04 Juni 2011

solitude

Mendung itu lama tak beranjak

Pun lama sekali untuk meruahkan bebannya


 

Sementara dibumi

Ada yang bermendung hati

Se-rasa dengan langit

Menggumpal-gumpal sedihnya

Dalam sendiri, tak tahu mau dibagi kemana

Sedih itu bernama kehilangan, tercerabut pula senyum itu dengan hilangnya ayah-bunda

Sedih itu memuntahkan berbagai pertanyaan, berbagai isakan

mengapa harus aku?

tiada kuasa untuk tersenyum bahagia lagi


 

mendung makin gelap menyelimuti

hanya menunggu angin untuk mencipta hujan


 

mengigil ia demi sedihnya

mengalahkan gigilan laparnya

menderas pertahanan itu

tangis itu bukan hanya sudah terlalu letih

:untuk meluruhkan beban berat itu


 

langit sekarang menangis

melaburkan air mata si kecil malang yang menengadah

langit sekarang menangis

si kecil tak merasakan panas airmatanya, dingin berhujan

tapi kecamuk dihatinya masih membara

belum rela kehilangan peluk hangat ibunya

belum puas mencium takzim tangan besar ayahnya


 

langit tak sekedar mendung, menghitam saja, menderas mengucur hujannya

si kecil meraup tangan, menyeka wajah basahnya

percuma menangis

langit tak akan mengembalikan mereka dengan tangisnya

menyusul mereka pun ia takut tersesat

lebih baik menelan tangis ini

lebih baik meneguhkan berdirinya tubuh kecil ini

lebih baik berdamai dengan Tuhan

berdamai dengan dirinya sendiri


 

esok, jika pun mendung kembali menyapa

ia tak ingin larut lagi

ia ingin hanya merasakan sejuknya

melupakan sedihnya


 


 


 


 

Lubuk Alung mendung, 2 juni 2011

*judulnya nyomot judul puisi di buku Bahasa Indonesia pas SMA dulu, hehe, lupa siapa yg punya

tweets

temen-temen

translate it

Google-Translate-Chinese (Simplified) BETA Google-Translate-English to French Google-Translate-English to German Google-Translate-English to Italian
Google-Translate-English to Japanese BETA Google-Translate-English to Korean BETA Google-Translate-English to Russian BETA Google-Translate-English to Spanish
Powered by
Grab this widget