Oleh : Emha Ainun Nadjib
Para malaikat Allah tak bertelinga, tapi mereka mendengar suara nyanyian beribu-ribu jilbab
Para malaikat Allah tak punya jantung, tapi sanggup mereka raskan degub kebangkitan jilbab yang seolah berasal dari dasar bumi
Para malaikat Allah tak memiliki bahasa dan budaya, tapi dari galaksi mereka seakan-akan terdengar suara : Ini tidak main-main! Ini lebih dari sekedar kebangkitan sepotong kain!
Para malaikat Allah seolah sedang bercakap di antara mereka. Kebudayaan jilbab itu, bersungguh-sungguhkah mereka?
O, amatilah dengan teliti : ada yang bersungguh-sungguh, ada yang akan bersungguh-sungguh, ada yang tidak bisa bersungguh-sungguh.
Sedemikian pentingkah gerakan jilbab di negeri itu?
O, sama pentingnya dengan kekecutan hati semua kaum yang tersingkir, sama pentingnya dengan keputusasaan kaum gelandangan, sama pentingnya dengan kematian jiwa orang-orang malang yang menjadi alas sejarah
Bagaimana mungkin ada kelahiran di bawah injakan kaki Dajjal? Bagaimana mungkin muncul kebangkitan rantai belenggu kejahiliyahan?
O, kelahiran sejati justru dari rahim kebobrokan, kebangkitan yang murni justru dari himpitan-himpitan
Alamkah yang melahirkan gerakan itu atau manusia?
O, alam dalam diri manusia Alam tak boleh benar-benar takluk oleh setajam apapun pedang peradaban manusia, alam tak diperkenankan sungguh-sungguh tunduk di bawah kelicikan tuan-tuannya.
Apakah burung-burung ababil akan menabur dari langit untuk menyerbu para gajah yang durjana?
O, burung-burung Ababil melesat keluar dari kesadaran pikiran, dari dzikir jiwa dan kepalan tangan.
Para malaikat Allah yang jumlahnya tak terhitung, bersiliweran melintas-lintas ke berjuta arah di seputar bumi.
Para malaikat Allah yang amat lembut sehingga seperjuta atom tak sanggup menggambarkannya
Para malaikat Allah yang besarnya tak terkirakan oleh matematika ilmu manusia sehingga seluruh jagat raya ini disangga di telapak tangannya.
Tergetar, tergetar sesaat, oleh raungan sukma dari bumi.
Para malaikat Allah seolah bergeremang bersahut-sahutan di antara mereka.
Apa yang istimewa dari kain yang dibungkus di kepala?
O, hanya ketololan yang menemukan jilbab sekedar sebagai pakaian badan.
Lihatlah perlahan-lahan makin banyak manusia yang memakai jilbab, lihatlah kaun lelaki berjilbab, lihatlah rakyat manusia berjilbab, lihatlah ummat-ummat berjilbab, lihatlah siapa pun saja yang memerlukan perlindungan, yang memerlukan genggaman keyakinan yang memerlukan cahay pedoman, lihatlah mereka semua berjilbab.
Adakah jilbab itu semacam tindakan politik, semacam perwujudan agama, atau pola perubahan kebudayaan?
Para malaikat Allah yang bening bagai cermin segala cermin, seolah memantulkan suara-suara :
Jilbab ini lagu sikap kami, tinta keputusan kami, langkah dini perjuangan kami
Jilbab ini surat keyakinan kami, jalan panjang belajar kami, proses pencarian kami
Jilbab ini perobaan keberanian di tengah pendidikan ketakutan yang tertata rapi
Jilbab ini percikan cahaya dari tengah kegelapan, alotnya kejujuran ditengah hari-hari dusta
Jilbab ini eksperimen kelembutan untuk meladeni jam-jam brutal dari kehidupan
Jilbab ini usaha perlindungan dari sergapan-sergapan
Dunia entah macam apa, menyergap kami
Sejarah entah di tangan siapa, menjaring kami
Kekuasaan entah dari napsu apa, menyerimpung kami
Kerakusan dengan ludah berbusa-busa, mengotori wajah kami
Langkah kami terhadang, kaki kami terperosok di pagar-pagar jalan protocol peradaban ini
Buku-buku pelajaran kami memakan bumi
Tontonan dan siaran melahap kami
Iklan dan barang-barang jaualan menggiring kami
Panggung dan meja-meja birokrasi mengelabui kami
Mesin pembodoh kami sangka bangku sekolah
Ladang-ladang peternakan kami sangka rumah ibadah
Mulut kami terbungkam, mata kami nangis darah
Hidup ialah mendaki pundak orang-orang lain
Hari depan ialah menyuap, disuap, menyuap, disuap
Kalau matahari terbit, kami sarapan janji
Kalau matahari mengufuk, kami dikeloni janji
Kalau pagi bangkit, kami ditidurkan
Ketika hari bertiup, kami dininabobokan
Kaum cerdik pandai suntuk mencari permaafan atas segala kebobrokan
Kaum ulama sibuk merakit ayat-ayat keamanan
Para penyair pahlawan berkembang menjadi pengemis
Tidak ada perlindungan bagi kepala kami yang diraburi virus-cirus
Tak ada perlindungan bagi akal pikiran kami yang dibonsai
Tak ada perlindungan bagi hati nurani kami yang dipanggang di atas tungku api congkak kekuasaan
Tungku api kekuasaan yang halus, lembut dan kejam
Tak ada perlingan bagi iman kami yang dicabik-cabik dengan pisau beracun
Tak ada perlindungan bagi kuda-kuda kaki kami yang digoyahkan oleh keputusan sepihak yang dipaksakan
Tak ada perlindungan bagi aqidah kami yang ditempeli topeng-topeng , yang dirajam, dimanipulasi oleh rumusan-rumusan palsu yang memabukkan
Tak ada perlindungan bagi padamnya matahari hak kehendak kami yang diranjau
Maka inilah jilbab. Inilah jilbab!
Ini furqan, pembeda antara hak dan batil
Jarak antara keindahan dengan kebusukan
Batas antara baik dan buruk, benar dan salah
Kami menyarungkan keyakinan di kepala kami
Menyarungkan pilihan, keputusan, keberanian dan istiqomah, di nurani dan jiwaraga kami
Inilah jilbab Ilahi Rabbi, jilbab yang mengajarkan ilmu menapak dalam irama
Ilmu untuk tidak tergesa, ilmu tak melompati waktu dalam batas realitas
Ilmu bernapas setarikan demi setarikan, selangkah demi selangkah, hikmah demi hikmah, rahasia demi rahasia, kemenangan demi kemenangan
Para malaikat Allah yang lembut melebihi Kristal, para malaikat yang suaranya tak bisa didengarkan oleh segala macam telinga, berbisik-bisik di antara mereka
Wahai! Anak-anak tiri peradaban! Anak-anak jadah kemajuan dan perkembangan!
Anak-anak yatim sejarah, sedang menghimpun akal sehat
Menabung hati bening, menerobos ke masa depan yang kasat mata
Lautan jilbab! Lautan jilbab! Gelombang perjuangan , luka pengembaraan , tak mungkin bisa dihentikan.
Wahai! Sunyi telah memulai berbicara!
Courtesy of Serasi Magazine, 41th ed , sept 1989
Wew, cape' juga ngetik syair sepanjang ini, tapi bagus banget, jadi inget perjuangan muslimah di tahun 80-an sampe awal 90-an yang dilarang untuk berjilbab di sekolahan umum (coba baca bukunya deh; "Revolusi Jilbab"), dan sekarang buntutnya masih tersisa, ketika siswi yang berfoto untuk ijazah sekolah juga agak sedikit dipaksa( meski tidak dilarang habis, tapi sangat ditakut-takuti bahwa foto berjilbab itu akan membawa masalah ketika melamar pekerjaan) untuk membuka telinga minimal ketika berfoto dan lebih bagus lagi jika tidak memakai jilbab itu.
Keinginan untuk istiqomah memakai jilbab itu memang hidayah dari Ilahi dan hidayah itu bukan untuk ditunggu tapi dicari