04 Desember 2012

Solitude

Mendung itu lama tak beranjak
Pun lama sekali untuk meruahkan
bebannya
Sementara dibumi
Ada yang bermendung hati
Se-rasa dengan langit
Menggumpal-gumpal sedihnya
Dalam sendiri, tak tahu mau dibagi
kemana
Sedih itu bernama kehilangan,
tercerabut pula senyum itu dengan
hilangnya ayah-bunda
Sedih itu memuntahkan berbagai
pertanyaan, berbagai isakan
mengapa harus aku?
tiada kuasa untuk tersenyum
bahagia lagi
mendung makin gelap menyelimuti
hanya menunggu angin untuk
mencipta hujan
mengigil ia demi sedihnya
mengalahkan gigilan laparnya
menderas pertahanan itu
tangis itu bukan hanya sudah terlalu
letih
:untuk meluruhkan beban berat itu
langit sekarang menangis
melaburkan air mata si kecil malang
yang menengadah
langit sekarang menangis
si kecil tak merasakan panas
airmatanya, dingin berhujan
tapi kecamuk dihatinya masih
membara
belum rela kehilangan peluk hangat
ibunya
belum puas mencium takzim tangan
besar ayahnya
langit tak sekedar mendung,
menghitam saja, menderas
mengucur hujannya
si kecil meraup tangan, menyeka
wajah basahnya
percuma menangis
langit tak akan mengembalikan
mereka dengan tangisnya
menyusul mereka pun ia takut
tersesat
lebih baik menelan tangis ini
lebih baik meneguhkan berdirinya
tubuh kecil ini
lebih baik berdamai dengan Tuhan
berdamai dengan dirinya sendiri
esok, jika pun mendung kembali
menyapa
ia tak ingin larut lagi
ia ingin hanya merasakan sejuknya
melup
Weakan sedihnya
Lubuk Alung mendung, 2 juni 2011
*judulnya nyomot judul puisi di
buku Bahasa Indonesia pas SMA
dulu, hehe, lupa siapa yg punya

posted from Bloggeroid

Tidak ada komentar:

tweets

temen-temen

translate it

Google-Translate-Chinese (Simplified) BETA Google-Translate-English to French Google-Translate-English to German Google-Translate-English to Italian
Google-Translate-English to Japanese BETA Google-Translate-English to Korean BETA Google-Translate-English to Russian BETA Google-Translate-English to Spanish
Powered by
Grab this widget