18 Desember 2013

Ensefalitis (case report)


Bab I
Tinjauan Pustaka

1.1  Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia.
1.2 Epidemiologi
Penyakit ini tersebar hampir di seluruh dunia, dengan berbagai jenis virus penyebabnya. Berdasarkan laporan dari The Center for Disease Control and Prevention, diperkirakan terdapat sekitar 20 ribu kasus ensefalitis di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, 5 hingga 20% meninggal, serta 20% lainnya mengalami gejala sisa seperti gangguan kesadaran, amnesia, perubahan kepribadian, hemiparesis, serta kejang berulang. Di Asia, virus Japanese, kelompok dari West Nile Virus, merupakan penyebab utama ensefalitis, dimana setiap tahunnya bisa mengakibatkan 10 ribu kematian.
Perkembangan penyakit ensefalitis terlihat lebih jelas di negara-negara berkembang, dengan kondisi sosioekonomi yang rendah. Pada negara yang sudah maju dan dengan kelas sosial yang tinggi, menifestasi penyakit biasanya tidak begitu menonjol, dan sering infeksi primer muncul pada saat dewasa saja.

1.3 Etiologi
-          Bakteri
-          Virus
-          Parasit
-          Fungus
-          Riketsia

1.4 Klasifikasi
1.      Ensefalitis Supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : Staphylococcus aureus, Streptococcus, E. Coli dan Mycobacterium tuberculosa
Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis atau dari piema yang berasal dari radang, abses di dalam paru, bronchoektasi, empiema, osteomyelitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.
Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis :
1.      Demam
2.      Kejang
3.      Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda deficit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.
2.      Ensefalitis  Siphylis
Patogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan saraf pusat.
Manifestasi klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian :
1.      Gejala-gejala neurologis
Kejang-kejang yang dating dalam serangan-serangan, afasia, apraksia, hemianopsia, kesadaran mungkin menururn, sering dijumpai pupil Agryll-Robertson, nervus opticus dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguan- gangguan motorik yang progresif.
2.      Gejala-gejala mental
Timbulnya proses demensia yang progresif, intelegensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu.

3.      Ensefalitis Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
1.      Virus RNA
Paramikso virus    : virus parotitis, virus morbili
Rabdovirus          : virus rabies
Togavirus             : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)
Picornavirus         : enterovirus (virus polio, coxsackie A, B, echovirus)
Arenavirus           : virus koriomeningitis limfositoria
2.      Virus DNA
Herpes virus         : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalovirus, virus Epstein-barr
Poxvirus               : variola, vaksinia
Retrovirus            : AIDS
Manifestasi Klinis
Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea, kesadaran menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk, hemiparesis dan paralysis bulbaris.

3.      Ensefalitis karena Parasit
a.       Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Ptekie hemoragik dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala- gejala yang timbul : demam tinggi, kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologic tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.
b.      Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
c.       Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoensefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala,kaku kuduk dan kesadaran menurun.
d.      Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva Taenia .Larva menembus mukosa dan masuk ke dalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbun di dalam meningens atau tersebar di dalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejala-gejala neurologic yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.
4.      Ensefalitis karena Fungus
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : Candida albicans, Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada system saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Factor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.
5.      Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul nodule yang terdiri atas serbukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Di dalam dinding pembuluh darah yang terkena akan terjadi thrombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologic menunjukkan lesi yang tersebar.

1.5 Pemeriksaan Fisik dan Diagnosis
Pemeriksaan fisik pada infeksi SSP bertujuan untuk:
  1. Mengidentifikasi kontraindikasi dalam melakukan pungsi lumbal.
  2. Mengetahui lokasi infeksi lainnya yang menjadi tanda dan penyokong bagi proses patologi infeksi.
  3. Mengetahui lokasi infeksi SSP itu sendiri.
Terdapatnya penurunan kesadaran, defisit neurologis fokal, dan kejang menunjukkan adanya abnormalitas struktural SSP yang mungkin berisiko terjadinya herniasi otak atau medula spinalis setelah pungsi lumbal. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan neuroimaging sebelum pelaksanaan pungsi lumbal.
Identifikasi penting lainnya adalah mengenali gejala penyerta infeksi SSP seperti penumonia, diare, lesi di kulit atau tulang, yang dapat membantu mengenali etiologi infeksi. Dan yang paling utama, pemeriksaan neurologik dapat menunjukkan lokasi infeksi yang paling mungkin, apakah di ruang cairan serebrospinal (CSS), otak, atau medula spinalis, berdasarkan sindrom yang ditemukan.
Secara umum, infeksi SSP didahului oleh gejala non spesifik seperti demam dan nyeri kepala, dimana kadang-kadang dapat sembuh sendiri. Dalam perjalanan penyakit, terdapat gejala-gejala lain seperti penurunan kesadaran, perubahan tingkah laku, defisit neurologis fokal, kejang dan kaku kuduk. Gejala ini ditemukan pada sebagian besar etiologi, sehingga memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mengenali etiologinya. 












Menilai faktor risiko infeksi
Paparan agen infeksi, melalui:
·   Perjalanan
·   Lingkungan
Cuaca dan musim
Penyakit  penyerta:
·   Disfungsi CMI (HIV, transplantasi organ)
·   Netropenia (kemoterapi kanker)
·   Diabetes
·   Alkoholisme
Agen profilaktik
 


Bagan diagnosis infeksi SSP
(dari: Scheld WM, Whitley RJ, Marra CM. Infection of the central nervous system,2004)
 

 

                                                                                                             








Neuroimaging
 
Text Box: Lakukan pemeriksaan fisik
Pertimbangkan keamanan dalam melakukan pungsi lumbal
Identifikasi  penyakit atau patologi penyerta
•	Pneumonia
•	Diare
Lesi kulit atau tulang











Tentukan kemungkinan lokasi infeksi
CSS
·   Meningitis akut
·   Meningitis sub akut atau kronik
·   Meningitis rekuren
Otak
·   Ensefalitis akut
·   Ensefalitis  kronik
·   Lesi desak ruang (space occupying lesions)
·   Sindrom yang diperantarai oleh toksin
·   Ensefalopati dengan infeksi sistemik
·   Sindrom post infeksi
·   Penyakit prion
Medulla spinalis
·   Ensefalomielitis akut
·   Ensefalomielitis kronik
·   Lesi desak ruang
·   Sindrom yang diperantarai oleh toksin
·   Sindrom post infeksi
 



Evaluasi CSS

 
 













Dasar diagnosis berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang :
         - Foto kepala.
         - CT - Scan kepala atau bila mungkin MRI.
             Pada CT Scan perlu diperhatikan bagian frontal inferior dan temporal.
         - Punksi lumbal (LP) untuk memeriksa gambaran CSS. Temuan pada CSS berupa:
·         Pleositosis (l0 - 2000sel/mm3).      * Pewarnaan Gram.
·         Sel PMN (tahap dini).                     * Kultur.
·         Protein meningkat.
·         Glukosa normal.
- Pemeriksaan EEG proses peradangan difus akan menghasilkan gambaran :
·         Bilateral slowing activity dengan spikes (kadang kadang).
·         Bila ada fokalisasi, fikirkan adanya abses otak.
  - Foto thoraks AP dilakukan untuk mendeteksi adanya pneumonia oleh karena infeksi mikoplasma dan infeksi klamidia.

1.7 Diagnosa banding
          - 'Partial treated bacterial meningitis'.
          - Meningitis tbc.
          - Meningitis kriptokokus (fungal).
          - Suppurasi para-meningeal (Empiema).
          - Abses Otak.
          - Toksin.
1.8 Penatalaksanaan
 Umum : - Pelihara lancarnya jalan nafas (maintenance airway).
               - Keseimbangan cairan.
               - Pemberian makanan parenteral.
               - Perawatan kulit.
Spesifik : - Antikonvulsan (diberikan Fenitoin).
                       - Anti edema (Mannitol 20% dengan dosis 0,25 gr/Kg BB/8 jam, atau Gliserol)) minimal selama 10 hari.
                - Kortikosteroid (kortison).

1.      Ensefalitis supurativa
-          Ampisilin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari
-          Cloramphenicol 4 x 1g /hr IV, selama 10 hari
2.      Ensefalitis syphilis
Penisilin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari
Penisilin prokain G 2,4 juta unit/hari IM + probenesid 4 x 500 mg per oral selama 14 hari
Bila alergi penicillin:
-          Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
-          Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
-          Cloramfenicol 4 x 1 g IV selama 6 minggu
-          Seftriaxon 2g intravena/ intramuscular selama 14 hari
3.      Ensefalitis Virus
-          Pengobatan simptomatis
-          Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg
-          Antikonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml IV 2 x sehari
-          Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes zoster-varisella.
Asiclovir 10mg/kgBB IV 3x/hr selama 10 hari atau 200mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
4.      Ensefalitis karena parasit
Malaria serebral
Kinin 10 mg/kgBB dalam infus selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak perbaikan.
Toxoplasmosis
Sulfadiasisn 100mg/kgBB per oral selama 1 bulan
Pirimetasin 1mg/kgBB per oral selama 1 bulan
Spiramisin 3 x 500 mg/hr
Amebiasis
Rifampisin 8 mg/KgBB/hr
5.      Ensefalitis karena fungus
Amfoterisisn 0,1-0,25 g/KgBB/hr IV 2 x/hr minimal 6 minggu
Mikonazol
6.      Riketsia serebri
Cloramphenicol 4 x 1 g IV selama 10 hari
Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 10 hari.

1.9  Prognosis
Ensefalitis supurativa angka kematian dapat mencapai 50%



Diskusi
                 Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia. Dalam teorinya secara umum gejala berupa trias ensefalitis ; demam, kejang, kesadaran menurun. Pada pasien yang dilaporkan yaitu laki-laki, umur 35 tahun dengan diagnosis klinis observasi kejang umum dan suspek encephalitis dengan diagnosis sekunder otitis media supuratif kronik maligna auris dextra ditemukan ketiga tria tersebut dengan anamnesa berupa kejang berulang sejak 24 jam yang lalu, sakit kepala yang hilang timbul sejak 2 minggu yang lalu, demam sejak 2 minggu yang lalu, ada riwayat keluar cairan dari telinga kanan warna hijau kekuningan, agak kental dan berbau sejak 2 bulan yang lalu.
                 Dan dari pemeriksaan fisik terdapatnya penurunan kesadaran, defisit neurologis fokal, dan kejang menunjukkan adanya abnormalitas struktural SSP yang mungkin berisiko terjadinya herniasi otak atau medula spinalis setelah pungsi lumbal. Pada pasien ini didapatkan penurunan kesadaran yaitu dengan GCS 14. Identifikasi penting lainnya adalah mengenali gejala penyerta infeksi SSP seperti pneumonia, diare, lesi di kulit atau tulang, kelainan telinga yang dapat membantu mengenali etiologi infeksi. Didapatkan Keluar cairan sekret mukopurulen dari meatus auris dextra yang berbau. Dan yang paling utama, pemeriksaan neurologik dapat menunjukkan lokasi infeksi yang paling mungkin, apakah di ruang cairan serebrospinal (CSS), otak, atau medula spinalis, berdasarkan sindrom yang ditemukan. Pasien ini tidak ada ditemukan tanda-tanda rangsangan meningeal, peningkatan TIK dan deficit neurologis.
Untuk diagnosis pasti diperlukan dilakukan pemeriksaan CT Scan, pemeriksaan darah Rutin, kadar elektrolit, lumbal punksi,  EEG dan Funduscopy serta audiometric untuk menentukan fungsi pendengaran. Yang diharapkan dari hasil lumbal pungsi antara lain ; pleositosis (l0 - 2000sel/mm3), sel PMN (tahap dini), protein meningkat dan glukosa normal. Pada pemeriksaan EEG proses peradangan difus akan menghasilkan gambaran bilateral slowing activity dengan spikes.
                  Penatalaksanaan pasien ini adalah dengan terapi umum O2 4-5 liter/menit, kontrol tekanan darah dan frekuensi jantung ,  Infus Asering 12 jam / kolf, tinggikan kepala 300, awasi tanda-tanda oedem otak, pasang kateter, balance cairan dan diet MB 1900 kkal. Terapi khusus yang diberikan adalah  Amphicillin  4 x 3 gr intravena, metronidazol 3 x 500mg per oral, fenitoin 3x100 mg per oral,    Kortikosteroid tappering off,  H2O2 3% tetes telinga kanan 5x1 tetes/ hari sampai tidak keluar sekret dan Mastoidektomi timpanoplasti.
















Menilai faktor risiko infeksi
Paparan agen infeksi, melalui:
·   Perjalanan
·   Lingkungan
Cuaca dan musim
Penyakit  penyerta:
·   Disfungsi CMI (HIV, transplantasi organ)
·   Netropenia (kemoterapi kanker)
·   Diabetes
·   Alkoholisme
Agen profilaktik
 
 

Tidak ada komentar:

tweets

temen-temen

translate it

Google-Translate-Chinese (Simplified) BETA Google-Translate-English to French Google-Translate-English to German Google-Translate-English to Italian
Google-Translate-English to Japanese BETA Google-Translate-English to Korean BETA Google-Translate-English to Russian BETA Google-Translate-English to Spanish
Powered by
Grab this widget