan : stimulasi pengeluaran sisa konsepsi dengan oksitosin infus, dan / atau dengan kuretase (hati2 bahaya perforasi).
Abortus inkompletus
Abortus inkompletus adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan keluar.
Penanganan : optimalisasi keadaan umum dan tanda vital ibu (perdarahan banyak dapat menyebabkan syok), pengeluaran seluruh jaringan konsepsi dengan eksplorasi digital dan bila perlu dilakukan kuretase dalam anestesia (ketamin) dan analgesia neurolept (petidin, diazepam).
Abortus kompletus
Abortus kompletus adalah terjadinya pengeluaran lengkap seluruh jaringan konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup, ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.
Diagnosis : komplet ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa kelengkapannya.
Penanganan : optimalisasi keadaan umum dan tanda vital ibu.
Abortus habitualis
Kejadian abortus berulang, umumnya disebabkan karena kelainan anatomik uterus (mioma, septum, serviks inkompeten dsb), atau kelainan faktor-faktor imunologi.
Ideal dilakukan pemeriksaan USG untuk melihat ada/tidaknya kelainan anatomi. Jika kelainan anatomi disingkirkan, lakukan rangkaian pemeriksaan faktor-faktor hormonal / imunologi / kromosom.
Missed abortion
Kematian janin dan nekrosis jaringan konsepsi tanpa ada pengeluaran selama lebih dari 4 minggu atau lebih (beberapa buku : 8 minggu ).
Biasanya didahului tanda dan gejala abortus imminens yang kemudian menghilang spontan atau menghilang setelah pengobatan.
Penanganan dengan mengeluarkan jaringan konsepsi, dianjurkan menggunakan dilatasi dulu dengan laminaria, dan stimulasi kontraksi uterus dengan oksitosin. Jika diputuskan melakukan tindakan kuret, harus sangat berhati-hati karena jaringan telah mengeras, dan dapat terjadi gangguan pembekuan darah akibat komplikasi kelainan koagulasi (hipofibrinogenemia).
Abortus terapeutik
Dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu, atas pertimbangan / indikasi kesehatan wanita di mana bila kehamilan itu dilanjutkan akan membahayakan dirinya, misalnya pada wanita dengan penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal, korban perkosaan (masalah psikis). Dapat juga atas pertimbangan / indikasi kelainan janin yang berat.
Abortus septik
Sepsis akibat tindakan abortus yang terinfeksi (misalnya dilakukan oleh dukun atau awam). Bahaya terbesar adalah kematian ibu.
Diagnostik
1. anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidak gejala / keluhan lain, cari faktor risiko / predisposisi. Riwayat penyakit umum dan riwayat obstetri / ginekologi.
2. prinsip : wanita usia reproduktif dengan perdarahan per vaginam abnormal HARUS selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya kehamilan.
3. pemeriksaan fisis umum : keadaan umum, tanda vital, sistematik. jika keadaan umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera .
4. pemeriksaan ginekologi : ada tidaknya tanda akut abdomen. Jika memungkinkan, cari sumber perdarahan : apakah dari dinding vagina, atau dari jaringan serviks, atau darah mengalir keluar dari ostium
5. jika diperlukan, ambil darah / cairan / jaringan untuk pemeriksaan penunjang (ambil sediaan sebelum pemeriksaan vaginal touche)
6. pemeriksaan vaginal touche : hati-hati. Bimanual tentukan besar dan letak uterus. Tentukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan ke dalam ostium dengan mudah / lunak, atau tidak (melihat ada tidaknya dilatasi serviks). Jangan dipaksa. Adneksa dan parametrium diperiksa, ada tidaknya massa atau tanda akut lainnya
Tindakan :
- resusitasi dan perbaikan keadaan umum ibu
- pemberian antibiotik spektrum luas dosis tinggi
- pengeluaran sisa konsepsi dalam 6 jam
Tatalaksana
Perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 12 minggu
1. Jangan langsung dilakukan kuretase
2. tentukan dulu, janin mati atau hidup. Jika memungkinkan, periksa dengan USG
3. jangan terpengaruh hanya pemeriksaan B-HCG yang positif, karena meskipun janin sudah mati, B-HCG mungkin masih tinggi, bisa bertahan sampai 2 bulan setelah kematian janin.
Pertimbangan
Kehamilan usia lebih dari 12 minggu sebaiknya diselesaikan dengan prostaglandin (misoprostol intravaginal) atau infus oksitosin dosis tinggi (20-50 U/drip).
Kini dengan alat hisap dan kanul plastik dapat dikeluarkan jaringan konsepsi dengan trauma minimal, terutama misalnya pada kasus abortus mola.
Jaringan konsepsi dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi, agar dapat diidentifikasi kelainan villi. Bahaya / komplikasi yang dapat terjadi pasca mola adalah keganasan (penyakit trofoblastik gestasional ganas / PTG).
Faktor risiko / predisposisi yang (diduga) berhubungan dengan terjadinya abortus
1. usia ibu yang lanjut
2. riwayat obstetri / ginekologi yang kurang baik
3. riwayat infertilitas
4. adanya kelainan / penyakit yang menyertai kehamilan (misalnya diabetes, penyakit imunologi sistemik dsb).
5. berbagai macam infeksi (variola, CMV, toxoplasma, dsb)
6. paparan dengan berbagai macam zat kimia (rokok, obat2an, alkohol, radiasi, dsb)
7. trauma abdomen / pelvis pada trimester pertama
8. kelainan kromosom (trisomi / monosomi)
Dari aspek biologi molekular, kelainan kromosom ternyata paling sering dan paling jelas berhubungan dengan terjadinya abortus.
Penatalaksanaan pasca abortus
Pemeriksaan lanjut untuk mencari penyebab abortus. Perhatikan juga involusi uterus dan kadar B-hCG 1-2 bulan kemudian.
Pasien dianjurkan jangan hamil dulu selama 3 bulan kemudian (jika perlu, anjurkan pemakaian kontrasepsi kondom atau pil).
Learning objective II : Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kondisi hipertensi yang terjadi dalam kehamilan
Hipertensi dinyatakan dan apabila tekanan diastolik sama atau lebih dari 90 mmHg, yang diperiksa dua kali berturut - turut dengan selang waktu 4 jam atau bila tekanan diastolik sama atau lebih dari 100 mm Hg pada waktu pemeriksaan. Penilaian tekanan darah dilakukan dalam keadaan berbaring miring, dalam posisi setengah. duduk (1530 derajat dari bidang mendatar). Tekanan diastolik diukur berdasarkan bunyi Korotkoff 4, yaitu pada saat bunyi terdengar melemah.
Proteinuria bermakna dinyatakan ada bila didapatkan:
a) derajat 2+ pada urin sewaktu dengan memakai cara clean catch atau urin kateter yang diperiksa dengan metode kertas reagen (strip) atau metode sulfosalisilat. Pemeriksaan ini harus dilakukan dua kali dengan selang waktu 4 jam.
b) atau didapatkan jumlah protein sama atau lebih dari 300 mg pada urin 24 jam yang terkumpul sempurna. Pemeriksaan ini cukup dilakukan satu kali saja.
Istilah hipertensi proteinuria dan kehamilan dipakai bila:
a) Keadaan ini telah diketahui sebelum kehamilan atau
b) Keadaan ini timbul sebelum kehamilan 20 minggu, dan
c) Keadaan ini tetap ada setelah habis masa nifas. Jadi hipertensi / proteinuria telah ada sebelum hamil dan tetap ada sesudah nifas.
Kejadian hipertensi pada kehamilan dibagi menjadi beberapa kondisi :
Hipertensi gestational
Tekanan darah ≥140/90 mmHg, untuk pertama kali selama kehamilan, tidak ada protein urin, dan tekanan darah kembali normal <12 minggu postpartum. Kadanga-kadang dapat timbul gejala preeclampsia seperti rasa tidak enak pada ulu hati atau trombositopenia
- Pre eklampsia
Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita pre-eklampsia, yang juga dapat disertai koma. Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kelamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi. Kasus pre-eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di Indonesia.
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, pre-eklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pembagian di atas.
Penyebab
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari – ari) sehingga berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.
Faktor Risiko :
- Kehamilan pertama
- Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
- Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
- Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
- Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi)
- Kehamilan kembar
Deteksi dini :
- Menyaring semua kehamilan primigravida (kehamilan pertama), ibu menikah dan langsung hamil, dan semua ibu hamil dengan risiko tinggi terhadap pre-eklampsia dan eklampsia
- Pemeriksaan kehamilan secara teratur sejak awal triwulan satu kehamilan
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui terdapatnya protein dalam air seni, fungsi organ hati, ginjal, dan jantung, fungsi hematologi / pembekuan darah
- Pre-eklampsia ringan
Tanda dan gejala :
- Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg
- Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni)
- Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan
Tatalaksana pre eklampsia ringan dapat secara :
- Rawat jalan (ambulatoir)
- Rawat inap (hospitalisasi)
Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir) :
- Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai keinginannya
- Makanan dan nutrisi seperti biasa, tidak perlu diet khusus
- Vitamin
- Tidak perlu pengurangan konsumsi garam
- Tidak perlu pemberian antihipertensi
- Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu
Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi) :
- Pre eklampsia ringan dirawat inap apabila mengalami hipertensi yang menetap selama lebih dari 2 minggu, proteinuria yang menetap selama lebih dari 2 minggu, hasil tes laboratorium yang abnormal, adanya gejala atau tanda 1 atau lebih pre eklampsia berat
- Pemeriksaan dan monitoring teratur pada ibu : tekanan darah, penimbangan berat badan, dan pengamatan gejala pre-eklampsia berat dan eklampsia seperti nyeri kepala hebat di depan atau belakang kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut bagian kanan atas, nyeri ulu hati
- Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa evaluasi pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim
Tatalaksana
- Pada dasarnya sama dengan terapi rawat jalan
Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda dari pre-eklampsia dan umur kehamilan 37 minggu atau kurang, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari lalu boleh dipulangkan
- Pre-eklampsia Berat
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Tanda dan gejala pre-eklampsia berat :
- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
- Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
- Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
- Trombosit < 100.000/mm3
- Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam)
- Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L)
- Nyeri ulu hati
- Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
- Perdarahan di retina (bagian mata)
- Edema (penimbunan cairan) pada paru
- Koma
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi :
- Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian obat-obatan
- Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pemberian obat-obatan
Perawatan aktif dilakukan apabila usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya ancaman terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat-obatan, adanya tanda kegagalan pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya "HELLP syndrome" (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet).
Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janin baik. Perawatan konservatif pada pasien pre eklampsia berat yaitu :
- Segera masuk rumah sakit
- Tirah baring
- Infus
- Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
- Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
- Anti hipertensi, diuretikum diberikan sesuai dengan gejala yang dialami
- Penderita dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre-eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu)
3 . Eklampsia
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
Gejala dan Tanda
- Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
- Gangguan penglihatan à pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
- Iritabel > ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya
- Nyeri perut > nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
- Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
- Kejang-kejang dan / atau koma
Tatalaksana
Tujuan pengobatan :
- Untuk menghentikan dan mencegah kejang
- Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
- Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
- Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
Pengobatan Konservatif
Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4).
Pengobatan Obstetrik
- Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin
- Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu
Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 – 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 – 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia.
Pencegahan
Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko tinggi.
Superimposed preeclampsia ( on chronic hypertension)
Ditemukannya protein urin ≥300 mg/24jam pada wanita dengan kehamilan >20 minggu. Peningkatan tiba-tiba dari protein uria atau tekanan darah atau kadar platelet <100.000 mm3 pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu
Hipertensi kronik
Tekanan darah ≥140/90 mmHg sebelum kehamilan atau terdiagnosa sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau hipertensi terdiagnosa setelah kehamilan >20 minggu tapi menetap sampai kehamilan 12 minggu.
Learning objective III : Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kelainan apa saja yang dapat mengenai cairan ketuban serta komplikasinya
hCairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi rahim. Cairan ini ditampung di dalam kantung amnion yang disebut kantung ketuban atau kantung janin. Cairan ketuban diproduksi oleh buah kehamilan, yaitu sel-sel trofoblas, kemudian akan bertambah dengan produksi cairan janin, yaitu seni janin. Sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkannya kembali dalam bentuk air seni. Jadi ada pola berbentuk lingkaran atau siklus yang berulang.
Jumlah cairan ketuban dapat dipantau melalui USG. Tepatnya dengan menggunakan parameter AFI (Amniotic Fluid Index). Pada dasarnya, cairan ketuban sudah bisa dideteksi begitu seorang wanita terlambat haid dan dengan USG sudah terlihat kantung janin karena itu berarti sudah terbentuk cairan ketuban. Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, jumlah cairan ketuban sekitar 1.000 cc.
Kelainan yang dapat terjadi pada cairan amnion ini :
- Oligohidramnion
Cairan ketuban dikatakan kurang bila volumenya lebih sedikit dari 500 cc. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan USG. Istilah medisnya oligohidramnion. Ibu harus curiga jika ada cairan yang keluar secara berlebih atau sedikit tetapi terus-menerus melalui vagina. Biasanya berbau agak anyir, warnanya jernih, dan tidak kental. Sangat mungkin itu adalah cairan yang keluar/merembes karena ketuban mengalami perobekan. Tanda lainnya adalah gerakan janin menyebabkan perut ibu terasa nyeri.
Salah satu kemungkinan penyebab terjadinya ketuban pecah dini adalah infeksi vagina/jalan lahir. Dengan demikian untuk mencegah terjadinya ketuban pecah dini, ibu harus berupaya menjaga kebersihannya agar tidak terkena infeksi jalan lahir.
Kurangnya cairan ketuban tentu saja akan mengganggu kehidupan janin, bahkan dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh dalam "kamar sempit" yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada kasus ekstrem dimana sudah terbentuk amniotic band (benang/serat amnion) bukan tidak mustahil terjadi kecacatan karena anggota tubuh janin "terjepit" atau "terpotong" oleh amniotic band tersebut. Efek lainnya, janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran kemih, pertumbuhannya terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan. Sesaat setelah dilahirkan pun, sangat mungkin bayi berisiko tak segera bernapas secara spontan dan teratur. Bahaya lainnya akan terjadi bila ketuban lalu robek dan airnya merembes sebelum tiba waktu bersalin. Kondisi ini amat berisiko menyebabkan terjadinya infeksi oleh kuman yang berasal dari bawah. Pada kehamilan lewat bulan, kekurangan air ketuban juga sering terjadi karena ukuran tubuh janin semakin besar.
Tatalaksana
Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama kehamilan masih normal dan janin masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap diproduksi, meskipun sudah pecah berhari-hari. Walau sebagian berasal dari kencing janin, air ketuban berbeda dari air seni biasa, baunya sangat khas. Ini yang menjadi petunjuk bagi wanita hamil untuk membedakan apakah yang keluar itu air ketuban atau air seni.
Supaya volume cairan ketubankembali normal, dokter umumnya menganjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan dengan asupan gizi berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara untuk memperbanyak cairan ketuban adalah dengan memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah "salah kaprah"
Tidak benar bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga mesti dioperasi sesar. Bagaimanapun, melahirkan dengan cara operasi sesar merupakan pilihan terakhir pada kasus kekurangan air ketuban. Meskipun ketuban pecah sebelum waktunya, tetap harus diusahakan persalinan per vaginam dengan cara induksi yang baik dan benar.
- Polihidramnion
Cairan ketuban berlebih disebut polihidramnion atau cukup disebut hidramnion saja. Cairan ketuban paling banyak dihasilkan oleh proses urinasi atau produksi air seni janin. Si jabang bayi minum air ketuban dalam jumlah yang seimbang dengan air seni yang dihasilkannya.
Volume air ketuban mestinya tidak persis sama dari waktu ke waktu. Volume ini mengalami puncak di umur kehamilan sekitar 33 minggu, yakni sekitar 1-1,5 liter yang berangsur berkurang mendekati kehamilan cukup bulan (40 minggu). Pada kasus hidramnion, volume bisa mencapai 3-5 liter yang umumnya terjadi setelah umur kehamilan mencapai 22 minggu atau sekitar 5 bulan.
Hidramnion terjadi karena:
- Produksi air seni janin berlebihan.
- Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban menumpuk, yaitu hidrosefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal dan saluran kencing kongenital.
- Ada sumbatan/penyempitan saluran cerna pada janin sehingga ia tak bisa menelan air ketuban. Alhasil, volume air ketuban meningkat drastis.
- Kehamilan kembar, karena ada dua janin yang menghasilkan air seni.
- Ada proses infeksi.
- Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut sistem saraf pusat sehingga fungsi gerakan menelan mengalami kelumpuhan.
- Ibu hamil menderita diabetes yang tidak terkontrol.
- Inkompatibilitas/ketidakcocokan Rhesus.
Manifestasi klinik
Cairan ketuban yang berlebih berdampak buruk. Ibu biasanya merasa kandungannya cepat sekali membesar. Pada kasus hidramnion ekstrem, pembesaran perut biasanya begitu berlebihan sehingga dinding perut menjadi sedemikian tipis. Bahkan pembuluh darah di bawah kulit pun terlihat jelas. Lapisan kulit pecah, sehingga tampak guratan-guratan nyata pada permukaan perut. Kalau diukur, pertambahan lingkaran perut terlihat begitu cepat. Begitu juga tinggi rahim.
Cairan ketuban yang berlebih menyebabkan peregangan rahim, selain menekan diafragma ibu. Itu semua akan memunculkan keluhan-keluhan serupa dengan kehamilan kembar, di antaranya sesak napas/gangguan pernapasan yang berat, pertambahan berat badan berlebih dan bengkak di sekujur tubuh. Keluhan-keluhan tersebut ujung-ujungnya akan memicu terjadinya hipertensi dalam kehamilan yang mungkin harus diakhiri dengan persalinan prematur.
Disamping itu, letak janin umumnya jadi tidak normal. Dengan alat pemeriksa, suara denyut jantung janin terdengar jauh karena letaknya jadi cukup jauh dari permukaan. USG bisa mendapat diagnosis yang lebih pasti dengan cara mengukur ketinggian kantung air ketuban dan indeks cairan amnion. Alat ini sekaligus dapat mengetahui apakah ada kelainan bawaan pada janin dan gangguan pertumbuhan janin.
Peregangan atau tekanan yang begitu kuat pada dinding rahim dapat memicu terjadinya kontraksi sebelum waktunya. Namun, dokter tentu akan mengupayakan agar tidak terjadi persalinan prematur dengan cara memberikan obat "peredam" kontraksi.
Cairan ketuban yang berlebih juga bisa meningkatkan risiko komplikasi persalinan, yaitu perdarahan pascapersalinan. hidramnion juga amat memungkinkan terjadinya komplikasi plasenta terlepas dari tempat perlekatannya. Belum lagi risiko terjadinya kematian janin dalam kandungan.Yang jelas, kemungkinan ibu menjalani bedah sesar jauh lebih tinggi dibanding kehamilan biasa mengingat letak janin yang tidak normal dan menurunnya tingkat kesejahteraan janin.
Tatalaksana
Cara yang biasanya ditempuh adalah dengan menyedot atau mengeluarkan sebagian cairan ketuban melalui sebuah jarum khusus yang dimasukkan dari permukaan perut yang disebut dengan amniosentesis. Cairan tersebut akan diperiksa sel-sel kromosomnya untuk ditelusuri apakah ada kelainan. Tindakan ini dapat dilakukan berulang kali sampai kehamilan cukup bulan. Tindakan ini juga dapat digunakan untuk mengurangi rasa sesak si ibu yang kadang tak tertahankan.
Operasi sesar juga tidak otomatis menjadi jalan terbaik bagi persalinan dengan kasus ini. Prinsip utama dan dasar ilmu kedokteran secara universal yaitu "primum non nocere", artinya "pertama-pertama janganlah melukai". Jadi, pada kasus hidramnion dimana kemungkinan kecacatan janin tinggi, dokter kandungan akan berpikir dua kali sebelum memilih "melukai ibu" untuk mendapat bayi yang "cacat" dengan kemungkinan hidup kecil. Para dokter akan mengupayakan persalinan per vaginam walupun ibu bergelut dengan kasus hidramnion.
Ketuban pecah dini
Kelainan ini tidak langsung terjadi pada cairannya tetapi pada kantung amnionnya. Ketuban pecah dini ("early rupture of the membrane") :adalah ketuban yang pecah "sebelum waktunya".
Normal selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. Bisa juga belum pecah sampai saat mengedan, sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi).
Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. High virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Faktor risiko / predisposisi ketuban pecah dini / persalinan preterm
1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2. riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 - 4x
3. tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko, KECUALI jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi
4. perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x)
5. bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
7. servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
8. flora vagina abnormal : risiko 2-3x
9. fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
10. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
Trimester pertama : deteksi faktor risiko, aktifitas seksual, pH vagina, USG, pemeriksaan Gram, darah rutin, urine.
Trimester kedua dan ketiga : hati-hati bila ada keluhan nyeri abdomen, punggung, kram di daerah pelvis seperti sedang haid, perdarahan per vaginam, lendir merah muda, discharge vagina, poliuria, diare, rasa menekan di pelvis.
Komplikasi ketuban pecah dini
1. infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.
2. persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.
3. prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).
4. oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.
Learning objective IV : Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patologi yang terjadi pada proses persalinan
Persalinan yang normal apabila ketiga faktor penting telah membuktikan kerja sama yang baik sehingga persalinan berlangsung spontan, aterm dan hidup. Keadaan demikian menunjukkan bahwa ketiga faktor penting power, passage, dan passanger telah bekerja sama dengan baik tanpa terdapat intervensi sehingga persalinan berjalan dengan mulus. Dapat pula ditambahkan faktor lainnya, seperti faktor kejiwaan penderita dan penolong tetapi kedua faktor tambahan tidak banyak berfungsi dalam menetukan jalannya persalinan.
Dengan faktor power, passage dan passanger, kemungkinan besar terdapat kelainan yang mempengaruhi jalannya persalinan, sehingga memerlukan intervensi persalinan untuk mencapai well born baby dan well health mother. Persalinan yang memerlukan bantuan dari luar karena terjadi penyimpangan dari power, passage, passanger disebut persalinan distosia.
Konsep dasar distosia kelainan tenaga
Kelainan tenaga (kelainan his). His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat di atasi, sehingga persalinan mengali hambatan atau kemacetan.
Kelainan his antara lain adalah :
1. Inersia uteri (his hipotonik)
his yang sifatnya lemah, pendek, dan jarang dari his normal yang terbagi menjadi :
Inersia uteri primer
Bila sejak semula kekuatannya sudah lemah
Inersia uteri sekunder
his pernah cukup kuat
dapat ditegakkan dengan, melakukan evaluasi pada pembukaan, bagian terendah terdapat kaput, dan mungkin ketuban telah pecah.
His yang lemah dapat menimbulkan bahaya terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit, puskesmas atau dokter spesialis.
2. Tetania uteri (his hipertonik)
his yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat kesempatan relaksasi otot rahim. Akibat dari tetania uteri dapat terjadi :
Persalinan presipitatus
Tetania uteri menyebabkan asfiksia intrauterin sampai kematian janin dalam rahim.
Inkoordinasi kontraksi otot rahim
Keadaan inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulithya kekuatan otot rahim untuk dapat menungkatkan pembukaan atau pengusiran janin dari dalam rahim
Distosia kelainan alat kandungan
Alat kandungan dapat pula menghalangi lancarnya persalinan. Alat kandungan di sini adalah kelainan serviks vulva, vagina, uterus/ serviks.
Vulva
Kelainan yang bisa menyebabkan distosia ialah edema, stenosis dan tumor.
Vagina
Kelainan vagina yang dapat mengganggu perjalanan persalinan :
a. Vagina septum : transvaginal septum vagina
b. Tumor pada vagina
Uterus/serviks
Kelainan serviks antara lain :
Serviks yang kaku
Serviks gantung
Osteum uteri eksternum terbuka lebar, namun osteum uteri internum tidak dapat terbuka
Serviks konglumer
Osteum uteri internum terbuka, namun osteum uteri eksternum tidak terbuka
Edema serviks
Serviks duplek karena kelainan kongenital
. Distosia kelainan janin
Dalam kepustakaan tercatat ada janin yang dapat dilahirkan secara pervaginam tetapi meninggal seberat 11,3 kg (Belcher)dan 11 kg (Moss). Dan janin yang lahir dan hidup tercatat seberat 10,8 kg (Barnes)tetapi anak ini hanya hidup kira-kira 11 jam saja.
Pertumbuhan janin yang berlebihan (bayi besar)
Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram. Frekuensi bayi yang lahir dengan berat badan lebih dari 4000 gr adalah 5,3 % dan yang lebih dari 4500 gr adalah 0,4 %. Pernah dilaporkan berat bayi lahir pervaginam 10,8-11,3 kg.
Hidrosefalus
Penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi besar serta ubun-ubun menjadi lebar.hidrosefalus memungkinkan terjadinya kepala tidak masuk pintu atas panggul pada panggul yang normal sedangkan his baik dan kepala teraba besar di atas panggul.
Anensefalus atau hemifalus : badan ada tetapi pembentukan otak dan tengkorak kepala tidak ada atau terkebelakang
Kembar siam yaitu penyatuan dua janin kembar
Gawat janin
Distosia kelainan jalan lahir
Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm, atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Oleh karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat menyebabkan inersia uteri serta lambannya pendataran dan pembukaan serviks.
Kesempitan bidang tengah panggul
Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi okpitalis posterior persistens atau presentasi kepala dalam posisi lintang tetap.
Kesempitan pintu bawah panggul
Apabila ukuran pintu bawah panggul lebih kecil daripada biasa, maka sudut arkus pubis mengecil pula. Dengan distansia tuberum bersama dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.
Learning objective V : Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan indikasi dan metode seksio cesaria
Seksio Sesaria
a. Pengertian
Seksio sesaria adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningam, 1995 : 511).
b. Indikasi seksio sesaria
Tindakan seksio sesaria dilakukan bilamana diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin atau keduanya. Sedangkan persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan aman.
Beberapa alasan/indikadi untuk dilakukan seksio sesaria yaitu :
1) Indikasi ibu
a) Cepalo pelvic disproportion / disproporsi kepala panggul yaitu apabila bayi terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat melewati jalan lahir dengan aman, sehingga membawa dampak serius bagi ibu dan janin.
b) Plasenta previa yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika serviks membuka selama persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini sangat berbahaya bagi ibu maupun janin.
c) Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir), dapat menghalangi jalan lahir akibatnya bayi tidak dapat dikeluarkan lewat vagina.
d) Kelainan tenaga atau kelainan his, misalnya pada ibu anemia sehingga kurang kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan dapat menjadi rintangan pada persalinan, sehingga persalinan mengalami hambatan/kemacetan.
e) Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman akan terjadi ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan persalinan spontan.
f) Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju dan tidak ada pembukaan, disebabkan serviks yang kaku, seringterjadi pada ibu primi tua atau jarak persalian yang lama(lebih dari delapan tahun)
2) Indikasi janin
a. Janin besar yaitu bila berat badan bayi lebih dari 4000 gram, sehingga sulit melahirkannya
b. Kelainan gerak, presentasi atau posisi ideal persalinan pervaginam adalah dengan kepala ke bawah/ sefalik
c. Gawat janin, janin kelelahan dan tidak ada kemajuan dalam persalinan
d. Hidrocepalus dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi lebih besar serta terjadi peleberan sutura-sutura dan ubun-ubun, kepalka terlalu besar sehingga tidak dapat berakomodasi dengan jalan lahir.
3) Pertimbangan lain yaitu ibu dengan resiko tinggi persalinan, apabila telah mengalami seksio sesaria atau menjalani operasi kandungan sebelumnya "Ruptura uteri bisa terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio sesaria klasik, miomektomi (Muhtar, 1998 :289)" misalnya ibu dengan riwayat mioma sehingga dilakukan miomektomi, sebaiknya persalinan berikutnya dengan seksio sesaria untuk menghindari terjadinya ruptura uteri saat kontraksi uterus pada peresalinan spontan.
c. Jenis-jenis operasi seksio sesaria
1) Seksio sesaria klasik atau korporal yaitu insisi memanjang pada segmen atas uterus.
2) Seksio sesaria transperitonealis profunda yaitu insisi pada segmen bawah uterus. Teknik ini paling sering dilakukan.
3) Seksio sesaria ekstra peritonealis : rongga peritoneum tidak dibuka, dulu dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat. Sekarang jarang dilakukan.
4) Seksio sesaria histerektomy : setelah seksio sesaria dilakukan histerektomy dengan indikasi atonia uteri, plasenta previa, mioma uteri, infeksi intra uterin yang berat.
d. Kontra indikasi
1) Janin mati
2) Syok, akibat anemia berat yang belum diatasi
3) Kelainan congenital berat
e. Komplikasi yang sering muncul pada tindakan seksio sesaria
1) Pada Ibu
a) infeksi puerperalis/nifas bisa terjadi dari infeksi ringan yaitu kenaikan suhu beberapa hari saja, sedang yaitu kenikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung, berat yaitu dengan peritonitis dan ileus paralitik.
b) Perdarah akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang terputus dan terluka pada saat operasi.
c) Trauma kandung kemih akibat kandung kemih yang terpotong saat melakukan seksio sesaria.
d) Resiko ruptura uteri pada kehamilan berikutnya karena jika pernah mengalami pembedahan pada dinding rahim insisi yang dibuat menciptakan garis kelemahan yang sangat beresiko untuk ruptur pada persalinan berikutnya.
e) Endometritis yaitu infeksi atau peradangan pada endometrium.
2) Pada Bayi
a) Hipoxia
b) Depresi pernapsan
c) Sindrom gawat pernapasan
d) Trauma persalinan
f. Perawatan setelah operasi
Tindakan seksio sesaria tetap menghadapkan ibu pada trias komplikasi, sehingga memerlukan observasi dengan tujuan agar dapat mendeteksi kejadiannya lebih dini. Observasi trias komplikasi meliputi :
1) Kesadaran penderita
a) pada anestesi lumbal
Kesadaran penderita baik oleh karenanya ibu dapat mengetahui hampir semua proses persalinan
b) pada anestesi umum
pulihnya kesadaran oleh ahli telah diatur, dengan memberiokan o2 menjelang akhir operasi.
2) Mengukur dan memeriksa tanda-tanda vital
a) pengukuran :
- tensi, nadi, temperatur dan pernapasan
- keseimbangan cairan melalui produksi urine, dengan perhitungan :
· produksi urine normal 500-600 cc
· pernapasan 500-600 cc
· penguapan badan 900-1000 cc
- pemberian cairan pengganti sekitar 2000-2500 cc dengan perhitungan 20 tetes/menit (= 1 cc/menit)
- infus setelah operasi sekitar 2x24 jam
b) Pemeriksaan
- paru-paru :
· bersihan jalan napas
· ronchi basal, untuk mengetahui adanya edema paru
- bising usus, menandakan berfungsinya usus (dengan adanya flatus)
- perdarahan local pada luka operasi
- kontraksi rahim, untuk menutup pembuluh darah
· perdarahan pervaginam : evaluasi pengeluaran lochea, atonia uteri meningkatkan perdarahan, perdarahan berkepanjangan.
3) profilaksis antibiotika
Infeksi selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang steril, infeksi asenden karena manipulasi vagina sehingga pemberian antibiotika sangat penting untuk menghindari terjadinya sepsis sampai kematian.
Pertimbangan pemberian antibiotika :
- bersifat provilaksis
- bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi
- berpedoman pada hasil sensitivitas
- kualitas antibiotika yang akan diberikan
- cara pemberian antibiotika.
4) mobilisasi penderita
Konsep mobilisasi dini tetap memberikan landasan dasar, sehingga pulihnya fungsi alat vital dapat segera tercapai.
a) mobilisasi fisik :
- setelah sadar pasien boleh miring
- berikutnya duduk, bahkan jalan dengan infus
- infus dan kateter dibuka pada hari kedua atau ketiga
b) mobilisasi usus
- setelah hari pertama dan keadaan baik penderita boleh minum
- diikuti makan bubur saring dan pada hari kedua ketiga makan bubur
- hari keempat kelima nasi biasa dan boleh pulang.