24 Januari 2013

Parkir

Sejak si sepeda biru muda yang unyu tergantikan oleh motor, ada permasalahan yang cukup kronis yang terkadang meradang , kadang tidak.

Parkir.
Kalau sepeda, ya sesuka hati ce lah mau parkirnya dimana, nyempil2 juga bisa dan yang paling penting ga bayar.

Semenjak semenjak bolak balik ngoas ke RS akan lebih ribet lagi, parkirannya rebutan, rebutan tempat stategis, kita harus memprediksikan juga bagaimana nanti siangnya, motor itu bakalan terjebak dalam parkiran yang berlapis atau tidak.

Dan yang lebih penting itu tadi : bayar.
Bulan april, mei, bayar masuk gerbang masih Rp.1.000,-, oh ok, bayar, tapi kalo cuma masuk bentar sore2, langsung sorakin org karcisnya, 'bentar aja kok bg', ga rela gitu dg uang seribuan..
Maklumlah mahasiwa.
Nah, pas pulang KKN, septemberan lah, eeeh..udah naik aja jadi Rp.2.000,- dan didalam masih dimintai uang 'toleransi' (kalo pake karcis Rp. 1.000, kalo ga pake entah karna ilang ato emang nerobos masuk kita bayar Rp.2.000,-), pdhl seringnya kita ga dibantuin ngeluarin motor yang beratnya 2x berat diri sendiri, makanya makin kurang respek.
Nah
Berat rasanya mangkas uang jajan yg tak seberapa utk Rp.18.000/minggu, ditambah lagi kalo ada dinas, bisa ada 2 kali bayarnya, pagi&siang.

Putar otak, gmn cara mengurangi pengeluaran yang seperti itu, pada akhirnya ce menemukan tempat yang strategis, di samping gdg pmi, meski beresiko tinggi untuk hilang kalau2 lupa nyabut kunci di jok belakang.
Err...ini strategi pinter atau bodoh sih (ini bodoh ceeeee!)

Tidak ada komentar:

tweets

temen-temen

translate it

Google-Translate-Chinese (Simplified) BETA Google-Translate-English to French Google-Translate-English to German Google-Translate-English to Italian
Google-Translate-English to Japanese BETA Google-Translate-English to Korean BETA Google-Translate-English to Russian BETA Google-Translate-English to Spanish
Powered by
Grab this widget