19 September 2012

Referat Atrofi Papil Nervus Optikus

Clinical Science Session

ATROPI PAPIL NERVUS OPTIKUS


OLEH :

MICELIA AMALIA SARI 0810312135

WIDYA HARYANI 0810313177


 

PEMBIMBING :

dr. KEMALA SAYUTI, Sp.M (K)

dr. ANDRINI ARIESTI, Sp.M


 


 

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAH

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2012

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Nervus optikus merupakan kumpulan akson yang berasal dari sel-sel ganglioner pada seluruh retina. Satu mata mengandung kira-kira 1,25 juta akson. Nervus optikus membentang dari bagian polus posterios mata sampai khiasma optikum. Setelah bersilangan, serabut saraf berjalan melalui traktus optikus menuju badan genikulatum laterale dengan total panjang nervus optikus 35-55 mm.

Atrofi papil merupakan degenerasi saraf optik, yang tampak sebagai papil berwarna pucat, akibat menghilangnya serabut saraf dan kapiler. Hal ini disertai dengan kemunduran tajam penglihatan atau kelainan lapang pandang yang merupakan stadium akhir suatu proses yang terjadi di retina, papil nervus optikus, atau pada saraf retrobulbar. Atrofi papil dibedakan menjadi atrofi akuisita dan herediter.

Kondisi ini bersifat irreversible, sehingga tidak ada terapi definitive yang dapat diberikan selain tindakan pencegahan terhadap progresivitas kerusakan nervus optikus, untuk itu kita perlu mengetahui cermat gejala dan etiologi atrofi papil ini untuk memperlambat timbulnya komplikasi kebutaan.


 

  1. Batasan Masalah

    Makalah ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinik, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari atropi papil nervus optikus.

  2. Tujuan

    Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang definisi, epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinik, giagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari atropi papil nervus optikus.

  3. Metode penulisan

    Makalah ini ditulis dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur yang berhubungan dengan atropi papil nervus optikus.


     


 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lintasan Visual

    2.1.1 Bagian-Bagian Lintasan Visual

Mata merupakan alat optik yang mempunyai sistem lensa (kornea, humor akuos, lensa dan badan kaca), diafragma (pupil dan film untuk membentuk bayangan retina). Selanjutnya dari retina rangsang akan diteruskan ke otak untuk disadari melewati lintasan visual. Lintasan visual dimulai dari sel-sel ganglioner di retina dan diakhiri pada polus posterior korteks oksipitalis.1

Dengan demikian lintasan visual terdiri dari : 1

  1. Sel-sel ganglioner di retina

    Reseptor di retina (konus dan basilus) akan dihubungkan dengan sel-sel ganglioner oleh sel bipolar. 1

    Pada retina dibedakan retina bagian nasal dan bagian temporal dengan batas vertical yang ditarik melalui macula lutea. Demikian pula pembagian retina bagian atas dan bagian bawah dengan garis yang ditarik juga melewati macula lutea. Akson sel-sel ganglioner akan berkumpul pada diskus optikus (papilla nervus optikus) dengan penataan sebagai berikut : 1

  • Berkas papilomakular akan berada di bagian temporal diskus optikus
  • Berkas arkuata superior akan berada di polus superior diskus
  • Kampus : berkas arkuata inferior akan berada di polus inferior diskus
  • Serabut radier yang berasal dari nasal papil akan berada di bagian nasal

Pada perjalanan akson selanjutnya menuju korpus genikulatum laterale serabut-serabut akson tadi akan mengalami sedikit pemutaran (terpirin) sehingga terjadi sedikit perubahan penataan pada lintasan berikutnya. 1

  1. Nervus optikus

    Nervus optikus merupakan kumpulan akson yang berasal dari sel-sel ganglioner pada seluruh retina. Satu mata mengandung kira-kira 1,25 juta akson. Nervus optikus membentang dari bagian polus posterios mata sampai khiasma optikum. Setelah bersilangan, serabut saraf berjalan melalui traktus optikus menuju badan genikulatum laterale dengan total panjang nervus optikus 35-55 mm.1,4

    Nervus optikus dibagi menjadi : 1,4(lihat gambar 1)

  • Bagian intraokular yaitu diskus optikus atau papilla nervus optikus, merupakan bagian saraf yang berhubungan dengan mata. Bagian ini dapat terlihat melalui pemeriksaan oftalmoskopi, yaitu dengan terlihatnya optik disc. Semua serat-serat saraf retina berkumpul di bagian ini dan pembuluh darah retina masuk dan keluar melalui bagian ini. Ketiadaan photoreseptor secara total pada lokasi akan menciptakan suatu gap di jalur visual yang kita kenal dengan istilah blind spot.



     


     


     


     


     


     


     


     


 

Gambar 1 : Funduskopi Normal

(Sumber : G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme

Stuttgart. New York. 2006: 373-376)

  • Bagian intraorbita
  • Bagian intraossea atau intraanalikular yang berasa pada kanalis optikus
  • Bagian intrakranial


     


 


 


 


 


 


 


 


 

Gambar 2 : Nervus Optikus

(Sumber : G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme

Stuttgart. New York. 2006: 373-376)

Diskus optikus terletak 3-4 mm di sebelah nasal fovea dengan diameter kira-kira 1,5 mm. Karena diskus optikus merupakan berkas saraf, maka di tempat itu tidak ada sel-sel fotoreseptor (konus dan basilus), sehingga merupakan tempat yang tidak dapat menerima cahaya dan memberikan skotoma absolute pada pemeriksaan lapangan pandang dengan diameter 5° sampai 7°. Tetapi skotoma negative ini tidak kita sadari dan hanya teridentifikasi pada pemeriksaan. 1

    Setelah melewati lamina kribrosa pada sclera, maka nervus optikus mendapatkan selubung myelin dan diselubungi pula oleh ketiga lapisan meninges, dari luar ke dalam adalah : duramater, arakhnoid, dan piamater. Dengan demikian nervus optikus intraorbita sampai bagian belakangnya mempunyai diameter yang jauh lebih besar disbanding diskus optikus. Antara nervus optikus dengan duramater terdapat celah. Duramater sendiri melapisi nervus optikus sejak saraf di dalam kanalis optikus sampai tepi belakang bola mata. Duramater juga ikut membentuk periorbita dan sebagian dari sclera. 1

    Di dalam nervus optikus serabut saraf dari retina tadi juga mengalami penataan tertentu, yaitu : 1

  • Yang berasal dari makula akan berada di sentral
  • Yang berasal dari retina bagian nasal berada di medial
  • Yang berasal dari retina bagian temporal berada di lateral

Kemudian yang berasal dari retina bagian atas (baik dari nasal maupun temporal) berada di atas, dan yang berasal dari bagian bawah retina berada di bawah. 1

Nervus optikus intra orbita tidak berjalan lurus, tetapi seperti huruf S atau sigmoid, sehingga saraf ini tidak mudahteregang pada saat bola mata bergerak. Pada kanalis optikus nervus optikus ini terfiksir dan saat keluar dari kanalis optikus akan berakhir pada khiasma optikus, yang merupakan perssatuan antara nervus optikus kanan dan kiri. 1

  1. Khiasma optikum

    Khiasma artinya berbentuk huruf X, merupakan tempat bersatunya nervus optikus intrakranial kanan dan kiri. Dengan demikian jumlah serabut saraf pada khiasma optikus adalah sebesar 2,5 juta akson. Khiasma optikus kira-kira berada di atas sella tursika, tetapi kadang-kadang agak ke belakang atau agak ke depan. Pada khiasma optikus, serabut saraf yang berasal dari retina bagian temporal tidak menyilang, sedangkan yang berasal dari retina bagian nasal mengadakan persilangan. Dengan demikian khiasma optikum merupakan suatu hemidekusasio (menyilang separuh). 1

    Bagian nervus optikus yang mengadakan persilangan (yang dari nasal) cara menyilangnya adalah mengikuti penataan tertentu, sehingga di dalam khiasma juga terjadi penataan serabut saraf lebih lanjut, dan kelainan pada tempat tertentu pada khiasma akan memberikan defect lapangan pandang yang khas. Khiasma sangat berhubungan erat dengan bangunan-bangunan tertentu dalam otak, tetapi yang paling penting adalah hubungannya dengan glandula pituitaria dan sisa-sisa epitelium kantung Rathke. 1

  2. Traktus optikus

    Traktus optikus merupakan bagian dari N II setelah meninggalkan khiasma optikum. Ada dua traktus optikus yaitu kanan dan kiri. Traktus optikus kanan terbentuk dari serabut saraf sari retina mata kanan bagian temporal dan retina mata kiri bagian nasal, demikian pula sebaliknya untuk traktus optikus kiri. Dengan demikian traktus optikus kanan untuk menghantarkan rangsang dari lapang pandag kiri dan traktus optikus kiri untuk lapang pandang kanan. 1

    Traktus optikus berjalan divergen dan melanjutkan diri ke posterior melingkupi pedunkuli serebri untuk berakhir pada korpus genikulatum laterale dan mengadakan sinapsis di sini. Kecuali sebagai serabut saraf sensoris untuk menghantarkan cahaya, nervus optikus, khiasma, dan traktus optikus juga mengandung serabut aferen untuk refleks pupil, dengan komposisi 80 % berupa serabut visual dan 20 % serabut pupilomotor aferen. 1

  3. Korpus genikulatum laterale

    Korpus genikulatum laterale merupakan tempat berakhirnya nervus optikus (tepatnya traktus optikus) yang menghantarkan rangsang cahaya untuk berganti neuron disini. Nervus optikus yang membawa serabut aferen pupil tidak berakhir disni, tetapi berakhir pada nukleus Edinger –Westphal sebelum mencapai korpus genikulatum laterale. Pada korpus genikulatum laterale terdapat penataan retinotopik yang pasti, artinya daerah retina tertentu adalah bersesuaian dengan tempat tertentu pada korpus genikulatum laterale. Pada korpus genikulatum laterale terdapat rotasi 90°, sehingga serabut dari retina bagian atas terdapat di medial, dan yang berasal dari retina bagian bawah akan terletak di lateral. 1

  4. Radiasio optika dan korteks oksipitalis

    Radiasio optika disebut pula radiasio genikulokalkarina atau traktus genikokalkarina. Badan sel serabut ini berada pada korpus genikulatum laterale dan aksonnya berasal di dalam korteks oksipitalis. Pada saat serabut keluar dari korpus genikulatum laterale, terjadi rotasi balik, sehingga serabut yang bersesuaian dengan retina bagian atas akan terdapat di bagianatas radiasio optika dan korteks kalkarina dan bersesuaian dengan retina bagian bawah akan terdapat di bagian bawah radiasio optika dan korteks kalkarina. Radiasio optika berjalan ke belakang, berkas bagian atas akan melewati lobus parietalis dan berkas bagian bawah akan melewati lobus temporalis dan melingkupi kornu inferior dan posterior ventrikulus lateralis untuk selanjutnya berakhir pada korteks visual.1

    Korteks oksipitalis merupakan korteks proyeksi visual dan disebut pula korteks striata karena adanya garis (stria) putih yang disebut stria Gennari, dan disebut pula area 17 yang terletak di sepanjang bibir atas dan bawah fisura kalkarina. Pada area 17 ini juga terdapat penataan retinooptik artinya bagian tertentu dari retina adalah bersesuaian dengan bagian tertentu dari area 17 ini. Bagian terbesar korteks visual adalah untuk penglihatan makular dan hanya sebagian kecil untuk penglihatan perifer. 1

    Berdekatan dengan area 17 terdapat area asosiasi visual yang lebih tinggi yaitu area 18 (korteks parastriata) dan area 19 (korteks peristriata) untuk integrasi visual. Area 17 terutama terdiri dari sel-sel simpleks sedangkan area 18 dan area 19 terutama terdiri dari sel-sel kompleks dan sel-sel hiperkompleks. Dengan kerja ketiga macam sel inilah terdapat integrasi visual. Untuk intrgrasi visual dan kesadaran visual juga dibutuhkanadanya hubungan antara korteks visual kanan dan kiri lewat splenium dan korpus kalosum. 1

2.1.2 Vaskularisasi Lintasan Visual

    Karena gangguan vaskular sering menjadi penyebab adanya gangguan lintasan visual, maka vaskularisasi visual penting untuk diketahui. Sebagian besar lintasan visual mempunyai lebih dari satu sumber vaskularisasi dan secara ringkas adalah sebagai berikut :

  • Sel-sel ganglion pada retina divaskularisasi oleh arteria sentralis retina
  • Diskus optikus mendapat vaskularisasi dari cabang arteria sentralis retina dan arteria siliaris posterior
  • Nervus optikus daerah orbita mendaat vaskularisasi dari arteria oftalmika dengan anastomosis vena meninges
  • Nervus optikus intrakanalikuler mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang pia dari arteria karotis interna
  • Nervus optikus intrakranial divaskularisasi oleh vasa-vasa kecil dari arteria karotis interna, arteria serebri media, dan arteria komunikans anterior
  • Khiasma optikumterutama divaskularisasi oleh vasa-vasa dari arteria karotis interna dan arteria komunikas anterior
  • Traktus optikus divaskularisasi dari aa. Choroidales anteriores
  • Radiasio optika dan korteks oksipitalis divaskularisasi oleh arteria serebri media dan posterior


 


 


 


 


 


 


 


 

Gambar 3 : Vaskularisasi Lintasan Visual

(Sumber : G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme

Stuttgart. New York. 2006: 373-376)

2.2 Pemeriksaan Kelainan Lintasan Visual 1,3

    Pemeriksaan kelainan lintasan visual terdiri dari :

  • Pemeriksaan visus, baik visus sentral jauh maupun sentral dekat dengan usaha koreksi sebaik mungkin
  • Pemeriksaan lapangan pandang baik dengan cara yang paling sederhana atau dengan alat yang canggih misalnya :

Uji konfrontasi

  • Uji lapang pandang yang paling sederhana
  • Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa
  • Pasien dan pemeriksa berdiri berdiri berhadapan dan bertatap muka dengan jarak 60 cm
  • Mata kanan pemeriksan dan mata kiri pasien ditutup, mata kiri pemeriksa menatap mata kanan pasien
  • Pemeriksa menggerakkan jari dari arah temporalnya dengan jarak yang sama dengan mata pasien kearah sentral
  • Bila pemeriksa telah melihat benda atau jari di dalam lapang pandangannya, maka bila lapang padang pasien juga normal akan dapat melihat benda tersebut.
  • Bila lapang pandang pasien menciut maka ia akan melihat benda atau jari itu setelah berada lebih ke tengah dalam lapang pandang pemeriksa
  • Dengan cara ini dapat dibandingkan lapang pandang pemeriksa dan pasien pada semua arah

Pengujian dengan perimeter

  • Dengan memakai bidang parabola yang terletak 30 cm di depan pasien
  • Pasien diminta untuk terus menatap titik pusat alat dan kemudian benda digerakkan dari perifer ke sentral.
  • Bila ia melihat benda atau sumber cahaya tersebut, maka dapat ditentukan setiap batas luar lapang pandangannya
  • Dapat pula ditentukan letak bintik buta pada lapang pandang pasien


 

Pemeriksaan persepsi warna, bisa dilakukan dengan uji ishikara

Pemeriksaan reflex pupil


 

2.3 Atropi Nervus Optikus

Ada dua macam atropi nervus optikus yaitu atrofi optik akuisita dan atropi optik heredodegeneratif (kongenital).1

2.3.1 Atropi Optik Akuisita

A. Definisi

Atropi optik adalah hilangnya akson nervus optikus dan digantikan oleh jaringan glia.1

B. Etiologi1

  • Oklusi vaskular
  • Proses degenerasi
  • Setelah menderita papil edema
  • Setelah menderita neuritis optik
  • Pada adanya tekanan nervus optikus oleh apapun
  • Karena glaukoma
  • Gangguan metabolisme misalnya diabetes melitus
  • Karena toksin
  • Karena kelainan kongenital
  • Karena trauma
  • Karena degenerasi retina


     

C. Klasifikasi1

Pada atropi optik ada istilah atropi primer yang ditandai pupil pucat dan batas tegas, atropi sekunder yang ditandai papil pucat dengan batas kabur karena adanya bekas pembengkakan papil dan atropi konsekutif yaitu atropi papil yang terjadi karena kelainan retina, misalnya pada retinitis pigmentosa.


 


Gambar 4 : Atropi Papil Nervus Optikus Primer

(Sumber : G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme

Stuttgart. New York. 2006: 393-395)


Gambar 5 : Atropi Papil Nervus Optikus Sekunder

(Sumber : G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme

Stuttgart. New York. 2006: 393-395)


 

D. Gejala dan Tanda1,3

Gejala dan tanda atropi papil tentunya juga tergantung dari penyakit yang mendasari. Gejala dan tanda umum adalah sebagai berikut:

  • Penurunan visus
  • Gangguan persepsi warna
  • Gangguan lapangan pandang yang beraneka ragam tergantung penyebabnya.

    Bentuk kelainan pada lapangan pandang dapat berupa membesarnya bintik buta fisiologik , bisa terjadi ;

    • Skotoma Busur (arkuata) : dapat terlihat pada glaucoma, iskemia papil saraf optic, dan oklusi arteri retina sentral
    • Skotoma Sentral : pada retinitis sentral
    • Hemianopsia bitemporal : hilangnya setengah lapang pandang temporal kedua mata, khas pada kelainan kiasma optic, meningitis basal, kelainan sphenoid dan trauma kiasma.
    • Hemianopsia binasal : defek lapang pandang setengah nasal akibat tekanan bagian temporal kiasma optic kedua mata atau atrofi papil saraf optic sekunder akibat TIK meninggi.
    • Hemianopsia heteronym : bersilang, dapat binasal atau bitemporal
    • Hemianopsia homonym : hilang lapang pandang pada sisi yang sama pada kedua mata, pada lesi temporal
    • Hemianopsia altitudinal : hilang lapang pandang sebagian atas atau bawah, dapat terjadi pada iskemik optic neuropati, kerusakan saraf optic, kiasma dan kelainan korteks .
  • Penemuan oftalmoskopis juga tergantung dari penyebabnya (papil pucat bisa dengan batas tegas atau batas kabur, demikian juga bisa bersifat datar, cekung, atau menonjol)
    • Atropi optik bisa bersifat difus dan sektoral, bisa total atau parsial, bisa ringan atau berat. Atropi optik difus yang khas adalah disebabkan oleh retinitis pigmentosa yang berupa atropi optik primer berbatas tegas dan berwarna putih mengkilat seperti lilin.
    • Atropi sektoral polus superior atau inferior terjadi setelah neuropati optik iskemik anterior.
    • Atropi bentuk bow tie (dasi kupu) bilateral khas pada lesi khiasma optikum.
    • Atropi bentuk bow tie diskus kanan dan atropi diskus kiri khas lesi traktus optikus dan korpus genikulatum lateral kiri, dan sebaliknya.
    • Atropi temporal bentuk baji adalah khas pada post neuritis retrobulbar, neuropati optik toksis dan neuropati optik kompresif.

Perubahan vasa yang terjadi pada atropi optik adalah ditemukan vasa yang menjadi lebih jelas, mengalami pengecilan dan mengalami sheating. Pada atropi optik yang masih menyisakan fungsi penglihatan sehingga dapat dianalisis dengan pemeriksaan lapang pandang akan memberikan perkiraan letak lesi yang lebih tepat.


 

2.3.2 Atropi Optic Heredodegeneratif

A. Definisi 1

Atropi optik ini merupakan sebagian penyebab dari gangguan visus sentral bilateral simetris yang berlangsung pelan-pelan.

B. Klasifikasi 1,2

1. Atropi Optik Dominan

Atropi optik dominan mula-mula dilaporkan oleh Kjer, Pewarisannya dominan autosom

Gejala :

  • Penurunan penglihatan tidak kentara pada masa kanak-kanak, pada skrining hanya ditemukan penurunan ketajaman mata yang ringan.
  • Mula timbulnya lambat antara umur 4 sampai 8 tahun
  • Khasnya terdapat skotoma sentrosekalis dengan gangguan penglihatan warna.
  • Pasien mungin mengalami nistagmus atau tidak

Pemeriksaan fisik :

  • Pemeriksaan visus : gangguan visusnya sedang antara 20/30 sampai 20/70. Jarang sampai 20/200. (penyakit dominan memang biasanya lebih ringan daripada penyakit resesif).
  • Pemeriksaan lapangan pandang : skotoma sekosentral, lapang pandang perifernya biasanya normal.
  • Pemeriksaan slit lamp akan didapatkan Kepucatan temporal diskus optikus, ekskavasio sektoral temporal dan penipisan berkas serabut saraf, sesekali terlihat cupping diskus yang ringan
  • Pemeriksaan isikhara : diskromatopsia (buta warna)

Diagnosis :

  • Mengidentifikasi adanya anggota keluarga yang lain yang terkena.
  • Defek genetik pada lengan panjang kromosom 3
  • Kelainan ini dapat berhubungan dengan tuli progresif atau kongenital atau dengan ataksia, tetapi jarang terjadi.


 

2. Atropi Optik Resesif 1,2

Atropi optik resesif kadang-kadang terjadi pada neonatus sehingga disebut atropi optik kongenital. Mula timbulnya kebanyakan umur 3-4 tahun. Gangguan visusnya biasanya berat, kadang-kadang dengan nistagmus. Diskus optikusnya pucat dan terjadi pengecilan pembuluh darah. Atropi optik juga bisa merupakan bagian dari sindroma yang lebih luas. Dapat disertai penurunan pendengaran progresif, kuadriplegia spastik dan demensia. Sindrom Wolfram (insipidus juvenilis, diabetes melitus, atrofi optik, dan tuli) bisa juga menyertai. Diabetes juvenilis disertai atropi optic yang kepucatan diskus optikusnya sebanding dengan beratnya atropi optik.


 

3. Penyakit Leber 1,2

Penyakit ini mula-mula ditemukan oleh Leber tahun 1871.Neuropati optik herediter Leber adalah suatu penyakit yang jarang dan ditandai oleh serentetan neuropati optik subakut

Epidemiologi :

Biasanya terjadi pada pria berusia 11-30 tahun.

Etiologi :

Penyakit ini disebabkan kelainan genetik, mutasi yang mengenai suatu titik (point mutation) pada DNA mitokondria (mtDNA) dengan lebih 90% keluarga yang terkena mengalami mutasi titik pada posisi 1178, 14484, atau 3460 . mtDNA secara ekslusif diturunkan dari ibu dan akibatnya sesuai dari pola umum pewarisan mitokondria (maternal) mutasinya diteruskan melalui garis wanita, hal ini disebabkan karena spermatozoa tidak mengandung mitokondria dan kalaupun ada mitokondria maka mitokondria ini akan mati saat pembuahan, penyakit ini jarang bermanifestasi pada wanita karier, diprediksikan akan bermanifestasi pada keponakan laki-laki sesuai garis ibu.

Gejala :

  • Penglihatan kabur
  • Skotoma sentral tampak pada satu mata, kemudian pada mata sebelahnya
  • Timbul sakit kepala dan tanda meningeal karena terjadi peradangan arakhnoid

Patofisiologi :

  • Pada fase akut akan terjadi edema diskus optikus dan retina peripapilar disertai pelebaran pembuluh-pembuluh darah kecil yang teleangiektasis di permukaannya; tetapi khasnya tidak ada kebocoran diskus optikus pada pemeriksaan angiografi fluoresein.
  • Kedua nervus optikus akhirnya menjadi atrofi dan penglihatan biasanya antara 20/200 dan hitung jari.
  • Hilangnya penglihatan biasanya tidak total dan tidaka da kekambuhan.
  • Penyakit ini mungkin disertai dengan penyakit mirip skeloris multipel, defek konduksi jantung, dan distonia

Diagnosis :

  • Ditegakkan dengan pemeriksaan titik mutasi mtDNA, berdasarkan penemuan satu dari tiga titik mutasi DNA

Diagnosis Banding :

  • Myoclonic epilepsy and ragged red fibers (MERRF)
  • Miopati mitokondrial, Asisdosis laktat, Serangan serupa stroke (mitochondrial myopathy, lactic acidosis, and stroke like episodes – MELAS)
  • Neuropati optik sekunder seperti degenerasi retina (sindrom Kearns-Sayre), Sindrom Wolfram

4. Penyakit Neurodegeneratif Herediter

Beberapa penyakit neurodegeneratif dengan awitan antara masa kanak-kanan sampai dewasa muda bermanifestasi sebagai gangguan neurologik progresif dan atrofi optik dengan keparahan bervariasi, diantaranya ;

  • Ataksia spinoserebelar herediter ( ataksia Friedreich)
  • Neuropati sensorik dan motorik herediter ( penyakit Charchot Marrie-Tooth)
  • Lysosomal storage disease
  • Sfiongolipiodosis , mengalami atrofi pada akhir perjalanan penyakitnya
  • Leukodistropi pada tahap yang lebih dini
  • Degenerasi spongiform Canavan
  • Distrofi glioneural (penyakit Alper)
  • Penyakit Resfum, atrofi optik terjadi sekunder akibat retinopati pigmentasi
  • Hidrosefalus dari mukopolisakarida di meningens atau di sel glia nervus optikus


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB III

PENUTUP

Atropi papil nervus optikus adalah degenerasi saraf optic yang tampak sebagai papil berwarna pucat akibat hilangnya akson nervus optikus dan digantikan oleh jaringan glia. Atrofi papil bukan merupakan penyakit akan tetapi merupakan tanda akan kondisi yang berpotensi serius, keadaan ini merupakan proses akhir dari suatu proses yang terjadi di retina, kerusakan yang sangat luas dari nervus optikus akan menimbulkan atrofi papil dan dapat menimbulkan mata menjadi buta, untuk itu diperlukan penegakan diagnosis yang cermat dan tepat sehingga dapat segera tertangani. Gejala awal berupa keluhan mata kabur disertai pandangan gelap yang disertai dengan sakit kepala, lemas dan mual. Penegakan diagnosis atrofi papil memerlukan pemeriksaan mata yang lengkap seperti ; pemeriksaan visus, tes lapang pandang, penglihatan warna, reflex pupil, pemeriksaan retina dan diskus optikus dengan menggunakan oftalmoskop. Pemeriksaan penunjang lainnya berdasarkan penyakit yang menyebabkannya.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA


 

  1. Hartono, Dr. Sari Neurooftamologi. Cetakan I. Pustaka Cendikia Press. Yogyakarta, 2006
  2. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum. Edisi ketiga. Widya Medika: Jakarta. 2000
  3. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006.
  4. G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme Stuttgart. New York. 2006


     


 


 

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Thе cartгidge contains a mixturе of
liquid nicοtinе vapοr that becomes
ѵapor in the atοmizer.

My ωeblog: prnewswire.Com

Anonim mengatakan...

Kondisi ini bersifat irreversible, sehingga tidak ada terapi definitive yang dapat diberikan selain tindakan pencegahan terhadap progresivitas kerusakan nervus optikus, untuk itu kita perlu mengetahui cermat gejala dan etiologi atrofi papil ini untuk memperlambat timbulnya komplikasi kebutaan.

cheap bulk plain white t shirts
buy bulk t shirts online

tweets

temen-temen

translate it

Google-Translate-Chinese (Simplified) BETA Google-Translate-English to French Google-Translate-English to German Google-Translate-English to Italian
Google-Translate-English to Japanese BETA Google-Translate-English to Korean BETA Google-Translate-English to Russian BETA Google-Translate-English to Spanish
Powered by
Grab this widget